FF // THE MUSIC OF LOVE // CHAPTER 3

The Music of Love
.
Fitri Wulandari
.
https://babychoi43.wordpress.com/
.
Cast: Jaehee, Siwon, Hyukjae, Kyuhyun, Donghae, and other cast. Cast bertambah sesuai alur cerita.
.
Genre: Family, hurt/comfort and romance.
.
Rated: Teen
.

Length: Chaptered / Chapter 3 of ?
.
Disclaimer: All cast belong to God.
.
Warning: TYPO(s) everywhere, EyD tidak sesuai, OoC (may be?).
.
Summary: Impian itu kita telah muncul di depan mata, menjadi sebuah keajaiban yang nyata. Meski sesuatu yang janggal pun ikut muncul bersamanya. Berhasilkan ia meraih impian itu?

.
.
.

~HAPPY READING~

.
.
.

Hari yang begitu cerah dan menyenangkan. Itulah ungkapan yang terus dilontarkan oleh Jaehee dalam hatinya. Menghabiskan waktu bersama sang Kakak yang telah lama tak kembali ke rumahnya membuat senyuman Jaehee terus berkembang, meski pun tadi pagi –saat menemani Jaehee senyuman itu seakan lenyap begitu saja. Tak butuh tempat yang spesial untuk melepaskan beban yang mereka pikul selama bertahun-tahun ini, melainkan kebersamaan dan kasih sayanglah yang mereka butuhkan. Hanya dengan melontarkan umpatan dan ejekan tak jelas membuat mereke tertawa bahagia. Dibalik keseharian mereka yang terlihat begitu acuh dan tak peduli sekitarnya, terurai pikiran-pikiran buruk tentang kejahilan dalam benak mereka.

Sungguh melelahkan namun mengasyikkan. Tak terasa mereka telah berjalan-jalan bersama hingga rasanya matahari seakan membakar seluruh tubuhnya bahkan menarik ujung kepala mereka lalu mengambil seluruh isi di dalamnya, membuat mereka memutuskan untuk kembali ke rumah dan beristirahat di sana.

Tangan Jaehee masih berpegangan erat pada jaket yang dikenakan Kyuhyun hingga sepeda motor sederhana milik Kyuhyun telah memasuki perkampungan mereka dan berakhir di sebuah halaman rumah yang tak begitu luas, disambut oleh sepasang wanita dan laki-laki yang sedang duduk di atas lantai depan rumah mereka.

“Eoh? Sunghee~a? Hyukjae~ssi”, Jaehee yang awalnya tak merespon apapun melihat kedua orang tersebut kini terkejut setelah melihat dengan jelas bahwa itu adalah Sunghee dan lelaki itu –Lee Hyukjae. “Ada apa? Apa Eomma tak ada di rumah?”, tanya Jaehee karena heran melihat mereka hanya duduk di depan rumah.

“Ah, tidak. Tadi –kami sudah bertemu dengan Ahjumma”, Sunghee tak tahu harus menjawab apa, entah kenapa nyali Sunghee menciut begitu saja melihat tatapan mata Kyuhyun padanya –meskipun tak seratus persen menatap dirinya. “Annyeong, Kyuhyun Oppa. Lama tak bertemu”, sapa Sunghee kikuk diakhiri dengan membungkukkan tubuhnya lalu dilanjutkan oleh Hyukjae yang juga menyapa mereka lalu memperkenalkan dirinya dan mengulurkan tangannya pada Kyuhyun, sedangkan Kyuhyun hanya menjawab itu dengan anggukan kaku tanpa senyuman dan tentunya tanpa balasan jabatan tangannya yang diulurkan Hyukjae.

“Eoh?”, Jaehee kembali terkejut saat dirinya telah membuka pintu rumahnya sehingga membuat Kyuhyun mendekati Jaehee dan melihat hal apa yang membuat adiknya terkejut. “Ada apa ini?”, tanya Kyuhyun dengan sinisnya, matanya menatap tajam pada Jaehee yang berada di sampingnya. “Aku tak tahu”, Jaehee menggelengkan kepalanya lalu menundukkan kepalanya, merasa takut dengan tatapan sang Kakak.

Hal serupa terjadi pada Sunghee. Gadis itu tak henti-hentinya mengumpat dan berdo’a, hal itu tentu saja membuat Hyukjae bingung. Belum lagi raut khawatir yang tunjukkan oleh Sunghee. “Kenapa?”, tanya Hyukjae dengan tangan yang menepuk pelan bahu Sunghee. “Oh~, mati sudah”, lirih Sunghee tak bermaksud menjadikannya jawaban atas pertanyaan Sunghee.

Sebelum Hyukjae kembali bertanya pada Sunghee. Mata Hyukjae terpaku melihat perang sorot mata yang dilakukan dua lelaki di depannya. Ternyata sejak beberapa menit lalu, Siwon telah selesai berbicara dengan Ibu Jaehee.

“Jika telah menyetujuinya. Secepatnya hubungan kami”, ujar Siwon tiba-tiba pada Jaehee lalu membungkukkan badannya pada sosok paruh baya yang berada di dekat pintu bagian dalam rumah tersebut. “Kami permisi. Annyeong~”, lanjut Siwon –melangkahkan kakinya menjauhi rumah Jaehee menuju arah jalan yang mereka lewati sebelumnya diikuti Hyukjae yang masih terheran-heran dengan kata-kata Siwon sebelum mereka pamit.

Sunghee yang masih berada di sana tersenyum kikuk pada keluarga kecil tersebut lalu berpamitan untuk kembali ke rumahnya yang terhalang oleh beberapa rumah di sana.

“Akh!”, Sunghee memekik saat tangannya ditarik paksa oleh Kyuhyun ke dalam rumahnya lalu menghempaskan tubuhnya begitu saja hingga tubuh itu terbentur dinding berwarna coklat muda tersebut. “Kyuhyun!”, sang Ibu yang terkejut melihat perlakuan Kyuhyun pada Sunghee segera berlari mendekati Jaehee yang sedang mengusap lengan kiri bagian atasnya yang berdenyut sakit.

“Apa yang kau lakukan?”, tanya sang Ibu yang tak terasa telah meluncurkan air mata dari sudut mata itu, menuntun tubuh Jaehee untuk duduk di sana dan ikut mengusap bagian tubuh yang sakit. Sedangkan Kyuhyun masih menatap penuh arti pada kedua wanita di depannya, entah apa yang tersirat dalam tatapan itu, antara sedih, kesal, dan kecewa di sana.

OoOoO

Kyuhyun berdiam diri di dalam kamarnya. Setelah kejadian di mana ia tak kuasa membendung kekesalannya, Kyuhyun segera masuk ke dalam kamarnya. Walaupun begitu Kyuhyun masih dapat mendengar tangisan Jaehee dari ruang utama rumah mereka –karena kamar Kyuhyun berada di samping ruang tersebut. Hingga beberapa saat kemudian, Kyuhyun tak mendengar kembali suara tangisan itu melainkan sebuah percakapan yang mampu menarik perhatian Kyuhyun.

Selama Kyuhyun berada di kamarnya, ia tak diam begitu saja. Otaknya yang dapat dikatakan cerdas itu berpikir untuk menyusun kejadian dan ucapan yang terjadi beberapa waktu ini. Meski terkadang disela-sela waktu itu, Kyuhyun merasa bersalah karena secara tak sengaja ia telah menyakiti adiknya.

Pandangan Kyuhyun sudah tak kosong kembali, karena sesuatu dalam pikirannya telah muncul. Namun raut wajahnya kembali menyiratkan kekesalan. Ia kembali teringat pada peristiwa belasan tahun yang lalu. Hal yang membuatnya menjadi seseorang yang tertutup dan penuh kebencian. Satu hal yang baik dibalik itu adalah apa yang dilakukannya saat ini, ia hanya ingin melindungi orang-orang yang sangat dicintai dan begitu penting dalam hidupnya.

Kyuhyun berjalan keluar dari kamarnya dan menemukan kedua orang yang disayanginya masih dalam posisi yang sama. Jaehee yang mengetahui keberadaan sang Kakak segera melepaskan pelukkannya dan berlari mendekati Kyuhyun. “Oppa~, maafkan aku”, gumam Jaehee disela-sela tangisnya yang kembali muncul. Kyuhyun yang awalnya terkejut mulai membalas pelukan Jaehee dan mengelus rambut Jaehee yang terurai.

“Ssst~”, Kyuhyun berjalan menuju tempat yang berada tak jauh dari ibunya –masih dengan memeluk tubuh Jaehee lalu duduk ditempat itu. “Aku yang salah”, bisik Kyuhyun untuk menenangkan Jaehee yang masih terisak. Hingga beberapa menit kemudian mereka masih menemati kesunyian yang hanya diwarnai dengan isakan Jaehee yang mereka.

“Oppa~, sungguh aku sama sekali tak mengetahuinya. Aku –“, Jaehee mendongakkan kepalanya agar dapat melihat Kyuhyun secara langsung. “Sst~ sudahlah. Maafkan aku, aku tak mendengar penjelasanmu terlebih dahulu”, Kyuhyun segera mengintrupsi perkataan sang Adik, senyuman terbaiknya telah kembali. Kondisi mereka yang kembali membaik membuat Minrin –sang Ibu bernapas lega. Meski dibalik itu, hatinya sedang tersenyum miris.

Kyuhyun masih membiarkan sang Adik bersandar pada bahunya sedangkan tangannya bergerak untuk mengelus bahu kanan Jaehee. Satu hal yang ada dalam pikirannya mendorong Kyuhyun untuk bertanya pada Jaehee. “Apa benar kau ingin menjadi penyanyi?”, Jaehee menegakkan tubuhnya lalu membuatnya berhadapan dengan Kyuhyun. “Oppa~. Aku bersumpah, aku –“

“Kau hanya perlu menjawab pertanyaanku, Jae~”, Kyuhyun berucap dengan nada yang lembut, ia tahu bahwa Jaehee hanya tak enak pada Kyuhyun. Adiknya ini selalu berusaha agar membuat orang lain bahagia meski ia merasa tersiksa.

Kyuhyun mulai jengah dengan kebisuan Jaehee, membuat ia harus mengatakan hal yang sesungguhnya sangat tak ingin dikatakannya. “Jika kau ingin, kau bisa melakukannya”, Jaehee terkejut mendengar barisan kalimat tersebut. Apa benar yang baru saja dikatakan Kyuhyun?

“Oppa~”, mata Jaehee mulai berkaca-kaca bahkan satu tetes air bening itu telah keluar dari salah satu sudut matanya. “Maaf, selama ini aku tak dapat menjadi seorang kakak yang baik. Aku sudah terlalu banyak membuatmu terkekang”, ucap Kyuhyun dengan tangan yang bergerak untuk mengapai wajah Jaehee, ibu jarinya menghapus lelehan air mata yang membekas di pipi Jaehee.

“Tidak!”, Jaehee kembali memeluk Kyuhyun, menangis haru di sana. “Oppa adalah kakak terbaik yang aku miliki”, bisik Jaehee tepat di dekat telinga Kyuhyun karena kepalanya masih bersandar di bahu Kyuhyun.

“Syukurlah~”, samar terdengar perkataan yang terlontar dari mulut sang Ibu. Kyuhyun tersenyum membalas senyuman Ibunya yang sedang menatap mereka dengan tangan yang bergerak menghapus tetesan air mata karena kebahagiaan itu.

‘Sebentar lagi, kau akan mengetahuinya. Dan aku berjanji, aku akan membayar segala kesedihan yang kau dapatkan selama ini’, bathin Kyuhyun berkata.

OoOoO

“Jaehee~a”, Jaehee yang sedang berkonsentrasi dengan buku bacaannya segera mengarahkan padangannya pada sosok gadis yang baru saja masuk ke dalam ruang kelasnya. Sunghee –gadis itu segera duduk di kursi tempat duduknya yang tepat berada di samping dengan napas yang masih terengah-engah.

“Ini”, Jaehee menyerahkan botol minuman berwarna birunya pada Sunghee, Jaehee menerimanya dengan baik hati karena ia memang sedang butuh cairan agar menetralisir rasa lelahnya. “Pelan-pelan”, Jaehee memperingatkan Sunghee yang sedang minum dengan tergesa-gesa itu.

“Hah~, gomawo”, ucap Sunghee setelah ia merasa cukup dengan cairan yang masuk ke dalam tubuhnya. Sunghee mengangguk lalu kembali melanjutkan aktivitas membaca bukunya. “Ya!”, protes Sunghee tak setuju dengan apa yang dilakukan Jaehee lalu menarik buku itu dari tangan Jaehee membuat Jaehee mendelik tak suka.

“Aish~, hilangkan tatapan itu. Kau sama seperti Oppamu. Menyeramkan!”, Sunghee mengumpat setelah melihat ekspresi wajah Jaehee. “Apa yang sebenarnya kau inginkan? Berbicara padaku atau mengejek, huh?”, Jaehee mulai geram dengan sikap Sunghee. Apa sih maunya anak ini?

“Ugh~ sensitif sekali”, keluh Sunghee namun tak mengubah gerakan badannya agar berhadapan dengan Jaehee. “Jae~a”, Jaehee membalas tatapan Sunghee yang sepertinya akan membicarakan hal serius. “Apa benar yang dikatakan Hyukjae padaku?”, tanya Sunghee dengan hati-hati sedangkan pada Jaehee, raut wajahnya berubah setelah mendengar itu, dahinya mengerut tak mengerti dengan apa yang dikatakan Sunghee.

“Begini”, Jaehee menarik tangan Sunghee dan mau tak mau tubuh Jaehee merapat dengan tubuh Sunghee. “Kau akan menjadi penyanyi?”, mata Jaehee membelalak mendengar itu, Jaehee berencana untuk menyembunyikan ini terlebih dahulu –mengingat hampir semua murid di sekolahnya tahu jika Jaehee akan lebih memilih mendapatkan tugas makalah dan lainnya dibandingkan untuk mengikuti tes atau latihan bernyanyi.

“Bagaimana kau bisa tahu?”, Jaehee bertanya pada Sunghee dengan tatapan herannya. Sunghee tersenyum melihat bagaimana air muka Jaehee saat ini. “Tadi pagi sekali, Hyukjae mengatakan padaku bahwa kau akan segera pergi ke Seoul untuk mengikuti seleksi. Sekaligus dia memintaku untuk pergi ke Seoul bersama denganmu”, jawab Sunghee tanpa masalah sedikitpun bahkan gadis itu tersenyum enteng seperti biasanya.

“Hah~, aku bahkan belum pernah mendengar suaramu. Tapi, orang lain yang jauh darimu saja bisa memilihmu untuk menjadi penyanyi agensi sebaik itu”, ucap Sunghee bermonolog lalu mengeluarkan beberapa buku mata pelajaran pertama kelas mereka. Namun, Sunghee merasa ada yang mengganjal di sini. Apa…

“Ya! Oppamu. Apa dia mengetahui ini?”, Sunghee menoleh ke samping dan mendapati kepala Jaehee yang tertunduk di atas lipatan tangannya yang ia simpan di atas meja. “Jae~a”, tangan Sunghee menepuk pelan bahu gadis itu. “Kau baik-baik saja?”, tanyannya dengan kepala yang sengaja ia dekatkan dengan kepala Sunghee.

“Oppa mengizinkannya”, Sunghee terkejut, walau terdengar samar tapi ia yakin bahwa itulah yang dikatakan Jaehee. “Benar –kah~?”, Sunghee tak habis pikir. Bagaimana itu bisa terjadi? Setahunya alasan Jaehee enggan berhubungan dengan musik karena kakaknya tak menyukai itu dan Jaehee yang sangat menyayangi kakaknya itu, takut jika Kyuhyun akan marah padanya. Ini.. benar-benar sebuah keajaiban.

“Sunghee~a”, kepala Jaehee sudah tak menunduk lagi. Ia tolehkan kepalanya menghadap Sunghee tapi ia tetap meletakkan kepalanya di atas lipatan tangannya. “Hhm?”, Sunghee membalas tatapan Jaehee. “Eotteokhae~?”, lirih Jaehee menyiratkan rasa frustasinya saat ini.

Gadis itu sudah tak tahu harus berbuat apalagi. Ini adalah hal yang sulit ia dapatkan. Kyuhyun dan ibunya telah mengizinkan. Namun, Jaehee ragu dengan kemampuannya. Ia tak pernah berani untuk menunjukkan suaranya karena ia takut jika hal itu diketahui Kyuhyun maupun Ibunya. Mendengarkan kembali perkataan Kyuhyun tentang kisah sang Ibu dan Jaehee akan bersedih mendengarnya.

“Kau tahu selama ini bagaimana hidupku? Aku –aku tak yakin jika aku bisa melakukannya”, Jaehee kembali berkata masih dengan nada lirihnya. Sunghee tahu jika situasi ini akan sulit bagi Jaehee, ia tak mungkin tinggal diam saja. “Tenanglah~, aku akan membantumu”, ucap Jaehee dengan senyum tulusnya. “Gomawo~”, Jaehee segera memeluk tubuh Sunghee melampiaskan rasa kebahagiaannya, setidaknya satu titik terang telah ditemukan. Sedangkan Sunghee –gadis itu merasa hari ini begitu membahagiakan baginya. Akhirnya, persahabatan itu kembali terasa.

OoOoO

Roda itu masih terus berputar menunjukkan jika mobil tersebut masih saja bergerak menuju sebuah tempat yang menjadi pusat Negara Korea Selatan ini. Suasana di dalam bus itu tetaplah hening. Tak ada gurauan bahkan obrolan dari mulut siapa pun. Matahari baru saja menunjukkan cahayanya, hembusan angin pun masih terasa segar. Yah, bus ini memang berjalan menuju Seoul sejak dini hari –bahkan saat itu matahari masih enggan beranjak dari tempatnya. Tentu saja hal itu menjadi alasan bagi mereka yang berada dalam mobil tersebut untuk melanjutkan mimpi indah mereka.

Begitu pun dengan ketiga orang yang masih duduk di kursi paling belakang mobil bus tersebut. tak ada pembicaraan apapun. Kepala gadis yang bernama Jaehee tersebut bersandar pada bahu sang kakak yang berada di samping kanannya sedangkan Kyuhyun –lelaki tersebut lebih memilih menikmati sinar matahari yang sedikit demi sedikit mulai bertambah. Lain halnya dengan Sunghee yang juga ikut bersama kedua kakak beradik tersebut, ia terus menenggelamkan diri menikmati indahnya lagu yang berputar di ponsel sederhananya dengan salah satu earphone yang terpasang di telinga Jaehee.

Sunghee merasakan ponselnya bergetar dan lagu yang sedang diputarnya terputus sejenak. Segera ia melihat layar ponselnya dan menemusikan sebuah pesan dari seseorang yang entah kenapa menjadi lebih dekat dengan sekarang ini.

“Aish~”, ingin sekali Sunghee melampiaskan kekesalannya saat ini juga. Namun ia kembali mengingat bahwa tak jauh darinya ada seorang lelaki yang begitu menyebalkan –menurut Sunghee-. ia melirikkan matanya untuk memastikan jika kakak dari sahabatnya itu tak terganggu olehnya. Syukurlah, Kyuhyun masih nyaman menikmati indahnya pemandangan di luar bus yang sudah terlihat cerah.

‘Lelaki ini benar-benar cerewet. Aish~’, keluh Sunghee pada lelaki yang mengirimnya pesan tersebut. Oh, bagaimana tidak, sejak tadi malam lelaki itu terus memastikan jika hari ini Sunghee ikut bersama Kyuhyun dan Jaehee. Entahlah, lelaki itu terlalu bersemangat untuk memintanya ikut bersama mereka. Walau jika harus dipikir kembali. Bukankah urusan Sunghee dengan pekerjaannya di Choi Entertainment telah selesai.

Laju mobil bus itu mulai melamban. Sesekali suara klakson mobil terdengar dan mobil berjalan seperti tersendat-sendat. Sunghee memperhatikan sekeliling. ‘Ah, apa kita telah sampai di Seoul’, bathin Sunghee bertanya karena yang dia lihat di luar sudah banyak bus yang berjejer dan bergerak datang atau meninggalkan tempat tersebut.

“Jae~a”, Sunghee kini menatap Jaehee yang berada di samping kanannya. Ia berdecih pelan melihat bagaimana perlakuan Kyuhyun pada adiknya ini, sungguh berbeda dengan perlakuannya pada lelaki maupun wanita lain yang menjadi teman Jaehee atau tetangga mereka sekalipun. Namun, dirinya sedikit bernapas lega. Ingin rasanya ia juga memiliki kakak seperti Kyuhyun, meski terkesan dingin dan over protective tapi Sunghee tahu jika Kyuhyun begitu menyayangi keluarganya terlebih untuk Jaehee.

“Ngh~, apa kita sudah sampai, Oppa?”, tanya Jaehee dengan suara paraunya dan tangan yang bergerak untuk ia gesek-gesekkan pada permukaan luar matanya. “Ne, kita sudah sampai. Kajja”, Kyuhyun berdiri sambil menarik tangan Jaehee yang masih setengah sadar agar mengikutinya. Hah~. Sunghee mendesah frustasi. Pasti ini akan terjadi, ia hanya dijadikan nyamuk untuk mereka. Benar-benar tak dianggap.

“Tunggu, Oppa”, Jaehee menahan tangan Kyuhyun yang masih menggenggam tangannya. “Waeyo?”, dahi Kyuhyun berkerut melihat sang Adik. “Kita tunggu Sunghee”, Sunghee yang memang sudah dekat dengan Jaehee tersenyum mendengarnya. Walau Kyuhyun tak menganggapnya, masih ada Jaehee yang sadar dengan keberadaanya bukan?

“Ck! Merepotkan”, Kyuhyun berdecih setelah melihat keberadaan Sunghee di samping adiknya. “Oppa~”, Jaehee yang merasa tak enak kepada Sunghee segera menegur Kyuhyun sedangkan lelaki itu masih berdiam diri –merasa tak bersalah apapun.

“Sudahlah, tidak apa-apa. Kita berangkat sekarang?”, Sunghee berkata sambil tersenyum pada Jaehee meskipun dirinya sedang menetralisir kekesalannya pada Kyuhyun. Jaehee membalas senyuman Jaehee dan mengangguk cepat.

“Aku dan Sunghee duduk di belakang. Oppa duduk di depan ne?”, ujar Jaehee memberikan pendapatnya setelah mereka berhasil memberhentikan sebuah taksi yang akan mereka gunakan sebagai alat transportasi mereka menuju gedung Choi Entertainment. “Terserah kau saja”, jawab Kyuhyun lalu mengambil posisi duduk di samping kursi kemudi sang supir –jika menyangkut dengan Jaehee, ia malas untuk berdebat karena hal itu akan semakin memperberat janjinya.

OoOoO

Jarum pendek jam itu terus bergerak per sekian detik menuju pukul setengah delapan tepat. Namun suasana pagi yang seharusnya masih lenggang terasa berbeda dengan keadaan sebuah gedung ternama di kota Seoul ini. Banyak orang-orang berjas dan baju-baju bermerk terkenal itu berjalan keluar-masuk gedung tersebut.

Seorang lelaki berpakaian jas berwarna abu-abu dengan sedikit sentuhan motif berwarna itu berjalan dengan angkuhnya menyusuri lantai menuju sebuah lift di ujung sana. Hampir semua orang yang berada di sekitarnya berhenti sejenak hanya sekedar untuk memberi salam perhormatan yang dibalas dengan senyuman terbaiknya.

Lelaki itu telah masuk ke dalam lift yang memang sengaja disediakan oleh beberapa pegawai di sana untuk memberi privasi dan penghormatan di sana. Hingga lift itu menimbulkan bunyi ‘ting’ yang membuat lelaki berparas tampan itu tersedar dan segera keluar dari sana.

“Woah~ Sajangnim”, lelaki yang bernama Choi Siwon itu menolehkan kepalanya pada orang yang baru saja memanggilnya tersebut. lelaki berlesung pipi itu tersenyum setelah dirinya mendapati lelaki yang sangat dikenalnya berada tak jauh dari sana. “Aish~, Donghae~a. Jangan memanggilku seperti itu”, protes Siwon.

“Memangnya kenapa? Kau memang atasanku, bukan?”, Donghae tersenyum lalu berjalan mendekati Siwon. “Itu jika di depan banyak karyawanku”, ujar Siwon lalu melayangkan sebuah tinjuan ringan pada bahu Donghae.

“Kau mau kemana, Donghae~a?”, tangan Siwon segera merangkul bahu Donghae mengikuti arah jalan koridor lantai tersebut yang masih sepi. “Aku? Hm~, sebenarnya aku akan bertemu dengan Haesung. Tapi, dia mengatakan padaku jika hari ini ia sedang sibuk untuk pengaturan jadwalku satu bulan ke depan sekaligus menyusun pertemuan dengan keluarganya agar tak mengganggu jadwalku”, Donghae menunjuk dirinya sendiri lalu menjawab pertanyaan Siwon.

“Wow! Sepertinya hubungan kalian semakin serius saja. –jadi hari ini kau free, bukan?”, tanya Siwon kembali dan Donghae hanya mengangguk sebagai jawaban. “Kalau begitu kau temani aku saja di ruanganku, Oke?”, tanpa menunggu jawaban Donghae, Siwon segera menarik Donghae untuk berjalan beriringan dengannya menuju sebuah ruangan yang memang dikhususkan untuk Siwon.

Setelah itu, mereka larut dengan kegiatan mereka masing-masing. Siwon yang sedang sibuk mengecek grafik dan data yang berada di atas mejanya sedangkan Donghae yang sedang asyik bermain dengan gadgetnya.

“Pagi~ Sajangnim”, seseorang baru saja masuk ke dalam ruangan Siwon –melupakan etikanya yang harus ia gunakan untuk menyapa orang lain yang lebih tinggi darinya. “Pagi~”, Siwon menjawab tanpa mengalihkan padanya pada data yang berada di tangannya.

“Ow~. Ada orang lain ternyata di sini”, Hyukjae berjalan menuju sofa berwarna hitam pekat yang sedang ditempati oleh Donghae sekarang. “Pagi~, Donghae~a”, sapa Hyukjae dengan raut wajah yang terlihat berbeda saat ini. “Pagi~”, jawab Donghae yang masih sibuk dengan gadgetnya lalu setelah beberapa saat lelaki itu menyimpannya di atas meja.

“Ada apa denganmu? Tak biasanya kau datang sepagi ini?”, tanya Donghae dengan penuh kecurigaan. “Ah, kalian melupakan sesuatu yang sangat penting untuk hari ini sepertinya”, ucap Hyukjae dengan penuh semangat membuat Donghae segera menatap Siwon yang masih duduk di kursinya dengan penuh tanda tanya dan hanya dibalas dengan angkatan bahu dari Siwon –karena lelaki itu pun sama tak mengerti dengan apa yang dimaksudkan oleh Hyukjae.

“Yakin kau tak ingat jadwalmu untuk hari ini, Sajangnim?”, tanya Hyukjae dengan kaki kanan yang ia letakkan di atas kaki kirinya –memasang tampak angkuh untuk lelaki yang sibuk kerja di depan. “Itu pekerjaan asistenku, Hyukjae~ssi. Aku tak ada waktu untuk menghafal jadwalku setiap hari”, Siwon menjawab dengan mata yang sibuk mengamati ponsel canggihnya. “Benarkah?”, Hyukjae kembali memastikan apa yang diucapkan Siwon dan benar saja lelaki itu tampak acuh tak menanggapi lelaki yang berbeda 3 hari lebih tua darinya itu.

“Oh~, sayang sekali. Itu berarti kedatangan Jaehee dan Sunghee akan sia-sia hari ini”, ucap Hyukjae tak bermaksud mengajak berbincang kedua lelaki yang sibuk dengan kegiatannya tersebut. Meski pun kalimat tersebut diucapkan dengan nada yang dibuat pelan, Siwon yang memiliki koneksi cepat jika mendengar kata ‘Jaehee’ segera melepaskan pandangannya pada benda yang ada di depannya.

“Apa maksudmu?”, Siwon menatap Hyukjae penuh tanya sedangkan lelaki bernama Hyukjae itu memasang wajah tak peduli pada Siwon –dirinya ingin bermain sedikit di pagi hari yang cerah ini. “Kenapa bertanya padaku? Tanyakan saja pada asistenmu, bukankah itu pekerjaannya?”, ejek Hyukjae membuat Siwon mendengus kesal mendengar jawaban yang sangat penting baginya.

“Kenapa Sunghyo tak mengingatkanku? Aish~ tanggal berapa ini?”, keluh Siwon bermonolog lalu pandangan matanya bergerak untuk mencari tahu fakta tersebut –sifatnya yang terkenal perfectionist itu tiba-tiba sedikit menghilang. Namun sebelum Siwon berhasil melakukannya, ketukan pintu yang terdengar tiga kali itu membuat ketiga lelaki tampan yang berada di dalamnya mengalihkan pikiran mereka masing-masing.

Setelah Siwon mempesilahkan orang itu masuk ke dalam ruangannya. Muncullah seorang wanita dengan tubuh berbalutkan dress yang sopan berwarna soft pink. “Sajangnim. Ada orang yang ingin bertemu dengan anda. Sepertinya salah satu dari mereka adalah orang yang mengikuti audisi satu minggu yang lalu di ESHS”, jelas wanita yang diketahui sebagai asisten Siwon tersebut –Min Sunghyo. “Baiklah. Suruh mereka tunggu saya di studio musik kita”, perintah Siwon yang dibalas dengan anggukkan mengerti dan setelah itu Sunghyo berpamitan pada Siwon.

“See?”, ujar Hyukjae setelah Sunghyo menghilang dari ruangan Siwon. Donghae yang berada tak jauh dari Hyukjae segera melayangkan tatapan herannya. “Bagaimana kau bisa tahu?”, tanya Donghae dan membuat Siwon yang mendengar pertanyaan itu mengangguk menyetujui ucapan Donghae.

“Hah~, Apa kalian lupa jika sehari sebelum kita kembali ke Seoul aku meminta nomor ponsel Sunghee padanya?”, jawab Hyukjae membuat keduanya tersadar. “Kau benar-benar”, Donghae menggelengkan kepalanya mendengar penuturan Hyukjae baru saja. Ia tak habis pikir jika Hyukjae akan mengambil langkah secepat itu. “Sudahlah. Kita harus segera menemui mereka. Untuk saat ini tak ada waktu untuk berdebat”, ucap Siwon untuk melerai perdebatan yang sepertinya akan terjadi sebentar lagi.

OoOoO

“Tuan Choi meminta Anda untuk menunggu di studio musik. Mari saya antar”, Sunghyo yang telah menghubungi Siwon sebelumnya segera menghadapi ketiga orang yang telah menunggu di lobi gedung tersebut. Jaehee, Sunghee dan Kyuhyun mengikuti wanita bertubuh tinggi itu dari belakang yang mengarahkan mereka pada studio musik yang khusus disediakan oleh agensi di bagian lantai kedua.

Di saat perjalanan menuju tempat tersebut, Sunghee memandangi dengan detail setiap sudut yang dilewatinya. Sedangkan Jaehee yang berjalan berdampingan bersama Kyuhyun mencoba menetralisir detak jantungnya yang berdegup kencang. Berkali-kali ia menarik napas dalam-dalam namun hasilnya tetap nihil dan pada akhirnya sebuah tangan besar menggenggam tangan yang dingin karena gugup. “Tenanglah~”, ujar Kyuhyun yang bermaksud untuk mengurangi kegugupan itu, Jaehee tersenyum mendengarnya –setidaknya ia tak sendiri untuk menghadapi ini, ada sahabat baiknya –Sunghee dan ada kakak terbaik yang selalu menjaganya –Kyuhyun.

“Silahkan tunggu di sini, sebentar lagi Tuan Choi akan menemui Anda. Saya permisi”, asisten direktur utama Choi Entertainment itu segera pergi meninggalkan mereka bertiga di dalam ruangan yang dapat dikatakan lengkap untuk sebuah studio musik tersebut setelah wanita itu berpamitan sebelumnya.

“Hah~, kenapa aku jadi ikut gugup begini”, keluh Sunghee tak bermaksud untuk memberitahukannya pada Jaehee dan Kyuhyun, ia hanya ingin mengungkapkan apa yang ia rasakan saat ini.

“Aku lebih gugup lagi, Sunghee~a”, ucap Jaehee dengan tangan kirinya yang sengaja ia pautkan dengan tangan kanannya sekedar untuk mengurangi rasa gelisahnya. Sunghee yang mendengarnya segera berjalan mendekati Jaehee lalu menarik salah satu tangan gadis itu dan menggenggamnya. “Kau pasti bisa. Aku percaya padamu”, Jaehee tersenyum mendengarnya.

Tak berapa lama sebuah suara dari pintu yang terbuka menyadarkan mereka dan menampilkan empat orang lelaki yang sama tampannya dari sana. “Annyeonghaseyo~”, sapa Hyukjae yang paling bersemangat di antara mereka. “Annyeonghaseyo”, jawab Jaehee dan Sunghee dengan kepalanya yang sedikit mereka bungkukkan.

“Jae~a”, Jaehee segera memandangi kakaknya yang berada di samping kanannya itu. “Ne, Oppa?”, mata Jaehee menatap heran pada Kyuhyun. “Oppa tunggu di luar. Oke?”, ucap Kyuhyun membuat Jaehee terkejut mendengar kata tersebut. “Oppa~”, Jaehee merajuk tak setuju dengan ide kakaknya itu. “Berikan yang terbaik untukku dan Eomma, hm?”, tangan Kyuhyun bergerak merangkul bahu Jaehee lalu mengusapnya lembut –yang sedikitnya dapat meluluhkan Jaehee. Jaehee tersenyum membalas senyuman Kyuhyun lalu mengangguk pasti.

Kyuhyun berjalan keluar dari studio musik itu setelah memberi gerakan tubuh untuk memberi penghormatan –salam pamit pada mereka dan hal itu ternyata mampu membuat mereka mengeluarkan ekspresi penuh tanya –terlebih untuk lelaki yang lebih tinggi itu.

“Baik, kita mulai saja”, ujar Yesung yang berhasil memecahkan keheningan di antara mereka lalu mulai mengambil posisi mereka masing-masing. Yesung, Hyukjae dan Donghae duduk di kursi untuk mengontrol musik, suara dan sebagainya, Sunghee mengambil posisi duduk di sofa hitam yang berada tak jauh dari ketiga lelaki tersebut dan Jaehee telah masuk ke dalam ruang perekam suara. Sedangkan Siwon, entah mengapa lelaki itu masih setia berdiri di sana bahkan menghiraukan begitu aja percobaan yang akan dilakukan Jaehee.

“Siwon~ah, kenapa masih di sana?”, Siwon tersentak mendengar pertanyaan dari Hyukjae yang mampu membuatnya tersenyum kikuk. Ia melirik Jaehee yang tengah bersiap-siap untuk test menyanyi, senyuman tulus yang mempersona saat melihat Jaehee tiba-tiba menghilang saat ia mengingat kehadiran sosok lain yang selalu bersama Jaehee.

‘Hah~, kenapa lelaki itu selalu bersama dengan Jaehee. Apa mereka sedekat itu? Tuhan, berikan petunjukMu jika benar lelaki itu bukan siapa-siapa dalam kehidupannya’, ucap Siwon dalam hati setelah duduk di kursi yang sejajar dengan Yesung, Hyukjae dan Donghae.

.
.
.

~TO BE CONTINUED~

.
.
.

A/N: Untuk kejelasan marga disesuaikan dengan cerita. Maaf jika alur cerita dan castnya terlalu dipaksakan. Saya sadar jika Fict ini begitu mengecewakan karena saya sendiri juga merasakan bahwa chapter ini agak sedikit melenceng dari rencana awal.

Saya masih belajar jadi tidak perlu segan-segan untuk berkomentar. Bebas untuk mengomentari cerita, tapi tidak untuk cast. Mind to review?

.Terimakasih.

.
.
.

Sign,

Park Jaehee

FF // LISTEN ME // CHAPTER 1

Listen Me

0o0o0

Presented by Lee Haesung
FB : ‘Fuji Hartini Leehaesung’ or ‘Lee Sunghee’
Twitter : @Realfuji95 (tapi lupa passwordnya)
Cast :
. Lee Donghae
. Lee Sunghee
others
Genre : Romance, married life, hurt/comfort.
Length : Chaptered.
Rate : T
Warning : Typo(s)
Disclaimer : Semua karakter milik Tuhan, kalau punya saya mah fanfiction ini. Ini hanya fiksi dan fiksi hanya untuk dinikmati.
A/N : Yang bertanda […] agak sulit dimengerti sih, aku aja gak ngerti jadi bisa diabaikan hehe~ Walau ceritanya maksa dan gak jelas just happy reading.

0o0o0

Summary :

“Aku berikan cincin ini padamu, Nona Lee Sunghee. Apa kau merasa senang?”
Kalimat sederhana penuh makna sindiran.
Namun, mengikatmu pada sebuah janji tak terelakan.
Kutukan yang membawa jiwamu takluk pada Lee Donghae.

0o0o0

Donghae POV

[Hey, pergilah dariku. Aku muak melihat wajah sok lugu sepertimu.]

Aku menyukai semua hal berkaitan dengan kebebasan dalam segala macam hal. Mulai tertekan memang setelah debut di dunia entertainment aku sempat kesulitan mencari waktu hanya untuk diriku sendiri. Maksudku adalah waktu yang aku habiskan untuk menghibur diriku. Akhirnya setelah menyelesaikan pekerjaan selama dua minggu kedepan aku dibolehkan pergi dan sedikit memaksa agar bisa pergi ke Siena, Italy. Sudah lama aku tidak mengunjungi tempat asing dimana tidak ada yang mengenalku sebagai seorang aktor. Hanya seseorang bernama Lee Donghae.
Tidak dikenal, juga saat berpapasan hanya ada rasa asing.
Aku keluar dari bandara megah itu. Beberapa belas jam duduk di dalam pesawat cukup untuk membuatku sedikit harus membiasakan diri. Udaranya pun lebih dingin dari pada di Korea. Setidaknya jaket tebal juga syal knit ini lumayan menghangatkan meski dinginnya masih saja menusuk persendianku. Siena memang cukup dingin jika mengunjungnya di musim dingin seperti sekarang ini.
Taxi di sana sudah berbaris rapi di tepian jalan bandara, aku masuk kedalam salah satunya. Sopir itu turun dan memasukan koperku ke bagasi. Setelah ia masuk aku menunjukan kertas yang tertulis dalam sebuah kertas kecil berisikan alamat hotel yang akan aku tempati selama seminggu ini. Managerku tentunya yang menyiapkannya. Yah, tidak masalah selama selera tuan beribadah itu lumayan satu taste denganku.
Siena malam hari sungguh menakjubkan. Memamerkan tata cahaya yang indah di kota sepi penuh sejarah ini. Rumor yang sering terdengar adalah ternyata kisah nyata Romeo Juliet datang dari kota tua ini bukan Verona kekasih Shakespears. Bukankah sangat alamiah jika Siena juga dapat di sebut kota cinta. Walaupun cinta adalah musuh Lee Donghae.
“Tuan, sudah sampai.” Ujar sopir tua itu dalam bahasa Italy, ia tersenyum padaku menanda sikap profesionalnya sebagai sopir. Tidak mungkin ia ramah jika ia tidak memerlukan uang.
“Ya, terima kasih.” Jawabku seraya memberikan sejumlah euro dalam dompetku untuk membayar argonya. Sedikit banyak aku lumayan mengerti bahasa Italy karena sudah kesekian kalinya aku datang ke negara ini.
Pria tua itu menerimanya, kemudian turun dan membantuku untuk menurunkan koperku di bagasi belakang. Setelahnya ia bertanya, “Apakah Tuan orang Korea?” dalam bahasa Korea.
“Ne, bagaimana bisa anda bahasa Korea?” jawab serta tanyaku menggunakan bahasa Korea, aku cukup terkejut dengan kefasihannya menggunakan bahasa Korea padahal mulai dari wajah, perawakan, aksen Italy dia tidak memiliki ciri-ciri warga Negara Korea.
“Benar dugaanku, Tuan. Ya, saya bisa karena anak angkat saya orang Korea.” Jawabnya ramah. Tetapi kau tidak mengerti kenapa ia mengangkat anak sampai sejauh itu. Jarak Italy dan Korea bukan sekedar berbeda pulau tetapi dibatasi lautan juga. Tidak usah diperpanjang, aku kurang suka ikut campur masalah yang ujung-ujungnya sensitifitas.
“Kalau begitu saya pamit.” Aku membungkuk tanda perpisahan untuk percakapan Korea kami. Jujur saja di luar masih dingin dan bersikap sok akrab bukan style-ku. Ia membungkuk labih dalam, tenyata ia tahu betul bagaimana adab Korea pada penerima jasa harus lebih di hormati. Aku berjalan masuk ke dalam hotel sedangkan koperku sudah dibawakan oleh penjaga pintu hotel.
Jika aku benar-benar percaya adanya firasat buruk pasti –atau sepertinya berhubungan dengan pria itu.
Aku menggelengkan kepala karena diriku berani memainkan perasaan aneh dan hal-hal berbau firasat. Sepertinya malam ini aku membutuhkan istirahat yang cukup dengan tidur dan melupakan makam malam yang tidak lagi aku selera.

.
.
.

Setelah mengunjungi tempat-tempat wisata aku berjalan di sekitar air mancur tengah kota. Airnya masih mengalir deras, tidak membeku oleh suhu minus. Kata orang yang tadi aku tanyai, air mancur ini adalah Fontebranda. Airnya konon mampu membuat seseorang menjadi piazza –gila. Aku tidak percaya dengan hal itu. Pikir saja orang gila itu karena mereka tertekan dan tak mampu melindungi dirinya agar memiliki akal sehat bukan karena air yang untuk diminum.
Ada seorang wanita tengah memainkan air dengan tangannya. Tidakkah ia merasa dingin? Kulihat ia kemudian meminum air itu. Pandanganku melihat orang-orang yang melewati jalan ini tidak menganggapnya tidak wajar karena sudah banyak yang menginginkan gila di kota ini mungkin dan bagi yang tidak percaya sepertiku ini seperti tantangan tersendiri. Tidak semua yang mampu melawan mitos.
Aku berdiri agak jauh dari wanita itu, berusaha untuk tidak mengganggu waktu terakhirnya sebagai orang waras. Aku melepaskan sarung tangan hitam dari tanganku, menyimpan dalam saku. Memainkan air dingin itu. Airnya jernih tetapi tidak terlalu dingin seperti kukira tadi.
“Jika takut gila, selamanya kau akan hidup sebagai monyet hutan di rantai. Bahkan air ini pun kau percayai mendatangkan kegilaan. Dirimu hanya ketakutan dalam sebuah mitos, sayang.”
Aku mendongak melihat wanita itu berbicara dengan seseorang di telepon. Walaupun kalimatnya itu bukan untukku, aku merasa tertohok olehnya. Apa ia pikir semua orang takut pada mitos yang tak tahu siapa pencetusnya? Ia salah. Aku menyatukan kedua tanganku mengambil air di sana, meminum air itu cepat.
Gila itu, wanita sepertimu. Meminta orang lain ikut gila bersamamu.
Aku mengusap bibirku setelah meminum air yang segar itu. Sepertinya acara wanita itu sudah selesai, dan aku benar-benar gila hanya karena kata-kata tidak jelas malah meminum air penuh mikroba.

.
.
.

Pasar malam musim dingin di Siena meriah dan penuh wisatawan asing dari berbagai Negara. Siena memang destinasi tepat untuk pelancong yang menikmati karya seni dan sejarah tua milik setiap contrada setempat. Misteri sejarahlah yang membawa rasa penasarannya datang ke Siena tua ini. Menariknya akupun menjejakan kaki di tanah ini. Meski di sekitarku terasa ramai suara-suara tak juga dapat memudarkan tenangnya hiruk pikuk warga setempat. Kekasih Siena adalah kesunyian.
Dingin semakin bertumpuk pada pusat kota ketika malam tiba seperti sekarang ini. Tidak juga menyurutkan diriku untuk memasuki sebuah stan yang menjual aksesoris dan pernak-pernik. Aku tertarik dengan sebuah –sebenarnya sepasang– cincin perak. Biasa saja memang, tapi aku suka ukiran luarnya yang agak tidak beraturan.
“Berapa harga cincin ini?” tanyaku menyodorkan cincin itu.
“2 euro sepasang.” Ujar pedagang itu, mengangkat dua jari tangannya –memberi isyarat. Meski aku tidak benar-benar tidak mengerti bahasa Italy, isyarat itu cukup berguna untuk memastikan.
“Bisakah aku membeli yang untuk laki-lakinya saja?” tanyaku lagi, ia nampak sedikit berpikir sejenak.
Ia mengangguk, “Tentu tuan.”
“Terima kasih.” Ia memasukannya ke dalam sebuah kotak sederhana dan aku memberikan 2 euro untuk terima kasihku. Aku tidak suka menyusahkannya karena menjual cincin pasangan tetapi tinggal satu.

.
.
.

Sunghee POV

[Aku juga muak melihatmu. Yang terpenting cincinnya. Itu milikku.]

“Tuan bukankah aku bilang akan membeli cincin itu hari ini, kenapa malah menjualnya?” protesku pada Tuan yang menjual aksesoris perak itu. Tanganku sudah beku datang malam-malam begini masih memakai celemek –aku sedang mengajar melukis dan tidak sempat melepaskannya, dan harus kutelan pil pahit karena sepasang cincin itu telah berada di tangan orang lain.
“Nona bisa membeli yang untuk perempuan saja, bukan?” pedagang itu menaikan nada suaranya itu semakin membuatku naik pitam. Ia memang memberikan solusi tapi bagiku tidak terlalu dapat aku terima.
“Apa tuan ingin aku membeli cincin untuk perempuannya saja sedangkan aku ingin memberikannya pada kakakku yang akan menikah?” Tanyaku kesal, aku marah sekali namun bisa apa.
“Ini,” Tuan itu menaruh cincin itu di tanganku, “Tuan yang membeli cincin tadi telah membayarnya. Kejarlah dia, wajahnya nampak sepertimu. Orang Asia.” Aku tahu ia menyindir wajahku yang Asia sekali berbeda dengan wajahnya yang Eropa sekali. “Mau memohon atau meminta lakukanlah sendiri, jangan hanya memarahiku.”
“Terima kasih.” Meski kesalnya belum reda aku masih ada adab dengan menghormatinya. Aku keluar dari stan itu, berlari mencari si wajah Asia itu dengan menggenggam cincin itu di tanganku.

.
.
.

Author POV

[Takdir dan Nasib selalu mempermainkan manusia dengan kebetulan dan pertemuan tak terduga. Begitu pula Eros yang mempermainkan para pujangga.]

“Tuan, apakah Tuan yang membeli cincin di stan pasar malam?” Tanya Sunghee pada Donghae selagi tangannya mencekal jalan Donghae memasuki gereja tua di depannya. Donghae melirik tangannya juga tangan Sunghee diatasnya. Tanpa pikir panjang Donghae menghempaskan tangan Sunghee.
“Ya. Silahkan nona pergi dariku.” Ujar Donghae membiarkan Sunghee berdiri mematung di depan gereja. Sunghee mengerjapkan matanya menahan emosi tak terkendali dari ubun-ubun dan menjalar keseluruh tubuh mungilnya. Ia putuskan untuk ikut masuk ke rumah Tuhan itu.
Gereja itu kelihatan sepi. Sepertinya akan ada pernikahan dilihat dari dekorasi serba putih juga hiasan pengantin. Selagi mengagumi dekorasi tempat itu Sunghee mengedarkan pandangannya mencari sosok menyebalkan baginya itu. Sunghee melihat Donghae sedang berlutut di kursi paling depan, dan Sunghee menghampiri Donghae.
‘Maafkan aku, Tuhan mengganggu orang yang tengah berdoa.’ Ujar Sunghee dalam hati.
Sunghee menarik tangan Donghae sehingga sekarang Donghae berdiri menghadapnya. Wajah Donghae berang melihat Sunghee. Melihat mata feline itu sungguh membuat amarahnya tak terkendali, meluapkan dengan pukulan pun tidak mungkin karena lawan mainnya adalah seorang perempuan.
“Mana cincinnya?” ujar Sunghee menadahkan tangannya meminta –memaksa.
“Hey, aku tidak mengerti maksudmu Agassi.” Donghae membuat nada suara yang pelan namun mampu membuat Sunghee kadar kemarahan Sunghee meningkat.
“Ahjussi! Aku sudah bertanya baik-baik tadi tapi yang kau lakukan tidak ada etikat baik jangan salahkan sikap kurang sopanku. Aku hanya meminta cincin yang kau beli, aku akan membayar padamu harga cincin itu.”
Donghae memutar bola matanya malas, memandang tajam melalui onyx matanya pada Sunghee, menunduk sedikit sebab tinggi Sunghee lebih rendah darinya.
“Hey, pergilah dariku. Aku muak melihat wajah sok lugu sepertimu.” Ujar Donghae dingin membuat Sunghee sedikit gentar. Tangan Sunghee tertaut rapat mendapati tatapan serius Donghae.
“Aku juga muak melihatmu. Yang terpenting cincinnya. Itu milikku.”
Donghae mengeluarkan kotak cincin itu dari saku jaketnya, “Aku berikan cincin ini padamu, Nona Lee Sunghee. Apa kau merasa senang?” menarik tangan Sunghee, melepas tautanya sedari tadi, menaruh kotak itu di tangan Sunghee. Sunghee membelalak, darimana Donghae tahu namanya, lagipula Sunghee mengetahui kalimat itu sebuah kutukan yang tidak akan membiarkannya berpisah dari Donghae. “Jika kau tidak pergi maka aku bersedia pergi.”
Donghae akan melangkah pergi kemudian mendapati sosok pendeta di depannya, “Maaf atas keributan ini.” Sunghee pun berbalik dan ia sangat terkejut –teramat sangat sampai jantungnya berdebar tidak karuan– dengan sosok pendeta itu tapi membungkuk hormat setelahnya.
“Kalian menikah?” Tanya pendeta itu tersenyum kearah Donghae dan Sunghee. Sunghee benar terkejut sebab hal yang di takutinya terjadi. Pendeta itu menghampiri mereka berdua dan menariknya Donghae dan Sunghee menuju altar.
“Kami? Tidak.” Jawab Donghae berusaha melepaskan tangan pendeta itu sepelan mungkin. Donghae tidak terima di kira menikah dengan bocah seperti Sunghee. Wajahnya benar-benar polos layaknya anak high school. Sedangkan Sunghee pasrah dan termenung dalam lamunannya sendiri tentang pada akhirnya ia akan terjebak bersama Donghae.
“Tapi Tuan sudah menikahinya. Kau sudah mengatakannya pada memberikan cincin pada Nona ini.” Ujar pendeta itu.
“Ya, aku memang mengatakannya tetapi apa hubungannya dengan pernikahan?” bantah Donghae keras.
“Di Siena sini jika seorang Pria mengatakan ‘Aku berikan cincin ini padamu’ pada seorang Wanita maka sudah terjadi sebuah pernikahan.” Penjelasan pendeta itu membuat Donghae membelalak, ia justru ingin mengintimidasi Sunghee dengan mengatakan hal demikian tetapi kenapa sekarang ia sangat menyesal mengatakan hal itu.
“Tapi aku bukan orang Italy bahkan aku datang ke Siena untuk berlibur.” Tegas Donghae menyangkal. Memang benar Donghae datang ke Siena sebagai turis yang melancong tetapi tiba-tiba dikatakan ia telah menikahi anak gadis orang.
“Abeoji jangan begini, ia hanya sedang marah saat mengatakannya,” rengek Sunghee dalam bahasa Korea.
Donghae membelalak Sunghee akrab sekali dengan pendeta itu bahkan memanggil ‘Abeoji’ dan menggunakan bahasa Korea. Akhirnya Donghae sadar bahwa pendeta ini adalah sopir di bandara dan yang di maksud anak angkat itu adalah Sunghee. Donghae menatap Sunghee dan pendeta itu bergantian.
“Tunggu pendeta, kau bukankah sopir itu. Yang mengantarku ke hotel?” pendeta itu mengangguk, “dan yang kau maksud anak angkat itu Sunghee?”
“Benar sekali. Tuan tidak melupakanya ternyata. Apa aku menakutimu dengan pekerjaan itu?” Pendeta itu tersenyum, mengalihkan pandangannya pada Sunghee, “Marah atau tidak tetap saja. Hukum di sini seperti ini, Sunghee. Bahkan kau lupa melepas ini.” Pendeta itu melepaskan celemek berbordir ‘Lee Sunghee’ itu. Bahasa Korea orang Italy ini sungguh fasih.
“Maaf Abeoji aku sedang melukis tadi.” Ujar Sunghee manja. Melupakan sosok Donghae yang terlalu terkejut dengan apa yang di alaminya saat ini.
“Pernikahan ini batal, bukan?” pertanyaan bodoh itu meluncur mulus dari bibir tebal Donghae. Seakan dengan mudah ia bisa mengabaikan pernikahan ini.
“Pernikahan apa lagi? Setelah cincin itu ada di tangan Sunghee kalian sudah resmi sebagai suami istri.” Jelas pendeta itu tersenyum, menepuk pundak tegang Donghae. Sunghee menghembuskan napas kasar, tidak tahu harus melakukan apa.
Ini Siena dengan aturannya. Kolot namun ditaati. Siapapun itu.

.
.
.

[Apa kubilang? Dirimu juga dirinya sedang dipermainkan bukan? Dalam keadaan yang tidak terduga. Yang kesempatan untuk lari pun tidak ada. Akankah kau terima semua permainan ini? Menantang Eros yang tengah murka ketika sebuah penentangan terhadap keinginannya.]

Entah bagaimana akhirnya pernikahan itu berlangsung. Surat nikah itu pun telah Donghae dan Sunghee dapatkan. Berbekal data diri Donghae di dalam pasportnya juga kewarganegaraan Italy yang Sunghee miliki selama ia lahir sebagai yatim piatu di negara ini semuanya berjalan lancar.
Pendeta itupun menyuruh Sunghee pergi bersama Donghae dan berkata akan baik-baik saja jika Sunghee tidak menghadiri pernikahan kakaknya dari panti. Ia pasti senang adiknya juga telah menikah. Bahkan ia tidak mengizinkan Sunghee pulang ke panti lagi. Jadilah Sunghee terdampar di kamar suite Donghae dalam kebingungan luar biasa. Sunghee belum pernah jauh –atau bisa dibilang terlalu jauh dari panti. Malam serasa sangat lambat bagi Sunghee dan membuatnya tertekan dengan keadaan yang berubah kacau seketika.
Donghae telah keluar dari kamar mandi lengkap dengan pakaian tidurnya. Duduk di sofa tak jauh dari tempat yang diduduki Sunghee. Mengintimidasi Sunghee dengan tatapan matanya. Sunghee menatap balik mata Donghae, tetapi tatapan itu kosong –jiwanya melayang entah kemana.
“Kau ikut denganku ke Korea. Setelah beberapa bulan kau pulanglah ke Italy dan aku akan menjelaskan pelan-pelan pada Abeoji-mu bahwa kita sudah bercerai. Bagaimana menurutmu?” jelas Donghae memecahkan konsentrasi matanya yang terpaku melihat kemilau manik mata lugu Sunghee
“Sekarang ini aku sudah tidak punya pilihan apapun. Disaat ini aku hanya bisa menerima apapun.” Sunghee menghela napas dalam, “ Termasuk dengan tak membawa sepotong kain pun, sepasang sepatu juga.” Keluh Sunghee mengembungkan pipinya.
“Akan kubelikan. Lusa kita akan ke Korea.” Ujar Donghae dingin, “Dan untuk pengetahuanmu, aku seorang penyanyi terkenal di Korea, di sana pun aku tidak akan menganggapmu istri untukku.” Donghae mengeluarkan seringaiannya meremehkan Sunghee.
“Di Italy hanya segelintir orang yang mengenalmu dan aku tidak termasuk di dalamnya. Jika tidak menganggapku juga tidak apa-apa. Kita hanya mencari jalan keluar, bukan Donghae-ssi?” Sunghee dengan tenang melawan kata-kata meremehkan Donghae.

.
.
.

“Baju apa yang sebenarnya kau beli Donghae-ssi?” geram Sunghee keluar dari dalam kamar mandi dan menatap marah Donghae yang tengah mengemasi barang-barangnya.
“Aku hanya membeli kemeja dan dress.” Jawab Donghae seadanya tanpa mengaihkan pandangannya pada Sunghee. Pagi-pagi sekali Sunghee sarapan di kamarnya, sementara Donghae membeli baju di toko pakaiannya terdekat dengan hotel, mungkin Donghae adalah pelanggan pertama toko itu.
Sunghee memutar bola mata, “Tapi tidak kebesaran juga,” Donghae menatap Sunghee dan memang kemeja merah yang menutupi dress kotak-kotak berdominan merah itu cukup besar digunakan Sunghee.”baju raksasa siapa yang kau bawa?” kesal Sunghee.
“Kenapa kau gunakan keduanya seperti itu. Pilih memakai dress atau kemeja saja.” Donghae seakan tidak mendengar protes Sunghee malah ikut menceramahi Sunghee. Tentang cara Sunghee berpakaian. Sunghee menghela napas menahan amarahnya.
“Leher dress itu terlalu bawah sedangkan kemeja aku tidak punya celana lain selain yang kemarin yang kupakai.” Keluh Sunghee mengerucutkan bibirnya tidak sengaja.
“Kau tahu ini sudah ukuran terkecil di toko.” Ujar Donghae menghampiri Sunghee, meraih tangan Sunghee dan melinting lengan kemeja itu sampai siku sedangkan Sunghee memperhatikan gerak gerik Donghae dari dekat, ia merasa tubuhnya menegang ketika melihat Donghae hendak membuka kancing atas Sunghee. Tangan Sunghee menghentikan Donghae, “Apa yang kau lakukan?” geram Sunghee, menatap tajam mata Donghae.
“Hey culun, kau ini sedang memakai dress tapi mengancingkan kemeja sampai atas begini.” Sunghee pasrah Donghae membuka dua kancing atas kemeja itu, Donghae melakukannya seperti telah biasa membuka pakaian wanita. Sunghee sedikit beranggapan apakah Donghae lelaki hidung belang. Pikiran negatif itu sebenarnya untuk mengalihkan degub jantung Sunghee, entah apalagi yang bisa mengalihkan detak jantungnya.
Donghae kembali melihat ke dalam tasnya dan membawa sebuah slayer abu-abu. Donghae berdiri di belakang Sunghee menatap punggung Sunghee yang merupakan tipe idealnya. Jujur saja Donghae memang tipe yang mengagumi punggung cantik –menurutnya sangat nyaman. Wanita memang harus nyaman dan menetramkan bagi Prianya bukan?
‘Jika saja Sunghee ini tidak menyebalkan’ ujar Donghae membatin.
Segera Donghae hilangkan pikiranya tentang Sunghee, sudah cukup ia terlalu banyak terbebani dengan masalah ini. Tangan Donghae melewati celah tangan Sunghee dan mulai memasangkan slayer abu-abu itu. Sunghee menegang, langsung mengangkat lebih tinggi agar tangan tidak menyentuh tangan Donghae dan membuat dirinya meremang. Sunghee menahan napasnya karena Donghae sedang memasang slayer itu. Degup jantung Sunghee seperti teriakan supporter bola di Indonesia, ia sangat takut Donghae mampu mendengar sayup genderang jantungnya.
Backhug?
Serasa ingin Sunghee pingsan saja, kakinya lemas, belum pernah ia sedekat ini dengan seorang laki-laki. “Kenapa tegang?” Tanya Donghae pelan, berusaha menggoda Sunghee yang sibuk menetramkan gejolak jantungnya. Donghae masih mengikat slayer itu dibelakang sehingga tidak melihat wajah Sunghee merona merah muda. Dan Sunghee bersyukur karenanya.
“Tidak.” Bantah Sunghee dengan suara sedikit bergetar, ia mengigit bibir bawahnya menyadari tingkah suaranya. “Cepatlah, mengikat itu saja lamanya sampai es di kutub meleleh.” Lanjut Sunghee. Di balik Sunghee, Donghae tersenyum puas. Sementara Sunghee wajahnya tegang sekali.
Donghae menarik pundak Sunghee dan memeluk Sunghee dari belakang, melingkarkan tangannya melewati leher jenjang Sunghee. “Jangan bohong. Cara berbohong wanita ada 2. Saat menantang mata lawan bicaranya dan tidak berhadapan dengan lawan bicaranya. Ah! Jika menunduk tidak terhitung berbohong tapi kau berbicara denganku tanpa melihatku berarti kau berbohong.” Donghae semakin mati-matian menahan tawanya merasakan Sunghee meremang.
Sunghee membelalak terkejut dengan pelukan tiba-tiba dari Donghae. Kata-kata umpatan untuk Donghae semuanya tersedak di ujung tenggorokan. Sunghee semakin tercekat akibat pelukan Donghae yang semakin mengerat, bahkan dengan berani Donghae menempelkan hidungnya di pipi Sunghee.
“Rilex, babe. Aren’t we married?” bisik Donghae tepat di telinga Sunghee, membuat bulu kuduknya meremang semuanya.
“Bukan!” teriak Sunghee segera melepaskan pelukan Donghae. Reaksi Sunghee menjadi suguhan menarik bagi Donghae sehingga ia tertawa terbahak-bahak. Tidak mampu menahan tawa untuk menjatuhkan harga diri Sunghee. “Tertawa sepuasmu!” Sunghee yang naik darah dan malu keterlaluan pergi menuju kamar mandi. Yang terpenting tidak ada di ruangan bersama Donghae
“Hey! 1 jam lagi kita harus ada di bandara.” Teriak Donghae dari luar. Sunghee terus saja merutuki reaksinya yang berlebihan juga membuat Donghae merasa menang.
Sunghee memukul-mukul kepalanya, “Bodoh! Bodoh! Sungguh memalukan kau Lee Sunghee.”

.
.
.

[Jika jatuh jangan menangis, dirimu carilah obatnya. Jangan cari di tempat yang jauh justru obat itu selalu datang bersama sakit yang dirimu derita. Obat itu ada di sampingmu. Menunggumu dari pencarianmu yang sia-sia.]

Incheon International Airport telah penuh sesak oleh blitz kamera menunggu kedatangan pemberi berita besar tahun ini. Pencari berita itu semua dengan semangat telah memberikan pemberitaan mengenai Donghae. Aktor terbaik Korea itu telah merahasiakan acara pernikahannya di Siena, Italy.
Mereka segera berlari menuju pintu kedatangan dari luar negeri setelah diketahui jam kedatangan Donghae, tak lupa kemera untuk memberikan berita secara langsung. Donghae merasa belum ada wartawan tahu soal pernikahanya itu berjalan seperti biasa dan di sampingnya ada Sunghee yang menundukan kepalanya sepanjang jalannya.
Tiba-tiba Donghae melihat pemburu berita itu mengepungnya. Ia tarik Sunghee ke dalam pelukannya, menutupi seluruh wajah Sunghee dengan membenamkannya di dadanya.

“Donghae-ssi, apa benar wanita ini adalah istrimu?”
“Mengapa Donghae-ssi menutupi pernikahanmu di Siena?”
“Kabarnya ia berkebangsaan Italy hanya saja ia Orang Korea asli, apakah itu benar?”
“Bisakah kami mewawancarinya?”
“Dan menurut sumber terpercaya. Ia menemukan surat nikah Donghae-ssi dengan seorang wanita bernama Lee Sunghee.”

Blitz itu tidak ada jeda mengambil setiap pergerakan kecil Donghae dan Sunghee. Sunghee hanya diam saja, ia terkejut sebab baru menyadari Donghae begitu di puja di Negara ini. Mendengar ratusan kali bunyi blitz membuat Sunghee ikut memeluk pinggang Donghae erat. Terkejut dengan dunia keartisan Donghae.
Kemudian datang sejumlah security mengamankan Donghae yang juga tidak mengatakan hal apapun. Tidak juga sangkalan untuk berita tersebut. Sudah cukup biasa gossip sering menerpanya tetapi sikap diamnya banyak khalayak mempertanyakannya karena issue apapun tidak pernah sedikit pun Donghae merasa terganggu. Mungkin jika beritanya mengenai hubungan spesial yang tidak benar adanya Donghae mudah untuk diam tetapi ini pernikahannya. Dan memang benar adanya, bukan gossip.
Dan yang paling Donghae sesali ia telah membuang bukti ia telah menikah di pesawat.
Donghae menduga ada wartawan yang mengikutinya selama di Siena. Donghae berserta Sunghee dalam pelukannya berjalan tertatih melewati lautan pemburu berita itu. Security telah membuat barikade untuk memberi jalan dan ada juga yang membawakan barang-barang milik mereka berdua. Tapi keadaan semakin ricuh dan tidak terkendali bahkan Donghae yang pusing karena serangan tiba-tiba ini semakin pusing dengan tubuh Sunghee yang bergetar ketakutan dengan hebat.
Donghae melepaskan kaca mata hitamnya, “Bisakah kalian beri jalan? Dia ketakutan! Aku janji setelah ini akan menjawab pertanyaan kalian.” Nada suara Donghae benar-benar menekankan bahwa ia sedang dalam mood yang buruk dan ingin segera keluar dari kerumunan itu. Akhirnya semua lumayan tenang dan mulai memberi jalan untuk Donghae juga Sunghee dalam pelukannya lewat.

.
.
.

Donghae memandang Sunghee marah. Menyalahkan Sunghee atas apa yang terjadi padanya. Pemberitaan ini siapa yang bisa menanggung. Pernikahan ini sungguh aneh dan mampu membuat karier yang di bangun Donghae selama bertatun-tahun itu hancur dalam sekejap. Sunghee hanya terdiam setelah duduk di van Donghae, masih shock dengan kejadian di bandara.
Mood Donghae dalam keadaan yang buruk sehingga ingin rasanya ia menelan Sunghee hidup-hidup. Perempuan ini bahkan ikut menyulitkan dalam menghindari wartawan tadi. Meski faktanya Donghaelah yang pertama memeluk Sunghee. Tapi tetap saja Donghae ingin menyalahkan segala hal yang buruk menimpanya itu adalah kesalahan Sunghee dan juga cincin itu. Kedua cincin yang melingkar di tangan Donghae dan Sunghee. Donghae muak melihat cincin itu tetapi apalah dayanya jika cincin itu sama sekali tak bisa dilepaskan dari jarinya. Mungkin lain kali ia akan mencoba melepaakannya
Ponsel Donghae berdering, ia merasa buruk setelah ia tahu ibunya yang menelepon. Sungguh ia tidak ingin mengangkat telepon ibunya dan dimarahi habis-habisan oleh wanita yang melahirkannya itu. Donghae lebih bersyukur jika yang memarahinya adalah managernya.
Donghae terpaksa mengangkat telepon itu, “Yeoboseyo. Eomma.”
“Mana wanita yang membuat Donghae ada di seluruh media massa? Berikan ponselmu! Ibu ingin bicara.” Terdengar suara lantang seorang wanita dari ujung sambungan telepon. Donghae memandang sekilas Sunghee yang mungkin juga telah mendengar nada keras orang yang menelepon Donghae itu.
“Tapi eomma ia–
“Berikan sekarang juga Lee Donghae! Kau dengarkan ibu ingin bicara dengan wanita itu.” potong ibu Donghae.
Donghae memandang Sunghee kasihan. Ibunya mirip sekali dengan segala macam tokoh jahat di dunia ini. Bisa habislah Sunghee di tangan ibunya itu. Belum lagi fans fanatik Donghae, Elfishy. Sungguh habislah riwayat Sunghee.
Sekali lagi Donghae mengabaikan rasa kasihannya. Menyerahkan ponsel itu pada Sunghee.
“Ibuku ingin bicara.”

0o0o0

TBC or END?

FF // GIVE ME A REASON // CHAPTER 2 [end]

Just Give Me A Reason

o0o

Present by Lee Haesung

My facebook account ‘Fuji Hartini Leehaesung’
Main cast :
. Siwon Choi
. Jaehee Kang
Genre : Romance, hurt, married life, songfict.
Length : Twoshoot.
Rate : Teenage.
Disclaimer : All casts not mine. This fiction is mine.
Warning : Typo(s) dan cerita yang alurnya selalu maksa dan EYD yg blm sempurna.
A/N : Please enjoy the story. I hope.

o0o

“Ne, aku sangat mencintainya. Hanya saja aku terhalang dengan pernikahan juga karena aku mengandung darah dagingmu, tapi sekarang tidak lagi. Syukurlah dia juga masih mau menerimaku kembali.”

o0o

Jaehee menunggu bus di sebuah halte dekat restaurant tadi. Ia memaksa Donghae untuk tidak banyak bertanya tentang Siwon dan jangan mengantarnya pulang karena Jaehee ingin sendiri saat ini. Begitu banyak hal yang harus dicerna yeoja yang tengah mengandung tersebut hingga kepalanya mulai terasa berat. Ia mengelus perutnya, “Semua akan baik saja ‘kan?” ujarnya pelan.
“Mau kemana kau?” teriak seseorang dari seberang, ternyata Siwon. Siwon bersandar di kap mobil audy kesayangannya itu. Jaehee menghentikan elusannya itu, dan menatap malas namja itu.
“Pulang.” Jawab Jaehee singkat tanpa berteriak. Karena jalanan tersebut lumayan sepi jadi Siwon mampu mendengarnya jelas.
“Naiklah.” Ujar Siwon. Ingat bukan ajakan tetapi perintah semena-mena dan dilarang untuk dilanggar.
Jaehee memutar bola matanya malas, “Tidak terima kasih. Aku pulang sendiri saja.” Ujarnya pelan sebab perutnya terasa perih. Namun masih ada Siwon disini ia pun menahannya sebisa mungkin.
Siwon berjalan cepat menghampiri Jaehee tanpa melihat kanan-kiri dan tidak mengatahui bahwa sebuah mobil mengarah padanya. Hingga..
BRAKKKK
Tubuh mungil itu berlumuran darah.

o0o

“Nyonya Choi mengalami benturan hebat di perutnya sehingga mengganggu kandungannya, kami berusaha menyelamatkan kedua akan tetapi kami butuh kepastian Anda untuk kemungkinan terburuk jika harus mengangkat janin tersebut.” Jelas Dokter setelah keluar dari ruang operasi untuk memberitahukan keadaan Jaehee pada Siwon.
“Hamil?” kaget Siwon. “Istriku sedang mengandung?” tanya Siwon memastikan.
“Ne, apakah Tuan tidak tahu? Usia kandungannya menginjak sekitar 9 minggu.” Ujar Dokter itu.
Siwon masih mencoba mengerti hal sungguh tidak terduga ini, “Ia belum mengatakan padaku dokter.” Lirih Siwon, menenangkan dirinya sendiri. “Lakukan yang terbaik dokter. Selamatkan istri terlebih dahulu.” Ujar Siwon mendapatkan kesadarannya kembali bahwa dokter itu butuh kepastian untuk mengoperi Jaehee.
Siwon menjatuhkan dirinya di kursi tunggu itu. Siapapun gugup seperti ini kala menunggu operasi selesai. Sungguh Siwon terpuruk dengan melihat nyala lampu ruang operasi itu belum juga redup. Tetapi jika redup akankah ia mendapatkan hasil baik?

.

“CHOI SIWON KAU APAKAN CALON CUCUKU!” bentak yeoja paruh baya itu sembari memukul kepala Siwon tertunduk dalam duduknya. Siwon tak berusaha menghindar dari pukulan Eommanya itu meski datanganya pukulan terus bertubi-tubi.
“Yeobo tenanglah ini rumah sakit.” Ujar namja paruh baya memeluk Eommanya –Appa Siwon.
“Tidak bisa! Anak ini membuat aku kehilangan cucuku! Bagaimana aku bisa tenang?” geram Eomma Siwon. Suaminya menarik pelan istrinya yang mengamuk berniat memberikan pukulan terus menerus duduk di kursi seberang Siwon duduk tertunduk.
“Sebenarnya apa yang terjadi Siwon-ah?” tanya yeoja paruh baya lain –Eomma Jaehee. Ia menggenggam tangan Siwon erat.
“Aku harus memukul anak itu, yeobo. Dia telah membuat anak perempuanku berbaring di meja operasi.” Marah Eomma Siwon. Tetapi air mata telah penuh di wajahnya terlalu terpukul dengan berita buruk –sangat buruk menimpa Jaehee dan calon cucunya.
Siwon menegakan duduknya, menatap sedih dengan mata memerah menahan air matanya turun. “Maafkan aku Eommoni, semua salahku.” Eomma Jaehee kemudian memeluk Siwon. Menangis sedih di pelukan itu.
“Tidak ada yang salah disini. Ini sudah takdir.” Ujar Eomma Jaehee lirih, isakan tertahan yeoja itu bertambah membuat Siwon merasa bersalah luar biasa. “Kau mencintainya begini aku tidak akan menyalahkanmu.” Siwon seakan tertohok mendengar Eomma Jaehee menyangka ia tidak pernah menyakiti Jaehee sedangkan perselingkuhannya saja Jaehee diam. Walaupun Siwon tahu Jaehee memiliki namja lain tetapi orang pertama berselingkuh adalah dirinya.
Appa Jaehee menepuk-nepuk pelan punggung Siwon yang masih memeluk Eomma Jaehee. “Jaehee akan sembuh, sebaiknya kau tenangkan dirimu.” Siwon mengangguk di dalam pelukan itu.
Setetes air matanya pun jatuh, mengiringi langkah kesedihan menderanya hatinya.

.

Setelah operasi selesai dokter langsung memindahkan Jaehee ke ruang perawatan di UGD. Dokter hanya memperbolah seorang saja yang masuk dan menunggui Jaehee. Eomma Jaehee masuk terlebih dahulu tetapi tak lama kemudian menyuruh Siwon saja yang masuk. Siwon perlahan masuk, menghampiri Jaehee terbaring di ranjang rumah sakit itu dengan wajah pucat dan selang infus di tangan kanannya.
Siwon duduk di kursi sebelah kiri Jaehee, menatap wajah Jaehee meningkatkan kadar rasa bersalahnya. Ia pikir mungkin jika ia tidak memaksa Jaehee ikut dengan mobilnya bayi dalam kandungan Jaehee akan selamat juga Jaehee tidak perlu berada di rumah sakit.
Tangan Siwon menggenggam tangan mungil itu, membawa tangan itu dekat dengan pipinya. Mengeluskannya pelan, merasakan dingin tangan itu akibat anastesi operasi tadi.
Siwon mengecup tangan itu lama, “Maaf.” Lirih Siwon. Air mata itu tak sanggup ia bending lagi. “Maafkan aku.” Ulang Siwon, mengeratkan genggaman tangannya. Ia tertunduk mengelus tangan Jaehee sementara dirinya terus mengulang kata maaf pada Jaehee.

o0o

Mata itu terbuka perlahan membiasakan matanya dengan sinar matahari yang menyusup melewati jendela ruangan itu. Seluruh tubuhnya terasa remuk ketika beusaha menggerakannya, tetapi tangannya berat karena genggaman seseorang.
Jaehee melihat kesamping mendapati tangannya di genggam Siwon, Jaehee ingin membangunkan Siwon namun untuk mengeluarkan sepatah kata pun sangat kepAppaan jadi Jaehee mengeratkan tangannya agar Siwon terbangun. Usahanya membuahkan hasil saat Siwon mulai terbangun dan menatap mata Jaehee lekat.
“Sudah bangun?” tanya Siwon lembut, tangannya mengelus rambut Jaehee. “Aku panggil dokter, eoh?” Siwon hendak beranjak tetapi Jaehee menahan tangan Siwon.
Siwon kembali duduk di tempatnya, melihat Jaehee lemas dan kembali tertidur membawa genggaman tangan Siwon berada tepat di atas perutnya.
‘Satu hal yang kusesali dalam hidupku. Tidak sempat mengelusmu, nak.’ Batin Siwon. Tanpa sepenglihatan Siwon, Jaehee meneteskan air matanya. Firasat seorang ibu, namun ia menguatkan diri bahwa ini hanya mimpi. Setelah bangun semua baik-baik saja.

.

Jaehee menyandarkan dirinya di kepala ranjang itu di sangga oleh bantal agar lebih nyaman. Siwon nampak salah tingkah karena tidak tahu lagi bagaimana menyampaikan keadaan Jaehee.
“Apa yang ingin kau katakan?” tanya Jaehee lemah. “Kau mau minta maaf karena aku kecelakaan?” tebak Jaehee. Ia hanya tersenyum miring, “Tidak perlu.”
“Bayi–
“Ada apa dengan bayiku?” potong Jaehee langsung menegakan duduknya menatap Siwon menuntutnya melanjukan kalimatnya dengan cepat. Belum pernah Siwon setakut dan segugup ini menyampaikan sesuatu hal pada orang lain apalagi ini Jaehee.
“Dia tidak dapat diselamatkan akibat benturan kecelakaan tadi malam.” Siwon menghela napas dalam, takut-takut ia terus memperhatikan ekspresi wajah Jaehee.
“Hm, Siwon-ssi ini sungguh tidak lucu.” Ujar Jaehee tersenyum miris, ia tidak bisa menerima berita ini. “Kumohon hentikan.” Mohon Jaehee tapi wajah Siwon tak juga berhenti membuat mimik sedih membuat Jaehee terpaksa menghentikan senyumnya.
“Maaf~” ujar Siwon membungkuk.
Jaehee geram melihat Siwon, ia cabut sekaligus infus di tangannya lalu turun dari ranjangnya. “Tidak mungkin dia meninggalkanku seperti ini! Dia mungkin sedang menungguku!” teriak Jaehee histeris. “Jangan berbohong lagi Choi Siwon!”
Jaehee melempar semua yang ada di ruangan itu termasuk vas bunga mawar di nakas, tiang penyangga infus, juga keranjang buah di sana. Membuat ruangan itu kacau. Jaehee menghampiri Siwon, mengguncang pundak namja yang lebih tinggi darinya, melupakan kakinya yang menginjak serpihan kaca vas.
“KATAKAN KAU SEDANG MEMBOHONGIKU!” bentak Jaehee. Siwon tidak tahu lagi membuat Jaehee tenang, apapun yang dikatakannya akan selalu menyakiti Jaehee saat ini.
Siwon memeluk Jaehee, Jaehee menangis mendarah daging. “Kumohon terima kenyataan pahit ini.” Lirih Siwon tepat di telinga Jaehee. Jaehee berontak dari pelukan itu, namun sia-sia.
Jaehee kumpulkan seluruh kekuatannya lepas dari pelukan Siwon dan kemudian berhasil, “Aku menyembunyikannya darimu juga kedua orang tua kita agar dia bisa lahir dengan selamat lalu kita bercerai baik-baik. Kau bahagia dengan yeoja itu dan aku tentram bersama bayiku.” Ujar Jaehee menangis sejadi-jadinya. “tapi kenapa kau selalu saja membuat hancur rencanaku? Aku siap menjadi janda di usia 22 tahun agar dirimu bebas dariku tapi kenapa kau membuatku kehilangan bayiku.” Tangisan itu semakin pilu untuk Siwon saksikan sehingga ia pun turut meneteskan air mata.
“Aku harus mencarinya Choi Siwon! Biarkan aku mencarinya.” Lirih Jaehee. Memukul dada Siwon agar membiarkannya pergi.
Beberapa saat kemudian tubuh Jaehee melemas dan jatuh pingsan.

o0o

The moment I’ve always dreamed about breaks down.
And after everyone believed would stay by me, leaves.
I’m left alone.

Seminggu kemudian Jaehee diperbolehkan dokter pulang. Jaehee pun meyakinkan Appa dan Eommanya ia akan baik-baik saja dan menyuruh mereka kembali ke Kanada karena tidak lama lagi akan ada acara besar disana dan Appanya sebagai duta besar di sana haruslah menghadirinya. Pertamanya Eomma Jaehee menolak karena tidak tega meninggalkan Jaehee tapi Siwon ikut membantu meyakinkan jadi meraka berdua akhirnya terbang ke Kanada setelah mengantar Jaehee pulang ke rumahnya –rumah Jaehee dan Siwon.
Sedangkan orang tua Siwon harus kembali ke New York sebab adik Siwon di sana sakit dan perusahaan pusat di New York tidak bisa ditinggal lama oleh Appa Siwon.
Dan mengenai kecelakaan malam itu, keduanya sepakat tidak menceritakan yang sebenarnya.
“Jika kau lalai menjaga anak Eomma lagi, mati kau, Choi!” ancam Eommanya. Eomma Siwon memeluk Jaehee, “Eomma pergi dulu, Chagi. Jaga kesehatanmu, makan dengan baik. Dan jika Choi ini melakukan hal buruk telepon Eomma, Eomma yang akan menghabisinya.” Eomma Siwon melepaskan pelukannya dan memberi death glare pada Siwon.
“Jaga kesehatanmu, Jaehee-ah. Maaf tidak bisa lama menungguimu.” Ujar Appa Siwon.
Jaehee tersenyum, “Ne, tidak apa-apa. Aku telah merasa baikan jadi tidak usah khawatir.”

.

Jaehee memasukan pakaiannya kedalam koper besar. Dan juga buku-buku designnya serta ‘baju keluarga’ yang susah payah ia menjahitnya semalaman. Baju bayi yang sangan lucu itu membuat tangisannya tidak terbendung.
Ia menghapus air matnya kasar, kembali berbenah.
“Mau kemana kau?” tanya Siwon yang telah ada di depan pintu kamarnya yang tidak ia tutup.
Jaehee menatap tajam Siwon, “Aku benci kau menanyakan itu padaku.” Ujar Jaehee mengalihkan pandangannya dari Siwon. “Aku akan menginap di rumah temanku selama beberapa hari, tolong juga buatkan surat cerai untuk bercerai secepat mungkin.” Jaehee selesai dengan kopernya dan berjalan melewati Siwon tanpa menoleh lagi.
“Biarkan aku mengantarmu.” Ujar Siwon menahan tangan Jaehee dari belakang.

.

Mobil hitam itu berhenti di depan rumah minimalis bercat coklat itu. Jaehee membuka sabuk pengamannya dan ingin segera turun namun tangan Siwon mencekal Jaehee.
“Apa kau mencintai namja itu?” tanya Siwon. “Apakah aku dan bayi kita tidak berarti bagimu?”
“Ne, aku sangat mencintainya. Hanya saja aku terhalang dengan pernikahan juga karena aku mengandung darah dagingmu, tapi sekarang tidak lagi. Syukurlah dia juga masih mau menerimaku kembali.” Jelas Jaehee, Siwon sungguh tertohok dengan penjelasan Jaehee yang terkesan dingin bahkan ia merelaka bayinya terlalu cepat menurut Siwon, “Bayi itu tentu juga sangat berarti untuk setiap Eomma di dunia ini, siapapun Appanya.” Lanjut Jaehee kemudian turun membawa koper besarnya masuk ke pekarangan rumah itu. Dua kali Siwon merasa dikuliti harga diri dan martabatnya sebagai seorang namja. Namun ia bisa apa, memang kesalahan banyak timbul darinya.
Siwon masih dapat melihat Jaehee menunggu seseorang membukakan pintu rumah itu. Siwon sungguh menyesali pernah bersama yeoja lain karena keegoisanya. Bahkan ketika kecelakaan Siwon mabuk dulu ia malah menyalahkan sepenuhnya pada Jaehee. Dan yeoja itu hanya menerima saja tuduhan itu.
Siwon membelalakan mata melihat yang membuka pintu itu adalah Donghae. Teman yang dimaksud itu teman specialnya ternyata. Dan tanpa canggung Donghae memeluk Jaehee membuat Siwon marah sakligus sedih karena ia sudah kehilangan kesempatan untuk punya hak melarang yeoja itu bersama dengan namja lain walaupun ia telah memutuskan hubungannya dengan Sooyoung.
Jaehee masuk seraya dirangkul Donghae mesra. Siwon putuskan tidak lebih lama ada ditempat itu.

.

“Donghae-sunbae.” Lirih Jaehee melihat Donghae yang membukakan pintu rumah Haesung.
“Ne, aku tahu namaku Donghae jadi jangan terus memanggilku Donghae apalagi embel-embel Sunbae itu. Aku bosan.” Celoteh Donghae.
Jaehee tersenyum, “Kenapa Oppa ada disini?” tanyanya heran.
“Ini kan rumah kekasihku apa tidak bolah aku kemari?” ujar Donghae sedikit pura-pura kesal sembari mengusak rambut Jaehee lembut.
“Benar juga.” Ujar Jaehee mengangguk.
Donghae memeluk Jaehee erat, “Jaehee-ah. Maafkan aku baru tahu hal ini.” Ujar Donghae lirih.
Jaehee membalas pelukan sepupu tercintanya itu, “Aniya, aku baik-baik saja. Eomma menceritakan semuanya ya?”
Donghae melepaskan pelukannya dan mengangguk. “Baiklah dirumah Haesung pabo tidak boleh sedih. Ayo masuk dongsaeng-ku tercinta.” Donghae membantu membawakan koper Jaehee sedangkan ia sudah di dorong masuk olah Donghae ke dalam rumah.

.

“Eomma, Jaehee sudah datang.” Teriak Donghae dari ruang tengah.
Beberapa saat kemudian datang seorang yeoja peruh baya menggunakan apron hijau dari dapu pastinya,“Ah~ annyeonghaseyo Ahjumma.” Sapa Jaehee membungkuk dengan formal.
“Annyeong ini Jaehee ne?” ujar Eomma Haesung tersenyum, “panggil Eomma saja, ikan ini juga memanggil Eomma.” Ujarnya membuat Donghae dan juga Jaehee terkekeh. Eomma Haesung memang mudah akrab.
“Aigo Eomma,” Donghae langsung memeluk Eomma Haesung, “Aku ini calon suami si pabo jadi tidak apa-apa kan?” ujar Donghae dnengan manja.
Eomma Haesung tersenyum, kemudian menyentil hidung Donghae, “Bahkan anak ini memanggil pabo anak Eomma Jaehee-ah.” Ujar Eomma Haesung.
Ketiganya lalu larut dalam sebuah tawa, “Kalian akrab sekali, calon mertua dan calon menantu.” Ujar Jaehee iseng.
“Tentu saja.” Ujar Donghae dan seenaknya mengecup pipi Eomma Haesung.
Eomma Haesung hanya mampu geleng kepala dengan sikap Donghae, “Panggilkan Haesung ikan mokpo.” Suruh Eomma Haesung.
“PABO! JAEHEE DATANG!” teriak Donghae.
Eomma Haesung bersiap untuk menghadiahkan pukulan tapi terhenti saat Donghae memasang muka melas, karena kasihan jadi urung niatan Eomma Haesung, “Eomma bilang kan dipanggil bukan diteriaki begitu.” Nasihat Eomma Haesung.
“Malas Eomma, jika menyangkut pekerjaannya mendesign dia pura-pura tidak ingat punya kekasih.” Elak Donghae.
Tiba-tiba dari lantai dua terdengar derap langkah kaki cepat sebab berlari, “Jaehee-ah! Kau sudah datang.” Pekik Haesung, antara ingin ikut sedih dengan apa yang menimpa Jaehee tapi ia ingin menghiburnya agar tidak bersedih. “Ayo Jaehee kita ke kamarku biarkan ikan ini yang menemani Eomma.” Ajak Haesung. Akhirnya Haesung dan Jaehee naik ke lantai dua tepatnya kamar dari Haesung.
“YA! Seenaknya saja.” Teriak Donghae dari lantai satu namun masih dapa Haesung dan telinga lain dengar.
Haesung memutar bola mata dan berdecih pelan, “Dia suka teriak-teriak di rumahku, mhonmaafkan si pabo itu.” Jaehee tersenyum. “IKAN BAWAKAN KOPER JAEHEE KE KAMARKU!” teriak Haesung.
‘Eonni juga suka teriak-teriak.’ Batin Jaehee. Ia terkekeh pelan.

.

Setelah membereskan isi koper Jaehee ke dalam lemari Haesung, keduanya duduk bersila di atas tempat tidur hendak segera tidur sebab sudah lima menit lalu jam menunjukan tengah malam, “Apa Appa Eonni tidak dirumah?” tanya Jaehee berbasa-basi.
“Ia ada dinas keluar kota. Makanya ia mengizinkan Donghae menginap.” Jawab Haesung. Ia bingung harus bersikap seperti apa.
“Keluarga Eonni dekat sekali dengan Donghae.”
“Dia memang mudah diterima Appa dan Eomma,” ujar Haesung. “Ngomong-ngomong Jaehee-ah, apa kau baik-baik saja?” tanya haesung hati-hati.
“Tidak Eonni. Aku merasa buruk sekali.” Jawab Jaehee jujur.
Haesung tersenyum tipis, “Eonni tidak akan menyuruhmu untuk bercerita ta–
“Tapi kau ingin cerita padamu Eonni.” Potong Jaehee.
Haesung menggengam tangan Jaehee, “Aku mendengarkan.” Ujarnya.

o0o

keesokan harinya Haesung memaksa Jaehee agar jangan pergi kuliah dulu demi kepulihan kesehatan Jaehee yang semakin menurun. Jika soal tugas akhir bisa dititpkan pada Haesung dan konsep cerita sudah ditulis layaknya karya tulis. Dan Jaehee tidak bisa banyak menolak sebab ia menyadari Jaehee butuh ketenangan sementara ini.
Sementara Haesung yang telah mengetahui seluruh kejadian sebenarnya merencanakan sesuatu bersama Donghae. Yaitu pertama, menjelaskan bahwa Donghae bukan kekasih gelap Jaehee dan Jaehee mencintai Siwon dan apakah Siwon juga mencintai Jaehee. Dan itu akan dilaksanakan oleh Donghae.
“Jadi aku yang kau utus?” tanya Donghae. Haesung tersenyum seram dan membuat Dongahe sedikit gentar jika Haesung sudah serius merencanakan sesuatu. Karena Donghae tahu, Haesung itu licik dan egois demi keinginannya –walau keinginan Haesung baik tapi cukup menyeramkan juga. Tidak pernah yeoja itu serius dalam hal lain selain design dan jika buku sketsanya hilang.

o0o

I don’t wanna have him.
I don’t wanna be greedy.
Just let me love him the way I do.

Telepon diruangan cukup luas itu berdering dan Siwon menekan tombol untuk disambungkan, “Sajangnim, ada yang mencari Anda. Namanya Lee Donghae.” Ujar sekertaris barunya yang sekarang adalah seorang namja. Entahlah ia jadi anti dengan sekertaris bergender yeoja.
“Suruh ia masuk.” Ujar Siwon singkat kemudian memutuskan sambungan telepon itu.
Masuklah Donghae ke ruangan itu, “Angin apa membuatmu datang kemari?” tanya Siwon dingin.
“Apakah kau memperlakukan tamu tidak baik begini padahal ia belum duduk sama sekali.” Sindir Donghae yang betah berdiri sedangkang Siwon duduk di singgasanannya.
Siwon berdiri dari duduknya, menghampiri Donghae dan mempersilahkan Donghae duduk di sofa panjang ruangan itu sementara ia duduk di sofa tunggal. “Silahkan duduk,” Ujar Siwon.
“Apa kau tahu siapa aku?” tanya Donghae.
“Kekasih Jaehee.” Jawab Siwon. Agak kesal memang mangakui Donghae secara frontal tetapi terlihat lemah di hadapan musuh bukan tipe Siwon. “Kau juga tahu aku suaminya bukan?” ujar Siwon sarkastis.
Donghae tersenyum, “Tentu saja.” Tiba-tiba hilang senyum itu tergantikan sebuah seringai meremehkan, “Tapi sayang aku bukan kekasih Jaehee.” Ujar Donghae. Siwon menaikan alisnya pertanda kurang mengerti maksud Donghae.
“Aku ini sepupu jauh Jaehee dari pihak Eommannya.” Ujar Donghae, Siwon merasa tertohok sempurna. “Jaehee hanya ingin terbebas dari pernikahan bersamamu maka ia tidak menjelaskan ini padamu.” Lanjut Donghae.
Dipikiran Siwon berkecamuk semua hal yang terjadi dan mungkin akan terjadi. Bagaiman bisa ia menuduh istrinya berselingkuh bila ternyata Siwonlah yang berselingkuh, Siwon juga telah menjdi penyebab kepergian calon bayinya sendiri. Perceraian di depan matanya namun Siwon masih menginginkan kesempatan kedua.
“Apa kau mencintai Jaehee?” tanya Donghae membuyarkan lamunan panjang Siwon.
“Haruskah aku menjawab? Setelah aku memilih putus dari kekasihku deminya bahkan sebelum insiden kecelakaan itu.” Ujar Siwon. “Aku justru tidak yakin ia mencintaiku.” Lanjutnya.
Donghae berdecih kecil, “Tuan pintar tentunya karena sudah menjadi president direktur tapi begitu buta tentang cinta.” Ujar Donghae sinis.
“Tidak yakin bagaimana? Bukankah setiap hari ia menjalankan perannya sebagai istri meski suaminya selingkuh? Apa pernah Jaehee selingkuh atau memintamu untuk menjauhi yeoja itu?” tanya Donghae kesal. “Jangan hitung aku selingkuhannya karena aku juga sudah mempunyai kekasih.” Lanjutnya. “Pernikahan ini masih bisa diselamatkan, asal di antara kalian mau berinisiatif.” Donghae menawarkan sebuah solusi. Mungkin untuk kali ini Siwon harus percaya bantuan seseorang ini.
“Mencintai itu sulit. Bukan hanya mudah mencemburuinya juga akan sakit tanpanya. Ungkapkan sejujurnya agar ia mengerti. Penyesalan seorang namja adalah saat ia kehilangan yeoja yang mencintainya karena kesalahpahaman. Kau akan mengenangnya sebagai cacat harga diri.” nasihat Donghae. Siwon terdiam, ia harus bicara apa? Barulah kali ini ia kehilangan kata-kata oleh namja dengan umur dibawahnya ini.
Donghae beranjak berdiri dan menghampiri pintu itu, lalu berbalik, “Oh ya rumah kemarin adalah rumah kekasihku.” Ujar Donghae sebelum benar-benar pergi.
Siwon masih merenungkan apa yang akan ia lakukan sekarang.

o0o

As I look upon you.
Getting farther and farther away.
I still can’t believe this moment is goodbye.
Such sweet memories had soaked our two hears.
How can we forget those memories?

Siwon berdiri mematung di depan pintu rumahnya, memandang sebuah tempat tidur bayi dan di dalamnya terdapat beberapa pakaian. Matanya menerawang tidak di tempatnya, membayangkan ketika bahagianya Jaehee menjahit pakaian-pakaian ini. Ia merunduk, menjangkau kertas yang terselip di antara pakaian itu. Siwon membawa barang-barang itu masuk bersamanya.
Ia menaruh benda itu di sampingnnya sementara Siwon duduk di sofa panjang itu. Membaca deretan kalimat di sana hati-hati.
[Tema : Cinta, pernikahan, keluarga.
Aku telah menikah dengan seorang namja bernama Siwon –Choi Siwon. Kukira pernikahan ini akan berjalan biasa saja karena alasan pernikahan ini adalah sebuah perjodohan. Tetapi aku menghadapi perselingkuhannya, lalu aku biarkan. Saat itu aku belum mencintainya dan pura-pura tidak tahu tentang hal itu.
Satu hari..
Aku mengharapkan pelukanmu.
Sedangkan tangan-tangan itu sedang merengkuhnya.
Demamku tinggi malam itu, aku hampir pingsan hanya untuk mengambil minum. Kemudian ia datang, meski wajahnya terlihat terpaksa. Namun ia mengobatiku dan memelukku sampai dini hari ia mendapat telepon dari kekasihnya. Ketika itu aku tahu, dan Siwon tahu bahwa aku tahu.
Aku mendamba senyumanmu.
Sedangkan bibir itu sedang menciumnya.
Hari itu aku mendapatkan hasil tes kesehatanku dan mendapati diriku nyatakan positif hamil. Aku tidak tahu harus senang atau sedih. Jadi aku datang ke kantornya untuk tahu bagaimana reaksinya. Akankah ia tersenyum senang? Kemudian aku membuka pintu kantornya. Siwon tengah mencium kekasihnya yang juga sekertarisnya. Kuurungkan niat awal ku datang ke sana.
Hari itu juga, aku sadar satu hal. Aku mencintainya.
Tetapi ia tidak mencintaiku.
Walaupun ia menyakitiku tapi aku tetap mencintainya, memilih ada di sampingnya selama yang aku bisa.
Aku menanti tatapan sayangmu.
Sedangkan mata-mata itu sedang mengukung parasnya.
Aku ingin perasaan yang tulusmu.
Sedangkan hati itu selalu sedang menujunya.
Maka di detik itu juga aku tahu hanya akan ada rasa sakit dan penyesalan karena mencintainya. Mencintai yang tidak mencintai, itu membuatku patah hati. Tapi aku sadar cinta datang dan pergi dengan caranya dan menangis dan menyesal hanya akan menyiram lukaku yang menganga dengan alkohol. Percuma menyesali sesuatu yang telah terjadi.
Lalu aku biarkan, kupikir lebih baik menyembunyikan kehamilanku bahkan pada orang tuaku. Aku akan bercerai dengan Siwon, lalu melahirkan bayiku tanpa diketahuinya –meski aku tahu bila ia tahu pun tak akan merubah perceraian kami yang sudah di depan pelupuk mata.
Aku memperparah masalah ini dengan tidak menjelaskan kesalahpahaman di antara kita berdua. Siwon menyangka aku menenui namja lain –kekasihku, ia pikir. Baiklah, aku jawab ‘ya’ sementara namja yang kutemui itu adalah sepupuku. Dulu Eommanya pernah berbaik hati pada Eommaku ketika ia kehilangan orang tuanya, maka di anggaplah keluarga. Dan mana mungkin aku menjalin hubungan dengannya sedangkan ia telah memiliki kekasih –dia juga temanku, jadi tak mungkin aku setega itu.
Tapi, aku tidak menjelaskannya.
Pada awalnya baik saja hingga kecelakaan itu. Kecelakaan yang membuatku kehilangan bayiku. Jiwaku seperti terbang bersama kepergiannya, aku masih jelas mengelusnya dalam perutku tetapi aku sekarang sendiri. Kenyataan itu begitu pahit bagiku.
Ini, harusnya ketika ia lahir kedunia. Pakaian ini akan dikenakannya. Bentuk cintaku padanya. Bahkan aku menjahit cincin pernikahanku di topi hangatnya. Agar ia tahu Eommanya mencintainya, melebihi cintaku pada Siwon.
Aku pikir akan bisa memakai pakaian couple dengan Siwon ketika bayiku lahir meski itu hanya harapan bagiku sebab pada kenyataanya aku tak akan berani memberikannya.
Hubunganku dengan Siwon semakin memburuk dan sepertinya kami akan bercerai dalam waktu dekat. Dan pakaian-pakaian ini akan jadi hadiah yang tidak tersampaikan.

Jaehee, Kang.]

Namja itu menangis memeluk kertas itu. Tangannya membawa baju bayi itu ke dalam dukanya, memeluk erat juga cincin bertahtakan berlian itu mampu menusuk relung hatinya. Entah dirimana Siwon dapat mengalirkan air mata begitu banyaknya. Ia sungguh menyesal dengan semua yang pernah ia lakukan. Isakannya tertahan saat melihat bordir di tangan baju itu.

‘Malaikat Jaehee & Siwon’

o0o

“Bagaimana Eonni apa sudah?” tanya Jaehee penasaran.
“Tentu saja. Bahkan Jung-Sam sangat puas dengan hasil yang kau berikan. Hanya nilaimu yang mendapatkan A.” helas Haesung ikut semangat menjelaskannya.
“Jeongmal? Sungguh melegakan sekali.” Ujar Jaehee senang. Setidaknya ia tidak membuat kuliahnya terbengkalai seperti pernikahannya yang tidak jelas statusnya.
“Bahkan Jung-Sam langsung menerima pesanan baju yang kau design untuk publikasi besar-besaran.” Lanjut Haesung.
“Jinjja?” kaget Jaehee.
Haesung mengangguk, “Minggu depan premiernya. Jung-Sam dan perusahaan itu juga akan ada disana. Tentu saja kau harus datang. Pakaian bayi itu juga akan dipakai oleh beberapa bayi dari sebuah panti asuhan.” Jelas Haesung.
Jaehee memeluk Haesung, “Aku bahagia sekali Eonni.” Ujarnya.

o0o

Haesung mengendap-endap masuk ke sebuah ruangan berisika grand iano berwarna hitam miliknya. ‘Mumpung Eomma dan si pabo tidak ada’ batin Haesung. Ia duduk di kursi itu, menekan beberapa tombol touchscreen ponselnya, kemudian bunyi tersambung pun menyambutnya.
“Yeoboseyo.” Sapa Haesung.
“Ada apa Haesung-ssi?” tanya Siwon malas.
“Bukankah kau ingin memastikan perasaan Jaehee?” tanya Haesung.
“Bagaimana caranya?”
“Diam saja dan dengarkan baik-baik. Ini bantuan mahal, karena tagihan teleponku akan membengkak setelah ini.” Ujar Haesung langsung meletakan ponselnya dekat piano itu tanpa memutuskan sambungan tadi.
Terdengar suara piano yang Haesung mainkan. Dan sesuai arahan Haesung, Siwon hanya diam mendengarkan sebuah lagu one republic itu dengan tenang. Jaehee kebetulan ada di ruang tengah kemudian berdiri di pintu, tidak ingin mengganggu bait lagu dan not-not musik yang Haesung lantunkan. Ini pertama kalinya Jaehee melihat Haesung memainkan piano sambil bernyanyi.
Lagu yang menyindirnya. Secrets.
“Something that I can confess.”
“From all the truth that I’ve said.”
“Shiny big black cars.”
Rahasia yang Jaehee simpan untuknya. Bahkan terlalu sulit ia mengakui sesuatu yang keluar dari hatinya. Rahasia yang tidak boleh diketahui pemilik shiny-big-black-cars.

“So tell me what you want to hear.
Apa yang ingin kau dengar Siwon-ah?
Something that were like those years.
Apa yang kau dan aku rasakan setahun ini?
I’m sick of all insincere.
Apa yang akan kau rasakan jika kubilang aku sakit dalam luka?
So I’m gonna give all my secret away.
Apa yang terjadi jika kubuka rahasiaku?

Haesung menyadari kehadiran Jaehee yang melamun kemudian menatapnya dengan senyuman membuat Jaehee tersenyum kikuk. Haesung melanjutkan baris berikutnya dengan menatap Jaehee.

This time.
Don’t need another perfect lie.
Don’t care if critics never jump in line. I’m gonna give all my secrets away.”

Haesung mengakhiri lagu yang dinyanyikannya dan menyuruh Jaehee ikut duduk di kursi piano itu, “Suaraku merusak lagu” komen Haesung pada suaranya sendiri.
Jaehee menggeleng, “Tidak. Bagus sekali Eonni.” Ujar Jaehee.
“Jaehee-ah, jujur aku penasaran dengan perasaanmu pada Siwon.” Ujar Haesung hati-hati, Jaehee terdiam, “Maaf jika aku mengungkapkan hal yang tidak ingin kau bahas.” Lanjut Haesung tersenyum kaku.
Jaehee menyentuh tuts piano itu pelan, “Aku mencintainya. Namun–
“Sudah jangan dilanjutkan.” Potong Haesung. Ia tersenyum, Haesung tahu jika Jaehee akan bilang belum siap mencintai Siwon dan namja itu akan putus asa jika mendengarnya. “Belajarlah mencintainya lagi. Jaehee-ah.” Lanjut Haesung.

o0o

Bold – Donghae
Bold, Italic – Haesung
Bold, Italic, Underline – Donghae & Haesung

Hari premier peluncuran resmi pakaian design Jaehee dipublikasikan. Tamu-tamu dengan balutan pakaian resmi telah memenuhi ruangan hall di hotel bintang lima itu. Jaehee tidak membayangkan acaranya bisa semeriah dan begitu besar padahal design yang dibuatnya sepertinya masih dibawah standart untuk peluncuran besar-besaran seperti ini. Ia memandang kesamping kanannya. Terdapat Haesung dengan dress hijau toska sleeveless dan butiran Swarovski menghiasi lingkar lehernya. Sedangkan Jaehee memakai dress berwarna yellow bright dengan Sabrina neck.
“Eonni aku tegang sekali.” Ujar Jaehee gugup.
Haesung tersenyum, “Tenang saja.” Ujar Haesung. Donghae kemudian menghampiri Haesung dan Jaehee, balutan tuxedo sungguh melekat pas untuk Donghae bersama kemeja berwarna sama dengan Haesung.
“Ayo sudah saatnya.” Kata Donghae.
“Maaf Eonni baru bilang.” Ujar Haesung pada Jaehee, Jaehee tersenyum. “Eonni jadi pengisi acara malam ini, tunggu di sini saja. Nanti terakhir kau akan masuk.” Jelas Haesung.
“Ne, aku mengerti bos!” ujar Jaehee, mereka bertiga terkekeh kecil. Donghae mengarahkan tangan kirinya dan Haesung menyambutnya. Berjalan kearah backstage panggung. Panggung megah yang jika di lihat dari atas terlihat seperti huruf ‘T’ capital dan di belakang terdapat layar LCD besar.
Jaehee menunggu dengan tenang ditempatnya sampai lamp di ruangan itu mati semuanya. Sempat Ia terkejut hingga lampu dari stage menyala dan menampakan Haesung di sisi kanan stage dan Donghae di sisi kiri stage. Di layar pun nampak sebuah video yang di mulai menampakan bayi yang telah memakai pakaian design Jaehee.

“Right from the start. You were a thief.” Haesung memulai nyanyiannya sementara video di layar terus menampakan bayi-bayi dengan pakaian yang sama –pakaian yang di design sendiri oleh Jaehee. “You stole my heart. And I your willing victim. I let you see the parts of me. That were not all that pretty. And with every touch you fixed them.” Jaehee terpana melihat seluruh malaikat kecil itu tertawa bersama pakaian yang sempat ia pikir akan jadi barang tanpa pemilik kini dipakai. Nyanyian itu pun membawa kenangan ia memdapat kesempatan untuk beberapa bulan menjadi seorang ibu. Bagaimana ia mendapatkan malaikat itu hadir dalam chaos pernikahannya. “Now you’ve been talking in your sleep oh oh. Things you never say to me oh oh. Tell me that you’ve had enough. Of our love, our love.” Haesung menekankan pada things-you-never-says-to-me dengan gerakan tangannya seolah ia ingin seseorang sadar akan makna dari lirik itu. Dan Jaehee itu untuk dirinya.
“Just give a reason. Just little bit’s enough. Just a second we’re not broken just bent. And we can learn to love again.” Lirik lagu itu membuat Jaehee terpaku lebih dalam. Ia pikir, apakah salah ia tidak memberikan penjelasan apapun meski ia bukan pihak yang benar-benar salah? Juga apakah memang bisa ia kembali bersama Siwon tetapi Jaehee tahu ia hanya mengalami cinta bertepuk sebelah tangan. Dan gambar bayi dengan pakainya itu membuatnya kembali ingat dengan ingatan yang sudah ia usahakan untuk sedikit melupakannya. Masih tayangan itu berputar. Hall hening, lantunan lagu saja yang terdengar. “It’s in the stars. It’s been written in the scars on our heart. We’re not broken just bent. And we can learn to love again.”
Kemudian nampak seorang namja dan yeoja memakai pakaian yang di design oleh Jaehee bergandengan tangan melewati stage sampai keujung. Yeoja itu, Sooyoung dan namja yang Jaehee lihat kemarin. Sooyoung bahkan menggendong seorang bayi dengan pakaian bayi yang ia jahit sendiri dengan tangan sampai luka jarum di tangannya meninggalkan bekas cukup banyak. Mereka berpose dan kemudian berjalan kembali. Jaehee sangat terkejut kenapa harus yeoja itu?
“I’m sorry I don’t understand. Where all of this is coming from. I thought that we were fine.” Donghae melantunkan kelanjutan lagu itu, menatap Jaehee. Jaehee sadar itu. “Oh, we had everything.” Kemudian sedetik lanjutnya pandangan Donghae dan Haesung saling bertemu.
“Your head is running wild again. My dear we still have everythin’. And it’s all in your mind.” Donghae kembali menatap Jaehee yang kini berkaca-kaca karena video yang ditampilkan penuh dengan bayi yang menurutnya malaikat kecil dari Tuhan dan dirinya merasa telah menyia-nyiakan malaikat kecilnya karena kesalahannya. “Yeah, but this is happeni’.” Sekarang Haesung yang menatapnya –mungkin bukan pada Jaehee tetapi ia merasa sungguh terus saja di singgung.
“You’ve been havin’ a real bad dreams oh oh. You used to lie so close to me oh oh.” Jaehee tahu Donghae dan juga Haesung berusaha menyadarkannya dan itu berhasil Jaehee sekarang merasa bersalah telah berbohong pada dirinya, bahwa ia tidak sakit melihat perselingkuhan Siwon dan bahwa ia juga tidak menjelaskan siapa Donghae sebenarnya dan kehadiran malaikatnya. Banyak yang ia sembunyikan bahkan perasaannya sendiri. “There’s nothing more than empty sheets. Between our love, our love. Oh our love, our love.” Donghae mengampiri Haesung dan berhenti tepat ditengah stage lalu Haesung berjalan ke tengah dengan menyanyikan partnya bersama Donghae. Keduanya tersenyum memandang satu sama lain.
“Just give a reason. Just little bit’s enough. Just a second we’re not broken just bent. And we can learn to love again.” Donghae menyanyikannya dengan wajah yang menyiratkan keseriusan, ‘Jika saja itu Siwon’, batin Jaehee. Ia menggelengkan kepalanya berusaha mengenyahkan pikirannya itu. “I never stopped. You’re still written in the scars on my heart. You’re not broken just bent. And we can learn to love again.” Donghae memegang dada kirinya saat you’re-still-written-in-the-scars-on-my-heart seolah benar ia sakit dengan rumitnya romansa seperti Jaehee
“Oh tear ducts and rust” Haesung menggerakan tangannya seolah ‘tear’ mengalir di pipinya.
“I’ll fix it for us.” Donghae mengambil tangan Haesung itu.
“We’re collecting dust. But our love’s enough.”
“You holding it in.” Donghae mengenggam tangan Haesung, kemudian menciumnya cepat.
“You’re pouring a drink.” Haesung melepaskan tangan itu paksa.
“No nothing it as bad as it seems.” Kemudian part bersama ‘tidak seburuk yang terlihat’.
“We’ll come clean.” Setelah falset terakhir Haesung. Ia berjalan turun dari panggung menuju Jaehee yang sedari tidak sadar jika ia telah menitikan air mata. Penyesalan karena ia tidak memperjuangkan Siwon meski dari awal ia tahu Siwon sudah jadi segalanya baginya.
“Just give a reason. Just little bit’s enough. Just a second we’re not broken just bent. And we can learn to love again.” Donghae juga turun menuju arah berlawan dari Haesung, Haesung sudah berada tepat di depan Jaehee. “It’s in the stars. It’s been written in the scars on our heart. That we’re not broken just bent. And we can learn to love again.” Donghae sedikit berlari sementara part Haesung. Menuju seseorang yang jaraknya cukup jauh dari Haesung dan Jaehee.
“Just give a reason. Just little bit’s enough. Just a second we’re not broken just bent. And we can learn to love again.” Seluruh tatapan tamu mengarah pada keduanya. Donghae pun sudah berada di hadapan seseorang yang Jaehee tidak bisa melihatnya sebab ia pun terkejut Haesung menyanyi tepat di depannya seperti ini. “It’s in the stars. It’s been written in the scars on our heart. That we’re not broken just bent. And we can learn to love again.” Haesung membawa tangan Jaehee untuk ke stage sedangkan Donghae menarik seseorang itu.
Hingga Jaehee melihat namja itu, Siwon. Pandangan mereka bertemu sebelum Jaehee menyerah dan memalingkan wajahnya.
“Oh,” Donghae mengarahkan Siwon agar mendekat ke arah Jaehee di tengah panggung itu. “We can learn to love again.” Haesung juga menuntun Jaehee mendekat, menekankan sedikit lirik lagu tersebut dan memandang Jaehee dengan senyuman.
“Oh, we can learn to love again.” Donghae menepuk pundak Siwon sekilas. Memberikan sedikit semangat karena Siwon agak patah arang ketika Jaehee tidak mau menatapnya.
“Oh oh, that we’re not broken just bent.” Haesung menggenggam tangan Jaehee yang sudah dingin itu. ‘Just bent, Jaehee.’ Mata Haesung menyiratkan hal itu dan Jaehee tidak ingin berharap banyak dari ini.
“And we can learn to love again.” Kemudian Donghae dan Haesung meninggalkan stage diiringi tepukan tangan yang meriah tamu undangan, tersisa Siwon dan Jaehee di panggung itu.

.

Siwon kemudian berdiri menghadap ke arah tamu undangan dan Jaehee juga mengikuti hal itu karena gesture kecil Siwon yang mengarahkannya hal itu. Jaehee tidak sadar ia sudah terbiasa dengan gerakan kecil apapun namja jarang bicara itu.
“Kali ini,” Siwon menghela napas sejenak, “Saya dari Hyun Dai Departement Store akan meluncurkan product terbaru di departemant store kami. Sebuah karya cinta dari yeoja yang berdiri di sampan saya ini.” Siwon memandang Jaehee di sampingnya. Jaehee kikuk juga jika dipandang dengan serius di acara resmi begini. Jaehee mengetahui Siwon mempunyai perusahaan departemant store terkenal tetapi ia tidak menyangka Jaehee harus bertemu dan Siwon menjadi salah satu penyandang gelar dalam karier Jaehee.
“Dia adalah istri saya, Kang Jaehee.” Jaehee membelalakan matanya terkejut, mengakuinya sebagai istri sedangkan pernikah tertutup ini tengah di ujung tanduk.
“Ia seorang mahasiswa jurusan fashion design. Tangan yeoja inilah yang menjahit sendiri pakaian yang kalian lihat hari. Pakaian untuk keluarganya. Untuk calon bayi kami di surga sana.” Ujar Siwon. “Aku mengaku telah menyakitinya.” Lanjut Siwon memberanikan menarik tangan Jaehee dan menggenggamnya erat. Para tamu undangan itu terpana, bagaimana mungkin seorang president director itu telah menikah diam-diam dan mengakui ia telah menyakiti yeoja itu tetapi menyelenggarakan acara peluncuran besar-besaran. Jaehee diam menyadari tangan Siwon begitu dingin, ‘Gugupkah ia? Tapi kenapa?’, pikir Jaehee.
“Kesalahan terbesarku padanya adalah menjadi penyebab kematian calon bayi kami.” Ujar Siwon, genggamannya mengerat tanpa memandang Jaehee. “Kali ini saja,” lirih Siwon.
“Sedikit saja aku ingin menebus salahku,” Siwon menatap Jaehee, Jaehee tercengang dengan mata itu. Mata itu tersirat kesedihan yang tidak pernah ia lihat. “Maaf jika sedikit yang bisa aku lakukan.” Ujar Siwon sedetik kemudian setetes air mata mengair di pipinya namun segera ia hapus dan menghadap kepada para tamu.
Masuklah Sooyoung bersama namja itu dengan seorang bayi dalam gendongannya. Menghampiri Siwon dan Jaehee di tengah panggung. “Gendonglah bayi itu, Jaehee-ah.” Suruh Siwon. Jaehee mengambil bayi itu dari Sooyoung, “Maafkan aku, Ny. Choi.” Lirih Sooyoung membungkuk. Jaehee hanya tersenyum kaku, menggendong bayi itu. Sooyoung masih mengingat kata-kata Siwon, ‘Jadilah model untukku bersama namjamu itu. Untuk membayar sedikit kesalahanku padanya.’
“Namanya Jaewon.” Ujar Siwon, Jaehee larut dalam senang menggendong bayi dengan balutan baju jahitan tangannya itu. Jaehee menatap Siwon untuk menjelaskan apa maksudnya.
“Ia sudah aku adopsi.” Lanjut Siwon, Jaehee terbelalak kembali terkejut. “Jaewon bersama bayi-bayi dalam tayang itu. Semuanya adalah anakku.” Para tamu pun ikut terkejut. “Maukah kau –bersamaku menjaga malaikat-malaikat kecil itu?” tanya Siwon, tangan besar Siwon menghapus air mat Jaehee yang entah kenapa mengalir.
“Aku pasti tidak sanggup mengurus mereka sendiri bukan?” Siwon turut mengalirkan air mata yang sedari tadi ia pendam. Ia tersenyum miris Jaehee diam dalam tangisnya, sedangkan Jaewon terus menarik cincin ditopinya dengan riang. “Please, stay.” Mohon Siwon.
Cincin itu pun akhirnya terlepas dan jatuh tepat di kaki Jaehee, Jaehee menyerahkan Jaewon ke gendongan Siwon. Siwon tercekat, sungguh ia tidak sangguh kehilangan semuanya dalam satu waktu.
Jaehee memungut cincin itu dan menatap wajah sedih Siwon, “Hadiah paling indah yang pernah kau berikan padaku.” Ujar Jaehee tersenyum meski pandangannya mengabut karena digenangi air mata. “Tapi kau bukan Tuhan yang dapat mengembalikan bayiku.” Lanjut Jaehee dan secara tiba-tiba Jaewon menangis.
Siwon berusaha menenangkan Jaewon, memeluk Jaewon erat takut ia tidak nyaman. Senandung kecil keluar dari bibir tebal Siwon. Jaehee terus memperhatikan sampai akhirnya ia mengambil alih Jaewon. Jaewon langsung berhemti menangis dan malah tertawa-tawa.
Jaehee menatap Siwon, “Benarkah mereka malaikat-malaikatku sekarang?” tanya Jaehee memastikan, Siwon hanya mengangguk. Jaehee menyodorkan cincin itu, “Pasangkan kembali.” Ujarnya pelan.
Siwon tersenyum lega. Sungguh lega, detik berikutnya ia langsung memeluk tubuh Jaehee dan Jaewon dalam gendongannya. Pelukan pertama yang penuh makna.

o0o

Taman belakang rumah besar itu penuh warna-warni bunga dan anak-anak berlarian dan beberapa pengasuh menggendong bayi duduk di bawah langit cerah dan wewangian kebuan bunga mini di sana. Tak jauh dari sana Siwon tidur di atas pangkuan Jaehee. Jaehee mengelus rambut hitam Siwon sambil memperhatikan malaikat-malaikat kecilnya.
Siwon sedikit bersenandung ria, mungkin karena lagu itu cocok dengan dirinya.
“Baby someday I’ll find a way to say. Just what you mean to me. But if that day never comes along. And you don’t hear this song. I guess you’ll never know.”
Jaehee hanya tersenyum mendengar suara Siwon yang standart sekali namun makna yang ingin ia sampaikan membuat seburat merah muda di pipi putih tanpa cela itu.
“It came over me in a rush. When I realized that I love you so much. That sometimes I cry. But I can’t tell you why. Why I feel what I feel in. Feel what I feel inside.”
Siwon mengakhirinya dengan kecupan singkat di bibir tipis Jaehee. Lalu membaringkan diri kembali di pangkuan Jaehee.
“Maafkan aku.” Ujar Jaehee. Senandung itu pun sejenak terhenti.
“Kenapa?” tanya Siwon heran.
“Aku tidak bisa membuatmu menggendong malaikat kacil dari rahimku.” Ujar Jaehee sedih.
Siwon tersenyum, memeluk erat perut Jaehee. “Hanya tinggal 5 bulan lagi Haewon lahir sayamg.” Siwon mengecup perut Jaehee, “Benar ‘kan apa kata Appa, Haewon-ah?”
Malaikat kecil Tuhan datang dari surga tetapi lewat rahim siapapun mereka akan jadi malaikat bagi Jaehee dan Siwon. Jaewon kecil bersama teman malaikatnya membawa Haewon datang.
“Eomma!” teriak namja kecil berlari menghampiri Jaehee dan Siwon.
Malaikatku, Choi Jaewon.

o0o

The End

FF // GIVE ME A REASON // CHAPTER 1

Just Give Me A Reason

o0o

Present by Lee Haesung

My facebook account ‘Fuji Hartini Leehaesung’
Main cast :
. Siwon Choi
. Jaehee Kang
Genre : Romance, hurt, married life, songfict.
Length : Twoshoot.
Rate : Teenage.
Disclaimer : All casts not mine. This fiction is mine.
Warning : Typo(s) dan cerita yang alurnya selalu maksa dan EYD yg blm sempurna.
A/N : Please enjoy the story. I hope.

o0o

“Jujur aku memiliki kekasih di belakangmu. Aku mencintainya. Ia terlalu berharga untuk aku lepaskan dan dengan egois aku ingin memilikinya. Bisakah kita bercerai?”

o0o

You ask me why I’m still alone.
I just smile weakly.
I’m in love with someone.
Yes, I do have a lover.

Namja itu mengelus pipi yeoja di hadapannya lembut beserta tatapan cinta dari kedua manik matanya. Tak peduli jika tempat mereka memadu kasih adalah kantor namja itu. Sedari tadi tangan namja itu terus memeluk posesif yeoja berpipi merona karena rayuan sang namja yang dilayangkan begitu gencar.
“Seandainya jika kau mau menceraikan istrimu aku tidak akan di cap kekasih gelapmu, Siwon Sajangnim.” Ujar yeoja itu setelah mengecup bibir tebal namja itu –Siwon- singkat. Tiada rasa malunya yeoja itu memainkan tangannya di dada bidang Siwon.
Siwon tersenyum, “Sebentar lagi Sooyoung-ah. Setelah aku merekayasa hasil tes kesehatannya aku akan bercerai darinya dan segera menikah denganmu.” Sooyoung tersenyum puas atas jawaban yang diberikan Siwon untuknya. Siwon menarik tengkuk Sooyoung mendaratkan bibirnya kemudian melumat bibir tipis Sooyoung.
Sosok di depan pintu hanya dapat terpaku melihat Siwon mencium Sooyoung. Tangan sosok itu kembali menutup pintu ruangan itu. Melangkahkan kakinya pergi dari perusahaan milik suaminya itu.

.

“Kopinya, Agassi.” Ujar namja itu ramah, meletakan kopi hangat di salah satu meja di coffee shop yang di tempati oleh seorang yeoja. Yeoja itu menanggalkan tugas designnya dan melihat namja itu. Sebelumnya ia memiliki hasrat untuk memarahi namja tidak sopan menurutnya itu tetapi urung setelah ia menangkap paras familiar namja itu.
“Donghae Sunbae.” Yeoja itu tersenyum pada namja itu –Donghae. Donghae duduk di hadapan yeoja itu sengaja tidak meminta izin duduk terlebih dahulu. Menyesap Americano itu tanpa melihat wajah sumringah yeoja itu memanggil namanya barusan.
“Apa kabarmu, Jaehee-ah?” Tanya Donghae ramah, lengkung tipis menghiasi bibir itu.
Jaehee memamerkan tugasnya, “Hanya tugas akhir inilah yang membuatku tidak baik-baik saja, selebihnya I’m fine.” Donghae terkekeh pelan mendengar jawaban Jaehee. Jaehee kemudian memasukan tugas sketsa design itu dalam tas khusus untuk gambar sketsa A4.
Donghae menggelengkan kepala, “Ah~ memang memeras otak mancari design yang di inginkan Jung-Sam.” Jaehee mengangguk setuju, tak hanya terlalu idealis dosennya itu tetapi berkelainan jiwa sebab setiap Hak-Saeng harus mempunyai tema berbeda dan setiap tema juga berkewajiban memiliki sebuah cerita nyata di dalamnya. Donghae mencondongkan tubuhnya lebih mendekat pada Jaehee, “kuberi rahasia Jung-Sam. Dia sangat menyukai roman picisan.”
Jaehee membulatkan mata sipitnya, “Benarkah? Sungguh aneh.” Donghae kembali duduk santai di dudukannya tadi. Tersenyum puas tahu jika informasi yang diberikannya benar-benar membuat Jaehee terkejut.
“Tentu saja.” Ujar Donghae bangga.
“Darimana Sunbae tahu rahasia Jung-Sam sedangkan Sunbae beda jurusan denganku?” heran Jaehee.
“Tidak kenal dengan Lee Haesung?” Donghae menaikan alisnya pertanda pasti jawaban ‘ya’ dari Jaehee.
“Dia kan asisten Jung-Sam, apakah Sunbae pacaran dengan Haesung-Sunbae? Sampai-sampai informasi rahasia seperti ini kau tahu.” Terka Jaehee menyipitkan matanya yang sudah sipit itu, memfokuskan menatap Sunbae sekaligus sepupu jauhnya itu.
“Ne, dia kekasihku.” Jawab Donghae singkat sembari tersenyum.
“Ah~ irinya.” Keluh Jaehee. “kalian pasangan unik, di kampus kalian seperti tidak mempunyai hubungan khusus tetapi –ternyata..” kalimat Jaehee menggantung. Teringat akan dirinya, merahasiakan pernikahannya bahkan Donghae pun tidak tahu perihal pernikahan itu. Orang tua Jaehee memutuskan merahasiakannya karena pernikahan ini hanya sekedar pemenuhan wasiat terakhir mendiang kakek dari kedua pihak –Jaehee dan suaminya. Segelintir orang tahu tapi Jaehee tidak ingin Donghae tahu. Ia rasa belum waktunya sesumbar pernikahan yang nantinya berakhir di meja hijau.
“Ternyata apa?” desak Donghae melanjutkan kalimatnya, tak kunjung dijawab Donghae melanjutkan, “Haesung pabo itu mennyuruhku menghindarinya saat di kampus. Malas mendapat gombalanku katanya.” Seperti tersadar dari lamunannya Jaehee memasang senyum terpaksa agar Donghae tidak kecewa pada Jaehee karena kurang fokus.
“Sunbae memang terlalu mudah mengeluarkan gombalan, kasihan Haesung-Sunbae harus melihatmu dikelilingi yeoja seantero kampus.” Ujar Jaehee sadar jika kalimat itu juga agaknya sedikit menyindirnya.
“Dia yang terbaik.” Jawab Donghae, ia melihat sekeliling Jaehee, “Ngomong-ngomong mana pacarmu, kenapa kau datang sendiri?” Tanya Donghae heran. Sepupunya itu kapan akan memikirkan tentang cinta.
Jaehee tersenyum lemah, “Tidak ada.” Ujar Jaehee lemah. “tapi ada seseorang yang aku cintai. Dan aku baru saja sadar mengenai hal itu hari ini.”
Donghae tersenyum senang, “Whoa~ sepupuku yang kaku ini telah menemukan cinta.” Donghae terkekeh kemudian tangannya terulur mengelus puncak kepala Jaehee lembut.
‘Dia juga membuatku patah hati dalam 1 waktu.’ Batin Jaehee.

o0o

You look at me with worried eyes.
And tell me to meet someone nice.
But you never know.
I already have someone special.
So precious that I hide inside.

Jaehee memasak makan malam untuknya saja, ia sengaja melupakan porsi makan suaminya. Ia pikir mungkin yeoja itu telah mengajak Siwon pergi makan di luar bahkan Jaehee menduga jika yeoja itu sedang bermanja agar Siwon terus menemaninya semalaman suntuk. Apron merah itu tak dilepas Jaehee lalu ia mendudukan dirinya di salah satu kursi di dapur dan memakan makam malam yang terlampau terlambat dari jam seharusnya.
Meski pendengarannya menangkap suara langkah kaki masuk ke ruang tengah –dekat dengan dapur– Jaehee putuskan tetap pada tempatnya. Diam dan kembali menyantap makanannya. Derap langkah itu semakin dekat membuat sejenak Jaehee menaruh sendok malas, selera makannya bertambah buruk.
Siwon memasuki dapur dengan terseok-seok seakan kakinya berat untuk melangkah. Menggapai air dingin di dalam kulkas lalu meminumnya kasar. Siwon belum menyadari apabila sedari tadi ia masuk ke dapur ada Jaehee memandanginya lekat. Rasa khawatir menjalari relung hati Jaehee menangkap tangan Siwon mengeluarkan darah segar. 1 tahun ini cukup untuk hatinya mengenal Siwon pastilah memiliki masalah sesius.
Siwon berbalik dan bertemu pandang dengan mata berkaca-kaca Jaehee. Keduanya terdiam di tempat, terpaku sendiri dalam diam. Jaehee rasa tidak apa-apa jika ia mengobati luka Siwon. Ia pergi meninggalkan Siwon lalu datang kembali membawa kotak P3K dan baskom berisikan air hangat. Menaruhnya di meja dapur, Jaehee meraih tangan Siwon yang tidak terluka mengajaknya duduk di kursi dapur.
“Kenapa mengobati lukaku sementara aku sendiri melukainya?” heran Siwon ketika Jaehee memulai aktifitas mengobati luka di tangan Siwon dengan membersihkan darah yang keluar dari tangan kanan Siwon.
Jaehee menghembuskan napas, “Aku juga tidak tahu.” Jaehee menatap Siwon, “mungkin hanya basa basi kehidupan pernikahan.” Lanjut Jaehee santai –meski hatinya berteriak ia sangat khawatir– lalu kembali fokus pada luka itu.
“Benar,” lirih Siwon. Bau alkohol memenuhi penciuman Jaehee berasal dari Siwon. Entah berapa banyak Siwon minum sampai baunya begitu menusuk.
“Rasanya ini waktu yang tepat untukku mengatakannya.” Ujar Jaehee memulai memecah keheningan yang tiba-tiba mendera keduanya. “Aku harap kau telah menemukan seseorang yang juga berharga untukmu.” Lanjut Jaehee, ia beranikan menatap langsung mata Siwon. Bayangan menyedihkannya terpantul di manik itu.
Siwon mengangkat alisnya sebelah, menunggu lanjutan kalimat Jaehee, Jaehee menghela napas berat, “Jujur aku memiliki kekasih di belakangmu. Aku mencintainya. Ia terlalu berharga untuk aku lepaskan dan dengan egois aku ingin memilikinya. Bisakah kita bercerai?”
Mata Siwon terus lekat melihat wajah Jaehee, memastikan keseriusan kata-kata Jaehee. Tapi ia sadar pasti istrinya itu tidak terlalu bodoh untuk membuat lelucon seperti bercerai ini.
“Apakah namja di coffee shop?” Tanya Siwon datar. Pengendalian emosinya sungguh luar biasa jadi tak mudah menerawang apa saja dalam pikiran dan hati namja itu. Keluarga konglomerat telah melatihnya dengan sangat baik.
Jaehee terkejut, “Bagaimana kau tahu?” tangannya masih terampil mengoleskan alkohol. Dan ia lupa sampai menekan area luka itu.
Siwon meringis, ia juga menyesal menanyakannya. Seharusnya ia pada niatan awal untuk pura-pura tidak tahu dan menyibukkan diri bersama kekasih gelapnya –Sooyoung beserta pekerjaan tiada habisnya.
“Aku pergi bersama Sooyoung untuk makan siang di sana.” Jawab Siwon. Dia memang jujur apabila ia pergi bersama Sooyoung untuk makan siang tetapi Siwon tidak menceritakan bagian ia sengaja duduk di dekat meja Jaehee dan melihatnya bersama namja.
“Ah~ sekertarismu. Baguslah jika kau telah melihat kekasihku. Kapan-kapan akan aku perkenalkan secara resmi denganmu jika tidak keberatan. Kau pun tak akan kularang berhubungan khusus dengan sekertarismu. Dia cantik, tinggi juga langsing kalian akan jadi pasangan serasi.” Ujar Jaehee. Ia telah selesai mengobati luka itu.
“Apa kau datang ke kantorku?” Tanya Siwon hati-hati.
Jaehee berdiri dari duduknya, “Eonje?” Jaehee memastikan.
“Tadi pagi.” Jaehee tersenyum, “Tepat saat kalian berciuman.” Jawab Jaehee, segera berbalik. Jalannya terhenti akibat cekalan tangan Siwon.
“Dan kau tidak terganggu?”
“Tidak. Selama kau pun tidak terganggu dengan hubunganku.” Ujar Jaehee tanpa membalikkan tubuhnya –membelakangi Siwon.
“Pikirkan juga usulanku untuk bercerai, jika bisa secepatnya. Dan.. tidak usah membuat surat kesehatan palsu yang menyatakan aku tidak bisa mengandung. Kita akan tetap bercerai tanpa surat itu.” Lanjut Jaehee. Getaran hati Siwon semakin gelisah karena perceraian itu sepertinya sangat di inginkan Jaehee yang dulunya sama sekali tidak berniat menolak pernikahan ini. Perasaan aneh itu terus saja menggerogoti hatinya. Dan Siwon juga tidak tahu apa yang mengganggunya, apalagi perceraian ini juga ia menginginkannya.
Jaehee melepaskan genggaman tangan Siwon. Berjalan pergi benar-benar meninggalkan Siwon terpaku menatap punggung rapuh itu menjauhinya.
‘Jangan vonis aku tidak bisa mengandung sedangkan aku tengah mengandung anakmu. Siwon-ah.’ Batin Jaehee. Tangisan diamnya membawa langkah lemah itu menuju kamarnya.
“Jadi akhirnya akan seperti ini..” lirih Siwon. Tangan terbalut perban itu. Tangan Jaehee pernah memegangnya dengan khawatir.
Siwon sadar ia murka dan menghabiskan untuk menghajar orang tidak bersalah hanya karena melihat Jaehee bersama seorang namja. Dan Jaehee sadar ia harus menutupi kehamilannya itu.

o0o

This one for you and me.
Living out out dreams.
We’ll all right where we should be.
With my arms out wide.
I open my eyes,
And now all I wanna see is a sky full of lighters.

Kelas sudah berakhir beberapa saat lalu namun Jaehee masih betah berlama-lama di dalam kelas karena ia juga belum memutuskan akan kemana setelah kelasnya selesai. Semua tempat terasa membosankan baginya.
“Hi, Jaehee.” Sapa seseorang. Jaehee mendongak kemudian tersenyum, “Haesung-Sunbae.”
Haesung duduk di sebelah Jaehee, “Kemarin bertemu Donghae?” Tanya Haesung.
“Ne, apa Donghae-Sunbae menceritakannya?” Tanya Jaehee.
“Aku tidak akan membiarkannya berbohong dan tidak cerita padaku. Oh ya, Donghae pasti sudah mengatakannya kan?” Jaehee mengangguk, “semangat ya.” Lanjut Haesung.
“Ne, gamsahamnida Sunbae.”
“Panggil Haesung saja. Panggilan formal membuat namaku jelek.” Jaehee terkekeh, “Apa kau punya janji?” ujar Haesung sumringah.
“Hm.. tidak ada–
“Eonni tidak jelek.” ujar Jaehee tersenyum kaku, Haesung kemudian tertawa menyadari keadaan mereka sangat canggung.
“Tidak ada Eonni. Kenapa?”
“Kita pergi melihat pameran lukisan bagaimana? Kurasa akan banyak inspirasi di galeri itu. Tugas akhirmu pasti membutuhkan tema yang memukau sekalian juga kita mengakrabkan diri.” Jelas Haesung menarik langsung Jaehee yang baru saja menyampirkan tasnya.
“Benar kata Donghae-Sunbae, Haesung Eonni cerewet sekali.” Ungkap Jaehee jujur.
Haesung tertawa, “Benar juga kata Donghae pabo, Jaehee sangat pendiam tapi kata-katanya pedas.”

.

Suasana kantor sungguh genting ketika atasannya tidak puas –bahkan terlanjur marah dengan kinerja para pegawainya. Siwon merasa wajar ia memarahi Sooyoung atas tingkahnya yang terlampau teledor sehingga menghilangkan file proposal perusahaan.
“CHOI SOOYOUNG, SEBODOH INIKAH DIRIMU!” bentak Siwon marah pada yeoja tertunduk itu. Meski jabatan Sooyoung merangkap menjadi kekasih gelap Siwon tetapi profesionalisme pekerjaan tidak akan dicampur adukan oleh Siwon. Bahkan pegawai di luar pun dapat mendengar amarah Siwon melalui nada bicaranya karena jarang sekali Siwon semarah ini jika masalahnya tidak se-urgent ini.
“Joseonghamnida, Sajangnim.” Ujar Sooyoung membungkuk
“File proposal itu begitu penting untuk mendapatkan investor Kim sebagai mitra kerja, kau menghilangkannya dan seluruh pegawai akan menanggung kesalahanmu kau hanya bilang maaf padaku.” Geram Siwon, ia berdiri dari duduknya lalu berdiri menghadap jendela ruangannya itu. “Keluar!” titah Siwon dengan nada tidak bersahabat itu. Ia sungguh mengandalkan investor Kim ini untuk mendanai project baru yang perusahaannya. Namun jika file itu tak ada tidak akan ia dapatkan persetujuan dari investor tersebut, dan untuk mengulang diperlukan waktu sedangkan seorang investor tidak akan menunggu.
Tidak perlu dua kali diperintah keluar Sooyoung menunduk kemudian keluar dari ruangan kantor Siwon. Ia mengambil ponsel di sakunya, menekan beberapa tombol touch screen itu dan menelepon seseorang.
“Oppa, meeting dengan investor itu berjalan lancar?” tanya Sooyoung manja.
“Ne, berkat file darimu Soo-Chagi.” Jawab suara diseberang. Sooyoung tersenyum licik.

.

“Sudah menemukan hal menarik?” Tanya Haesung menghampiri Jaehee yang serius melihat lukisan sebuah taman itu.
Jaehee menoleh, “Belum Eonni, sungguh susah mencari ide.” Keluh Jaehee.
“Mau lihat lukisan kesukaanku tidak?” tawar Haesung, Jaehee mengangguk mengiyakan. Haesung dengan semangat menarik tangan Jaehee. ‘Kekanakan sekali sama seperti kekasihnya.’ Batin Jaehee.
“Ini dia,” tunjuk Haesung pada sebuah lukisan beberapa gedung. Ada arak-arakan pernikahan juda beberapa orang lainnya, “Apa bagusnya Eonni?” tanya Jaehee.
“Lihat yeoja yang berdiri sendiri itu?” Haesung menoleh dan melihat Jaehee mengangguk.
“Ia menggendong bayi?” tanya Jaehee memastikan, sekarang giliran Haesung mengangguk.
“Coba tebak kenapa raut wajah yeoja itu sedih melihat perayaan pernikahan itu? Dan siapa Appa dari anak yang di gendongnya?” tantang Haesung.
“Tentu saja sedih karena suaminya adalah pria di atas kuda itu –yang menikah itu.” Jawab Jaehee, meski ia pun tidak yakin dengan jawaban asal itu.
“Salah. Appa dari anak itu adalag namja di atap itu.” Tunjuk Haesung mengarah pada namja di atap.
“Bagaimana bisa Eonni?”
“Lihat saja arah pandangan kedua orang itu –namja dan yeoja itu. Namja kaya yang mungkin tidak bisa bersama dengan yeojanya. Cinta mereka tidak saling memiliki. Sedih bukan?” Haesung mulai berkaca-kaca menelisik lukisan itu lebih dalam. “Di dalam lukisan tidak selamanya pemerannya yang paling menonjol.” Lanjutnya.
“Ada 3 alasan kenapa cinta tidak bisa saling memiliki. Pertama ada salah satunya yang tidak membalas cinta, kedua ada cinta lain, ketiga karena tidak siap mencintai. Kurasa seperti itu.” Jelas Haesung. Terkekeh sendiri dengan petuahnya yang roman picisan sekali.
Perlahan Jaehee menenggelamkan dirinya melihat lukisan itu. Setetes air mata turun dari matanya. “Aku rasa aku pun tidak siap mencintainya, Eonni.”

.

Jalan menuju halte bus Jaehee dan Haesung habiskan dengan membicarakan banyak hal. Bahkan keduanya tak sungkan berbagi keluh kesahnya. Suasana terasa tidak secanggung pertamnya. Haesung juga tidak berusaha tahu makna kata-kata Jaehee terakhir. Rasanya tidak sopan kecuali jika nanti Jaehee cerita dengan sendirinya.
“Orang tua Jaehee diplomat ya?” tanya Haesung.
“Ne, mereka sekarang tinggal di Kanada.” Jawab Jaehee.
“Berarti Jaehee tinggal sendiri?” Jaehee mengangguk, ‘Ada Siwon pun aku tetap sendiri’ batin Jaehee. “Kapan-kapan menginaplah di rumahku, Eomma pasti senang Jaehee datang, Appa sering dinas ke luar kota jadi rumah pasti sepi.”
Jaehee tersenyum canggung, “Ne, kapan-kapan. Asal sediakan makanan enak saja Eonni.”
“Kata ikan pabo ‘pellet’ enak untuk di makan, Eonni akan siapkan yang banyak.” Haesung tertawa sedangkan Jaehee cemberut.
“Makanan manusia Eonni!” tawa Haesung semakin menjadi melihat wajah kesal Jaehee. “Aku ‘kan tidak satu species dengan kekasihmu.” Lanjut Jaehee.
“Geundae, Eonni..” lirih Jaehee, “sepertinya aku mempunyai ide untuk tugas akhirku juga cerita sedih tapi aku tidak akan menagisi cerita itu karena takdir dan nasib tidak bisa di ubah olah tangisan. Aku banyak belajar hari ini.” Jaehee memeluk Haesung, meski kurang mengerti Haesung membalas pelukan itu.
“Gomawo Eonni.” Gumam Jaehee. Haesung hanya tersenyum.

So hold up your lights, let it shine.

o0o

You, who came to me.
Who was full of loneliness and hurt.

Jaehee memasuki rumahnya bersama Siwon itu, menaiki tangga ke lantai dua tempat dimana kamarnya berada. Jalannya begitu perlahan, lelah yang didera tubuhnya tak selelah hatinya. Memikirkan bagaimana jika orang tuanya kembali saat mereka –Jaehee dan Siwon– berada di meja hijau untuk bercerai tetapi ia menyembunyikan seseorang di rahimnya. Buah kecelakaan 2 bulan lalu karena Siwon mabuk berat. Kelakuan presdir itu memang tidak terduga.
Orang tua Siwon mungkin akan memaksakan agar pernikahan ini terus berlanjut. Apalagi penerus yang diinginkan mereka telah hadir, tentu saja akan sulit bagi Jaehee dan Siwon berpisah sementara keduanya masih saja saling menyakiti satu sama lain. Di mulai dari Siwon yang tidak mau memutuskan hubungannya dengan kekasihnya.
Kemudian Jaehee yang tidak mau menjelaskan kesalahpahaman ini pada Siwon membuat pernikahan ini semakin berada di ujung tanduk perpisahan.
Jaehee membuka pintu kamar tapi betapa terkejut ia melihat Siwon tengah tertidur di ranjangnya. Wajahnya sungguh berantakan bahkan Siwon tidak sempat menanggalkan sepatu juga jas yang melekat di tubuhnya.
“Kenapa kau harus tidur di sini?” tanya Jaehee entah pada siapa, ia mendekati sisi ranjangnya mendekati tubuh kekar Siwon, pandangannya mengarah ke mata terpejam itu, “seharusnya aku tidak memperhatikanmu dengan lekat begini.”
Jaehee membantu membukakan jas, meski sulit ketika tubuh Siwon menggeliat. Juga melepaskan sepatu hitam itu. Jaehee kemudian duduk di lantai dekat dengan wajah terlelap Siwon. Mengulurkan tangannya mengelus pipi Siwon, Siwon bergerak menyamankan tangan Jaehee di pipinya. Jaehee tersenyum, “Adakah yang menyulitkanmu hari ini?” tanya Jaehee, jelas ia tahu bila Siwon tak akan menjawabnya.
“Hm,” lenguh Siwon seakan menjawab pertanyaan Jaehee, Jaehee memperhatikan mata itu masih tertutup dan ia rasa Siwon bahkan sampai memimpikan masalahnya berarti itu sungguh menyulitkan. Waktu tidur Siwon pun diganggu masalah itu.
Tangan lain Jaehee ia pakai untuk menyingkap rambut halus yang menutupi wajah Siwon, menyeka keringat dingin Siwon pelan agar Siwon tidak terganggu, “Semua masalah selalu ada jalannya. Carilah baik-baik, eoh?” Jaehee menyunggingkan senyumnya mendapati gerakan kecil Siwon yang seperti mengangguk padanya.
Jaehee melepaskan tangannya dari Siwon melangkah keluar dari kamar itu. Kamar itu memang miliknya namun jika ada Siwon tertidur di sana ia harus mau tidak mau tidur di kamar lain sebab Jaehee tidak ingin berada di kamar yang sama dengan Siwon. Berada di sekitar Siwon layaknya hidup di dunia tanpa oksigan dan membuatnya terus sesak napas. Terlebih ia tidak ingin bayinya terlalu dekat dengan Siwon. Riskan membiasakan bayi itu dekat dengan Appanya.
Sementara di kamar itu, Siwon membuka matanya. “Jaehee-ah,” lirih Siwon menatap ruangan itu tak ada lagi sosok Jaehee.

.

Can’t you hold me?
Can’t you hold my hands?
I need you now.

Jaehee membawa selimut tebal dan bantal dalam pelukannya bersiap tidur di sofa ruang tengah setelah tahu bahwa kamar tamu dikunci menggunakan pin angka. Jaehee malas menduga-duga isi kamar itu dan juga tidak ingin tidur di kamar Siwon jadilah sofa ini akan menemani tidurnya. Jaehee berbaring disana berusaha tidur namun dingin malam musim gugur terus mengganggunya.
Mata Jaehee telah tertutup dan akan pergi terlelap sebelum ada tangan yang menggeser tempatnya dan memeluknya tiba-tiba. Jaehee membulatkan matanya, “Siwon-ah?”
“Geser, aku ingin tidur disini.” Putus Siwon, membalikan Jaehee yang terlentang menjadi menghadapnya dan dipeluknya tubuh mungil itu erat. Sofa panjang itu terpaksa menampung keduanya. Jaehee hanya terpaku dalam kerterkejutannya.
“Bukankah kau sudah tidur tadi?” heran Jaehee. Mata Siwon tertutup meski Jaehee tahu dia belum tidur hanya saja tidak ingin menjawab pertanyaan Jaehee. “Perlu kau tahu sofa ini sungguh sempit untuk kita berdua.”
Jaehee masih tak bisa menutup matanya, Siwon semakin mengeratkan pelukannya, “Peluk aku.” Jaehee tidak mengerti, sikap Siwon membuatnya bingung menyuruhnya balik memeluk Siwon.
“Sebenarnya kenapa denganmu?” heran Jaehee, kaget tiba-tiba Siwon memeluknya erat. “Kau bahkan membuat selimut yang ku pakai jadi berantakan.” Keluh Jaehee mengelak dari perasaan hangat ketika tangan Siwon merengkuhnya. Tubuh mungilnya mengeliat resah karena sungguh terlalu dekat dengan Siwon dapat melumpuhkan sarafnya.
Tanpa membuka matanya, “Aku memerlukanmu memelukku.” Lirih Siwon. “Apa kau lebih suka aku pulang setelah menghajar seseorang? Saat aku dalam keadaan tidak baik, aku bisa jadi seseorang yang berbeda, kau paling tahu itu.” lanjut Siwon.
Jaehee memutar bola matanya malas, “Aku tahu dan ingat. Silahkan kau pergi sebelum melampiaskan kemarahanmu padaku. Yang kuinginkan adalah selimutku di atas lantai karena aku sungguh kedinginan.” Ujar Jaehee kesal. Siwon menenggelamkan kepala Jaehee didadanya meski Jaehee sedikit memberontak kini kepalanya telah bersandar dengan nyaman.
“Diam.” Ujar Siwon dingin walaupun tangan besar itu telaten mengusap punggung Jaehee teratur. Menjalarkan hangat untuk melewati malam dingin itu bersama.
Jaehee mengangkat tangannya dan memeluk Siwon, “Besok solusinya akan datang, percaya padaku.” Tangan Jaehee menepuk-nepuk pelan punggung Siwon. “Jalja.” Lirih Jaehee. Siwon tersenyum lega, entah jasa apa yang dilakukan Jaehee tapi Siwon merasa semua akan baik-baik saja esok.

o0o

Siwon berjalan cepat menuju ruangannya, kemudian berhenti di depan bilik-bilik yang menyekat ruang kerja karyawannya. “Ada apa Sajangnim?” tanya namja paruh baya di samping Siwon.
Telunjuk Siwon mengarah ke seorang namja muda di salah satu nilik, “Jang Seungwoo, kau karyawaan baru. Bawa berkas terdahulu dengan investor Kim di ruang berkas.” Siwon mengalihkan pandangannya pada namja lain, “Kau cari informasi terbaru investor Kim” sekarang telunjuknya mengarah pada yeoja berpangkat sekertarisnya itu.”Jangan masuk ke ruanganku.”
Pegawai di sana terkejut dengan larang Siwon pada Sooyoung sedangkan mereka tahu jika Siwon paling percaya pada sekertarisnya itu bahkan tidak ada di antara mereka yang mencium perselingkuhan Siwon.
Siwon kembali melanjutkan jalannya bersama namja paruh baya itu teru menjelaskan informasi yang dibutuhkan untuk mendapatkan investor ini. Siwon sesekali mengangguk mengerti.
Siwon duduk di kursinya sementara namja itu berdiri tepat di hadapannya, “Jadi kau menyimpulkan ada yang sengaja membocorkan file proposal kita?” tanya Siwon memastikan penangkapan indera pendengarannya benar.
“Ne Sajangnim, bahkan perusahaan lawan memakainya persis tanpa adanya perubahan.” Jawab namja itu.
“Untunglah file yang belum sempurna itu yang hilang. Setidaknya sekarang kita bisa membuat proposal baru.” Ujar Siwon, menerawang ke depan ruangannya, intuisi seorang pebisnis tidak sembarangan ia berani menyimpulkan prasangka tidak baik pada kekasih gelapnya itu.

o0o

Kedua yeoja itu duduk santai di bangku di bawah pohon rindang taman kampus di sela-sela kelas keduanya yang berbeda. Jaehee memperlihatkan designnya pada Haesung dengan semangat.
“Baju keluarga?” tanya Haesung memastikan, Jaehee mengangguk.
“Ne Eonni, baju sederhana tapi saat mengambarnya aku sangat bahagia. Apalagi untuk baju bayi ini. Jelekkah?”
Haesung tersenyum, “Tidak sama sekali, saranku untuk baju bayi ini jangan terlalu memakai banyak pernak pernik karena kulit bayi rentan terhadap benda kasar.” Haesung mengambil buku skechnya, menggambar beberapa hiasan dari border atau pun rajutan, “Bisa memakai hiasan seperti ini.” Ujar Haesung memperlihatkan gambarnya, “ataupun kau bisa bermain di bentuk bajunya.”
“Kurasa Eonni benar. Tetapi bahan rajutan sepertinya akan berbulu Eonni bagaimana jika memakai bahan renda halus?”
“Sepertinya tidak buruk. Asalkan rendanya tidak mudah tersangkut.”
“Eonni mau menemaniku mencari bahan ‘kan?” ujak Jaehee
“Tentu saja.” Jawab Haesung.

.

Jaehee bersama Haesung pergi kesebuaah toko yang menjual pernak pernik berbau teddy bear. Jaehee rasa tedy bear kecil akan lucu jika ditambahkan untuk hiasan baju bayi yang ia rancang. Walaupun di tangan Jaehee dan Haesung sudah penuh dengan bahan pakaian yang akan Jaehee gunakan, mereka semangat mencari incaran mereka masing-masing.
Haesung sedikit berlari pada Jaehee sambil tersenyum senang memperlihatkan sebuah teddy bear super mini, “Jaehee-ah, ini jinjja gwiyowo.” Ujarnya.
“Pakai untuk topinya bagaimana Eonni?” saran Jaehee, ia juga nampak begitu senang melihat teddy bear mini berwarna biru langit itu.
“Ne. Aku baru sadar kita hanya mencari bahan untuk pakaian bayinya saja.” Ujar Haesung.
Jaehee tersenyum, “Karena bayi itu lucu Eonni.” Ujar Jaehee berlaga imut –menaruh kepalan tangannya di kedua pipinya. Jaehee maupun Haesung nampak tertawa renyah. Siang itu sungguh melupakan sedikit beban Jaehee untuk sementara. “Baiklah setelah ini kita makan siang dulu baru mencari bahan lagi. Kata Donghae-Sunbae Eonni mudah marah saat lapar.” Usul Jaehee walaupun harus Jaehee dapati tatapan pura-pura marah Haesung.
“YA! Si pabo itu malah menceritakan hal burukku semua padamu.” Marah Haesung menyilangkan kedua tangannya didada.
Jaehee merangkul pundak Haesung, “Tapi Donghae-Sunbae menceritakannya dengan tersenyum terus Eonni. Mungkin dia sedang melamunkan Eonni.” Bujuk Jaehee
“Kau pandai membuatku melayang, Jaehee-ah” ujar Haesung tersenyum, “Ayo kita makan.”

.

“Perut Eonni belum kenyang?” tanya Jaehee saat di restourant. Sooyoung yeoja yang paling harus ia benci bersama seorang namja yang tidak ia kenal sedang tertawa-tawa. Jaehee tidak senang melihat yeoja itu bahkan sangat dekat dengan namja itu.
Haesung menatap Jaehee heran, melupakan sebentar makanannya, “Belum, kenapa kau sedari tadi ingin segera pergi dari sini? Lihat makananmu pun belum kau habiskan.” tanya Haesung heran.
“Entahlah aku tidak suka di sini. Bisakah Eonni percepat makannya? Mungkin kita ganti restourantnya.” ujar Jaehee dengan gugup, tangannya terkepal resah.
“Baiklah. Ayo kita cari bahan lagi, aku sudah selesai.” Ujar Haesung.

o0o

I will keep him inside forever.
Sometimes tears filling up my eyes says.
You are the one I cherish.

Jaehee pulang agak larut memang karena keasyikan mencari banyak pernak pernik lucu dan bahan yang ia butuhkan untuk ia buat menjadi pakaian. Meski begitu lelah Jaehee berniat untuk menjahitnya malam ini juga. Di rumah itu terdapat sebuah ruangan berjendela besar menghadap taman belakang yang terlihat indah di malam hari, Jaehee sering berada di sana karena suasananya sangat tenang dan membuat nyaman.
“Ada yang kau butuhkan?” ujar Siwon yang tiba-tiba menyenderkan diri di depan pintu ruangan itu. Jaehee memandangnya heran dan tidak mengerti.
“Apa?”
Siwon nampak memutar bola matanya malas, “Akan kuberikan apa yang kau butuhkan sebagai balas budiku yang kemarin.” Ia mengeluarkan tangannya dari saku celana kemudian menyilangkannya di depan dada.
Jaehee berpikir sejenak, apa yang diperlukannya dari Siwon, “Berdirilah disitu dan aku akan mengukur ukuran bajumu.” Ujar Jaehee menunjuk satu spot ddekat buku note gambarnya dan alat ukur pakaian.
“Baiklah tapi jika aku boleh tahu untuk apa?” tanya Siwon setelah berdiri di tempat yang Jaehee beritahukan tadi.
“Tugas akhirku setidaknya aku tidak perlu menyewa model jika ada kau.” Ujar Jaehee, Siwon tersenyum tipis di balik Jaehee yang memunggunginya. Secara tidak sadar Jaehee tengah memujinya bukan? Bahwa Siwon sekelas dengan model.
Jaehee berbalik dan mulai mengukur lalu mencatatnya di dalam notenya, “Mengapa kau suka design?” tanya Siwon dengan tangan mengangkat karena Jaehee akan menukur lingkar dada Siwon. Tetapi sadar tatapan Siwon lekat memperhatikannya, Jaehee putuskan mengukurnya dari belakang. Jika dipikirkan lagi kenapa nampak seperti Jaehee memeluk Siwon dari belakang? Segera setelah melihat ukurannya ia segera ingin melepaskan tangannya.
“Tidak hanya suka saja, ini seperti bagian hidup untukku.” Ujar Jaehee, “Dulu Eommaku seorang penjahit biasa, entah bagaimana sepotong pakaian mengantarkan mereka menikah. Padahal Appa adalah seorang yang berada. Bahkan sampai saat ini pakaian bayiku masih disimpan olehnya.” Lanjutnya. Siwon mendengarkan seksama setiap perkataan Jaehee.
Jaehee tersenyum tipis, “Pakaian nyaman untuk keluargaku adalah tujuanku” ujarnya.
Siwon terpana melihat senyuman tulus itu. Semenjak mereka menikah tidak ada moment apapun yang membuat Siwon tahu Jaehee nyaman bersamanya. Tersenyum padanya pun tidak pernah dan sekali meihat Siwon mulai gila dengan gejolak dalam dirinya sendiri. Siwon menatap lekat Jaehee, “Apa aku keluargamu?” tanya Siwon dan Jaehee mengangguk. “Apa aku boleh menciummu?” tak berapa lama Jaehee terkejut ia kemudian menutup matanya.
“Lain kali aku akan menolaknya.” Lirih Jaehee pelan.

o0o

I know, I am not alone, so don’t worry about me.
Someday I’ll introduce him to you.

“Donghae-Sunbae.” Ujar Jaehee terkejut Donghae sudah ada di depan pintu kelasnya.
“Hi,” Donghae tersenyum melambaikan tangannya menyapa Jaehee ramah as always he did, “Haesung bilang kau mau mencari bahan tapi ia ada kelas maka mengutusku.” Jelas Donghae.
“Harusnya tidak harus begini. Sunbae dan Eonni jadi repot karena tugas akhirku.” Ujar Jaehee. Ia merasa bantuan dari Haesung dan Donghae terlalu berlebihan.
“Tidak usah sungkan. Jika semester ini tidak lulus, kau akan mengulang. Haesung tidak akan lulus dengan tenang jika kau mengulang.”
“Gomawo Sunbae.” Ujar Jaehee.

.

Siwon duduk dengan nyaman di hadapan seorang yeoja yang menjadi kekasih dan sekertarisnya itu. “Aku ingin putus denganmu.” Ujar Siwon dingin. Sooyoung sungguh terkejut dan membelalakan matanya. Sooyoung akan melakukan pembelaan tetapi sebelum itu Siwon memotongnya, “Juga jangan datang ladi ke kantor karena jabatanmu telah di isi oleh orang lain.” Lanjut Siwon.
“Geundae wae?” tanya Sooyoung, ia membuat wajah memelas pada Siwon. Sungguh tidak akan ditanggapi Siwon, ia tidak mudah berbaik hati tidak seperti kelakuannya yang alim dan rajin datang ke gereja.
Siwon tersenyum miring, memutar bola matanya malas. “Kau pikir aku tidak tahu kau selingkuh di belakangku dan memberikan proposal itu padanya.” Sooyoung terbelalak untuk kedua kalinya. “Dari awal pun aku tidak menganggapmu kekasihku lagi setelah aku sadar aku mencintai orang lain. Anggap saja kau memanfaatkan aku dan aku juga melakukan hal itu padamu.”lanjut Siwon.
Sooyoung menggenggam tangan Siwon, “Aku tidak! Aku tidak berselingkuh, percayalah padaku.” Mohon Sooyoung.
Siwon menghempaskan tangan Sooyoung, “Penolakan terbesar adalah fakta yang ingin ditutupi.” Ujar Siwon. “Aku muak jika kau tidak punya harga diri meminta-minta padaku.” Lanjut Siwon meninggalkan kursi di restaurant Italy –kesukaan Jaehee– itu. Meninggalkan masa lalu yang menghalanginya berjalan menuju masa depan. Dan Sooyoung tertinggal dengan cacat harga diri.

.

“Sedang bersantai Jaehee-ssi.” Sapa Siwon menghampiri meja tempat duduk Jaehee dan Donghae. ‘Kenapa ia bisa ada disini?’ batin Jaehee
“Siwon?” heran Jaehee. Ia semakin gugup dengan kedatangan Siwon yang tiba-tiba bahkan duduk satu meja dengan ‘selingkuhan Jaehee’ –Donghae.
Tanpa sengaja atau memang takdir dari Tuhan Siwon dan Jaehee datang di tempat yang sama. Dalam keadaan rumit seperti sekarang ini. Siwon hendak pergi entah enggan karena melihat Jaehee duduk santai dengan namja lain di tempat favotitnya dan berarti orang itu special jika dibawa kemari, menurut Siwon.
“ Dia siapa Jaehee-ah?” tanya Donghae penasaran, “Apakah dia orang itu?” Jaehee menangguk. Donghae sangat senang melihat langsung seseorang yang dicintai sepupunya itu. Namun tidak dengan Siwon dan Jaehee dalam dunia mereka sendiri memikirkan kongklusi sendiri-sendiri tanpa tahu mereka selalu salah paham.
“Annyeonghaseyo, Siwon-ssi. Namaku Donghae, Lee Donghae.” Sapa Donghae ramah, ia tidak ingin dicap saudara yang tidak baik bukan.
Siwon tidak menghiraukan sapaan Donghae malah menatap Jaehee yang semakin kikuk, “Kehadiranku apa mengganggu kalian?” tanya Siwon. Donghae tidak mengerti keadaan sebenarnya hanya diam. Daripada ia merusak suasana Jaehee dan seseorang yang dicintainya.
“Tentu saja.” Ujar Jaehee tegas. ‘Jadi ia tidak tahu Jaehee masih istriku’, batin Siwon.
Siwon berdiri meroggoh saku tuxedo hitam itu dan menyerahkan kartu namanya pada Donghae. Donghae menerimanya sedikit bingung.
“Kapan-kapan kita bisa bicara sesama namja agar lebih akrab, Donghae-ssi.” Ujar Siwon kemudian ia pergi dengan tangan terkepal kut menahan amarahnya. Cemburu adalah sifat alamiah manusia, bukan?

.

Jaehee menunggu bus di sebuah halte dekat restaurant tadi. Ia memaksa Donghae untuk tidak banyak bertanya tentang Siwon dan jangan mengantarnya pulang karena Jaehee ingin sendiri saat ini. Begitu banyak hal yang harus dicerna yeoja yang tengah mengandung tersebut hingga kepalanya mulai terasa berat. Ia mengelus perutnya, “Semua akan baik saja ‘kan?” ujarnya pelan.
“Mau kemana kau?” teriak seseorang dari seberang, ternyata Siwon. Siwon bersandar di kap mobil audy kesayangannya itu. Jaehee menghentikan elusannya itu, dan menatap malas namja itu.
“Pulang.” Jawab Jaehee singkat tanpa berteriak. Karena jalanan tersebut lumayan sepi jadi Siwon mampu mendengarnya jelas.
“Naiklah.” Ujar Siwon. Ingat bukan ajakan tetapi perintah semena-mena dan dilarang untuk dilanggar.
Jaehee memutar bola matanya malas, “Tidak terima kasih. Aku pulang sendiri saja.” Ujarnya pelan sebab perutnya terasa perih. Namun masih ada Siwon disini ia pun menahannya sebisa mungkin.
Siwon berjalan cepat menghampiri Jaehee tanpa melihat kanan-kiri dan tidak mengatahui bahwa sebuah mobil mengarah padanya. Hingga..
BRAKKKK
Tubuh mungil itu berlumuran darah.

o0o

To Be Continoue

FF // THE MUSIC OF LOVE // CHAPTER 2

The Music of Love
.
Fitri Wulandari
.
Cast: Jaehee, Sunghee, Sunghyo, Siwon, Hyukjae, and other cast. Cast bertambah sesuai alur cerita.
.
Genre: Romance, hurt/comfort and family.
.
Rated: Teen
.
Length: Chaptered
.
Disclaimer: All cast belong God.
.
Warning: TYPO(s) everywhere, EyD tidak sesuai.
.
Summary: Ketika cita-cita dan keinginan dihubungkan dengan cinta dan keluarga. Menjangkau cita-cita dengan dorongan cinta atau menghempaskan cita-cita begitu saja demi keluarga. Mana yang akan kau pilih?.

.
.
.

~HAPPY READING~

.
.
.

Rasa penasaran yang timbul dalam benak lelaki bernama lengkap Choi Siwon itu membuatnya ingin mengetahui bagaimana kehidupan gadis yang ditemuinya saat pertama kali mendatangi sekolah tersebut, terlebih setelah kejadian di mana pertemuan tak sengaja mereka –lagi- di taman sekolah, menemukan gadis itu sedang menangis sendiri dan setelah itu seorang lelaki yang tak dikenalnya menghampiri mereka dan membuat pertemuan itu hanya berlangsung sebentar saja karena lelaki itu segera menarik tangan gadis lalu membawanya pergi meninggalkan Siwon yang masih berdiam diri memperhatikan keduanya.

Mungkinkah jika lelaki itu kekasih Jaehee? Tiba-tiba muncul pemikiran tersebut dalam dirinya namun dengan cepat Siwon menepis hal tersebut. Selagi belum ada bukti, ia akan membuat gadis yang dikenal olehnya dengan sikap keacuhan dan senyum manisnya itu membalas perasaannya. Entah apa yang ada dalam diri gadis tersebut sehingga mampu menarik hati seorang Choi Siwon.

Setelah beberapa menit berdiam diri di taman tersebut. Siwon segera kembali ke ruangan audisi dan segera disambut dengan tatapan penuh arti dari orang-orang berada di dalam. Kepergian Siwon yang hampir memakan waktu sekitar 1 jam tersebut tak pelak membuat banyak presepsi di dalam benak mereka.

“Bagaimana?”, tanya Siwon setelah menempatkan dirinya di kursi yang diduduki oleh ia sebelumnya.

“Apa maksudmu? Baru saja datang langsung menanyakan hal yang tak tentu arah seperti itu”, Hyukjae balik bertanya kepada Siwon karena memang tak mengerti hal apa yang dimaksudkan oleh Siwon tersebut.

“Peserta audisinya. Apa kau sudah menemukan yang tepat?”, Siwon mengambil bolpoin yang berada di atas mejanya lalu menanyakan no peserta yang sedang diaudisi pada asistennya.

“Ck. Salahmu sendiri, pergi bergitu saja dan datang satu jam kemudian”, ejek Hyukjae namun masih fokus memperhatikan peserta audisi sedangkan Siwon tak menanggapi ejekan tersebut. Dan setelah itu mereka larut dalam kegiatan mereka masing-masing hingga kegiatan audisi itu selesai. Walaupun begitu mereka tak pergi dari ruangan tersebut begitu saja, para juri dan Siwon yang didampingi oleh asistennya –Min Sunghyo akan melakukan diskusi tentang para peserta audisi.

“Saya bersyukur akhirnya kegiatan audisi ini dapat berlangsung dengan lancar meskipun memerlukan waktu yang sangat lama dan tentunya melelahkan untuk kita maupun para peserta”, ucap Siwon mengawali kegiatan diskusi tersebut setelah membungkukkan badannya sebagai salah penghormatan kepada yang lainnya.

“Terima kasih atas partisipasi anda semua terhadap audisi ini. Saya tahu anda semua dapat memilih siapa saja yang tepat untuk masuk dalam agensi kita, baik untuk dijadikan penyanyi, penari maupun pemain drama. Oleh karena itu, saya mempersilakan kepada anda semua untuk menyampaikan hasil audisi tersebut”, Siwon kembali duduk di kursinya setelah mengucapkan hal tersebut.

Seorang lelaki berwajah tak kalah tampan seperti lelaki lain yang berada dalam ruangan tersebut mengacungkan tangannya lalu berdiri setelah mendapatkan izin dari Siwon untuk menyampaikan pendapatnya, “Terima kasih atas kesempatannya”, lelaki bernama lengkap Lee Donghae tersebut membungkukkan badannya lalu melanjutkan ucapannya, “Hampir semua peserta audisi memiliki bakat yang baik. Akan tetapi, jika menurut pendapat saya, hanya ada beberapa yang memenuhi kriteria yang cocok untuk dijadikan arti, disesuaikan dengan kualitas dan kuantitas mereka. Ini data siapa saja yang cocok untuk masuk ke dalam agensi kita. Silahkan anda periksa kembali”, Donghae menyerahkan data tersebut dan dibalas dengan anggukan kepala oleh Siwon karena dirinya sedang memeriksa sekilas data tersebut.

Setelah itu lelaki yang berada di samping Donghae menjelaskan bagaimana pendapatnya. Lelaki yang lebih dikenal dengan nama Yesung tersebut memang diketahui sebagai seorang penyanyi yang sangat berkualitas, suara yang khas dan penghayatannya saat menyanyi membuat setiap orang yang mendengar suaranya akan terlarut dalam lagu tersebut.

Orang yang menjadi juri dalam audisi tersebut memang tak perlu diragukan kembali. Seperti sebelumnya, lelaki bernama Donghae tersebut begitu cepat dikenal oleh banyak orang setelah dirinya bermain di sebuah pembuatan drama ulang, yang sebelumnya drama dengan judul yang sama tersebut tak banyak diminati. Kemampuannya dalam berakting dan tanggung jawabnya dalam dunia keartisan membuat lelaki itu menjadi seorang aktor terkenal saat ini.

Selain kedua lelaki itu, lelaki yang sejak tadi berbincang dengan Siwon juga tak kalah terkenal. Lee Hyukjae –seorang penyanyi rapper sekaligus dancer hasil didikan agensi tersebut. Hyukjae dikenal dengan loyalitasnya di dunia musik. Mengusung lagu dan tarian yang mampu membuat orang bersemangat saat mendengarnya, sekaligus penampilan yang menarik tentunya.

Diskusi tersebut berlangsung hampir 90 menit lamanya sehingga di saat orang-orang penting tersebut keluar dari ruangan disambut dengan langit gelap yang hanya diterangi oleh cahaya bulan dan gemerlap bintang. Namun hal tersebut tak membuat semangat mereka turun begitu saja. Langit yang indah dan sejuknya angin malam di daerah sana membuat mereka tak ingin menyia-nyiakan waktu begitu saja. Hal ini jarang terjadi di Seoul bukan?

Beberapa mobil besar dari Choi Entertainment telah menghilang dari halaman parkir sekolah, menyisakan satu mobil yang cukup besar dan beberapa mobil mewah milik lelaki-lelaki penting itu –mengingat setelah ini mereka akan bermalam di daerah sekitar sini untuk satu atau dua hari ke depan. Sedangkan Hyukjae yang sedang malas untuk mengendarai mobil lebih memilih untuk meminta seorang crew membawa mobilnya dan ia ikut masuk ke dalam mobil tempat Siwon berada.

“Kenapa Hyung tak bersama Donghae saja?”, Siwon bertanya setelah Hyukjae duduk di samping –bagian kursi penumpang belakang.

“Dia akan pergi jalan-jalan bersama kekasihnya. Jika aku ikut dengannya, aku bisa-bisa hanya akan menjadi nyamuk di antara mereka”, jawab Hyukjae setelah punggungnya bersandar pada jok mobil mewah tersebut.

“Huh? Jika kau tak ingin menjadi nyamuk. Segeralah kau mencari kekasih. Apa kau akan menjadi Ahjussi tua selamanya?”, Siwon menyampaikan sebuah ejekan pada Hyukjae dengan tangan terkepal yang disimpan di depan bibirnya untuk menahan tawanya.

“Ya! Kau mengejekku? Kau juga tak punya kekasih bukan?”, Hyukjae menegakkan tubuhnya setelah mendengar ejekkan Siwon tersebut.

“Sayangnya sebentar lagi itu tak berlaku”, ucap Siwon lalu mengalihkan pandangannya ke jendela yang berada di sampingnya.

“Kau bicara apa?”, tanya Hyukjae yang tak mengerti dengan apa maksud Siwon mengatakan hal itu, namun hingga beberapa waktu kemudian, Siwon tak kunjung menjawab pertanyaannya membuat Hyukjae menghela napas kecewa dan kembali bersandar pada jok mobil.

‘Belum saatnya kau tahu Hyung’, batin Siwon sambil tersenyum memikirkan gadis yang hingga saat ini belum diketahuinya itu.

OoOoO

Setelah sampai di rumahnya, Jaehee segera masuk ke dalam kamarnya tanpa menyapa sang Ibu yang berada di ruang tamu sekaligus ruang keluarga tersebut, membuat Minrin –nama Ibu Jaehee- menatap heran ke arah pintu kamar Jaehee yang baru saja di tutup itu.

“Jae~a, kau kenapa?”, tanya Ibu Jaehee tanpa beranjak dari kegiatannya yang sedang melanjutkan rajutan bajunya.

“Biarkan saja dia begitu, Eomma”, jawab seseorang dari arah pintu utama rumah tersebut yang sontak membuat Ibu Jaehee menatap kea rah sumber suara tersebut. “Omo~”, Ibu Jaehee terkejut melihat orang tersebut yang tak berapa lama duduk di sampingnya.

“Ya~ kenapa kau tak memberi tahu Eomma kalau kau pulang sekarang, Chagi~ya”, Ibu Jaehee segera menangkupkan ke dua tangannya pada wajah orang berjenis kelamin laki-laki tersebut.

“Aku baru sampai tadi siang, Eomma”, ucap lelaki itu dengan senyuman terbaiknya karena setelah beberapa bulan tak bertemu akhirnya ia bisa melihat Ibunya kembali. “Aigoo~, Eomma sangat merindukanmu, Kyu~”, setetes air mata keluar dari sudut mata wanita paruh baya tersebut lalu menarik tubuh lelaki yang diketahui sebagai anaknya tersebut ke dalam pelukan hangatnya. “Aku juga merindukan Eomma”, jawab lelaki bernama lengkap Cho Kyuhyun tersebut sambil mempererat pelukan mereka untuk menyalurkan rasa rindu mereka saat ini.

Setelah melepaskan pelukan tersebut, sang Ibu terus menanyakan hal-hal yang tak jelas pada Kyuhyun, tentang kehidupannya di sana, pendidikannya, bahkan hingga hal terkecil pun tak luput ia jadikan sasaran. Wanita yang dikenal baik hati oleh sekitarnya itu memang sangat menyayangi keluarganya terlebih jika anak pertamanya ini sejak lama hidup sendiri di kota dengan mengandalkan beasiswa dan kemampuan yang dimilikinya.

Sang Ibu dengan semangatnya menarik tangan Kyuhyun dan mengajaknya ke ruang makan sekagus dapur di rumahnya tersebut. menyajikan beberapa hidangan enak yang sengaja ia buat meskipun tak tahu jika hari ini Kyuhyun akan kembali ke rumahnya.

“Ah~, masakan Eomma memang selalu enak”, ucap Kyuhyun disela-sela mengunyah makanannya meseki pun mulutnya itu masih penuh dengan makanan.

“Aigoo~, kau ini”, jawab sang Ibu dengan senyum manisnya lalu tangannya bergerak untuk membersihkan remah yang ada di sudut bibir Kyuhyun. “Ah! Jaehee. Kenapa Eomma bisa lupa padanya?”, sang Ibu baru teringat bahwa di rumahnya itu tak hanya ada ia dan Kyuhyun saja, padahal saat Jaehee pulang ia sangat khawatir dengan keadaan Jaehee yang tampak kusut itu.

“Aish~, biarkan saja dia, Eomma”, gumam Kyuhyun dengan mulut yang masih mengunyah sisa makanan di mangkuk yang berada di hadapannya itu tanpa rasa khawatir sedikit pun. Sedangkan sang Ibu segera menatap Kyuhyun dan tentu saja membuat Kyuhyun yang merasa risih ditatap seperti itu mengalihkan pandangannya pada sang Ibu.

“Apa kalian bertengkar lagi?”, selidik sang Ibu setelah Kyuhyun membalas tatapan matanya.

“Usia Jae sudah 18 tahun, Eomma. Kau tak perlu terlalu khawatir seperti itu. Eomma tahu? Itu akan menambah kerutan di wajah Eomma. Seperti ini”, Kyuhyun menunjuk bagian bawah mata Ibunya yang mulai mengendur, bermaksud untuk mengurangi rasa canggung diantara ke duanya.

“Eomma serius Kyu~”, setelah mengucapkan hal itu sang Ibu segera menarik tangan Kyuhyun lalu menggenggamnya erat. “Kau adalah satu-satunya yang bisa Eomma harapkan saat ini. Melihatmu dapat melanjutkan pendidikanmu yang lebih tinggi menjadi kebahagian tersendiri bagi Eomma –meskipun terkadang Eomma merasa sedih melihatmu yang selalu berusaha untuk mendapatkan beasiswa itu dan bekerja paruh waktu untuk membiaya kehidupan kita”, sang Ibu menengadahkan kepalanya lalu menghela napas sejenak sebelum melanjutkan kata-katanya. “Terkadang Eomma merasa menjadi seorang Ibu yang tak berguna karena tak dapat memberi kehidupan yang layak untuk kalian. Eomma –“, sang Ibu sudah tak dapat berkata apa pun lagi, kini ia sedang menahan tangisnya sambil menundukkan kepalanya dan tentu saja hal itu membuat Kyuhyun ikut bersedih lalu memeluk tubuh yang bergetar itu.

Setelah beberapa menit mereka larut dalam suasana hening itu. Akhirnya sang Ibu kembali melanjukan ucapannya. “Eomma harap kau dapat menjaga Jae dengan sebaik-baiknya, Kyu~”, sang Ibu menatap lekat mata Kyuhyun. “Setidaknya kau lebih beruntung darinya. Kau tahu maksud Eomma, bukan?”, Kyuhyun menganggukkan kepalanya, mengerti akan maksud dari ucapan Ibunya itu.

“Lakukan hal yang bisa kau lakukan untuk Jae”, tangan kanan wanita itu terulur menyentuh pipi kiri Kyuhyun dan mengusap lembut pipi lelaki berkulit putih pucat itu. “Temui adikmu, Kyu”, pinta sang Ibu dengan suara yang lirih.

Kyuhyun kembali mengangguk lalu berdiri dari posisinya dan pamit untuk menemui sang Adik yang masih setia berdiam diri di kamarnya.

OoOoO

“Jae~a”, Kyuhyun memutar kenop pintu kamar Jaehee setelah beberapa kali ia mengetuk pintu kamar itu, Jaehee tak membuka pintu kamarnya bahkan tak membalas panggilan Kyuhyun. Dahi Kyuhyun mengerut saat ternyata pintu kamar itu tak dikunci.

“Jae~a”, Kyuhyun kembali memanggil nama Jaehee namun saat Kyuhyun telah masuk ke kamar itu, Kyuhyun tak menemukan sosok Jaehee di dalam sana. Lantai berbahan kayu itu masih bersih, tak ada selembar kasur lantai pun. Kyuhyun keluar dari kamar Jaehee menuju keluar rumahnya tanpa berkata apa pun pada sang Ibu. Kyuhyun tak ingin Ibunya kembali khawatir dan menangis.

Kyuhyun baru saja keluar dari pintu utama itu dan menemukan sang adik yang sedang bermain di atas ayunan sederhana yang berada di depan rumah mereka sambil menatap langit hitam yang bersinarkan rembulan. Bahkan hingga Kyuhyun sudah berada di ayunan yang tepat berada di samping Jaehee. Gadis itu masih setia dengan aktivitasnya tanpa merasa terganggu sedikit pun.

“Jae~a”, Kyuhyun akhirnya mulai memanggil Jaehee sejak beberapa menit ia duduk di atas ayunan itu dengan suasana hening. “Ya!”, Kyuhyun mulai geram dengan kediaman Jaehee tersebut, alhasil hal itu berhasil membuat Jaehee menatap Kyuhyun sekilas lalu kembali melanjutkan aktivitasnya.

“Aish~. Sebenarnya aku tak ingin mengatakan hal ini padamu. Tapi.. baiklah, apa boleh buat”, Kyuhyun mengumpat sendiri sambil mengacak-acak rambutnya sekilas. “Aku minta maaf”, lanjut Kyuhyun.

“Huh?

Ck” Jaehee berdecak setelah mendengar perkataan maaf dari Kyuhyun.

“Hah~, aku minta maaf karena sikapku padamu tadi siang. Aku hanya tak ingin melihat Eomma menangis”, ujar Kyuhyun menjelaskan maksud permintaan maafnya tadi.

“Bukan… Bukan itu yang aku inginkan”, Jaehee berucap lalu menundukkan kepalanya membuat Kyuhyun menatap tak mengerti pada Jaehee. “Apa maksudmu?”, tanya Kyuhyun.

Jaehee menegakkan kepalanya dan membalas tatapan mata Kyuhyun dengan lekat. “Seharusnya aku yang menanyakan itu pada kalian”, Jaehee berteriak melepaskan kekesal yang dipendamnya sejak tadi sedangkan Kyuhyun lebih memilih diam, menunggu perkataan Jaehee selanjutnya. “Apa yang kalian tutupi dariku, hm? Apa yang kalian inginkan?”, lanjut Jaehee dengan intonasi yang lembut di awal namun di akhiri dengan ucapan yang seperti berteriak melampiaskan segalanya.

Hati Kyuhyun mulai bergetar melihat Jaehee –sang adik menangis dihadapannya saat ini. Baru beberapa menit yang lalu ia berjanji akan menjaga Jaehee dengan sebaik-baiknya pada sang Ibu namun kali ini ia gagal kembali menjadi seorang kakak yang baik untuk Jaehee.

Kyuhyun beranjak dari posisinya lalu berjalan menuju tempat Jaehee dan berdiri di depan adiknya. “Ssst~”, Kyuhyun memeluk tubuh Jaehee yang bergetar, rasanya ia juga ingin menangis namun egonya kembali mendorong Kyuhyun untuk bersikap tegas.

“Apa yang sebenarnya terjadi? Hiks.. Apa yang kalian rahasiakan dariku~? Hiks”, tanya Jaehee sambil mempererat pelukan mereka. “Aku tak merahasiakan apa pun darimu, Jae~”, ucap Kyuhyun dengan tangannya yang bergerak untuk membelai rambut Jaehee yang tergerai.

“Bohong”, Jaehee mendongak dengan tangan yang masih memeluk tubuh Kyuhyun. “Aku sering melihat Eomma menangis di kamar saat membuka koper besar yang ada di lemari. Hiks.. Di saat aku ingin melihatnya. Hiks.. Eomma selalu melarangku untuk melakukan itu”, Jaehee menghela napas sejenak lalu melanjutkan ucapannya. “Kau.. Kau juga selalu melarangku melakukan ini dan itu. Belum lagi, aku juga tahu Eomma akan menangis jika berbicara dengan. Apa yang sebenarnya terjadi, Oppa~. Hiks..”, Jaehee kembali menundukkan kepalanya dan menangis di sana membuat Kyuhyun kembali mengeratkan pelukan mereka. Dalam hal ini, ia juga tersakiti. Janjinya pada sang Ibu serta suatu hal yang selalu ia dan Ibu simpan agar tak membuat Jaehee bersedih dan merasakan apa yang dirasakannya, ternyata malah membuat sang Adik menangis.

“Suatu saat nanti, aku akan memberitahumu”, ucap Kyuhyun membuat Jaehee kembali menatap Kyuhyun, Kyuhyun tersenyum miris melihat wajah merah sang adik dan tubuhnya yang masih bergetar menahan tangis. “Tetapi, kau harus berjanji untuk tidak bersedih setelah kau mengetahuinya”, Jaehee mengangguk semangat meski ia tak tahu maksud dari ucapan Kyuhyun.

Hingga beberapa menit kemudian, mereka larut dalam keheningan namun masih saling berpelukan. Tangisan Jaehee sudah berhenti dan suara dengkuran halus mulai tersengar. Kyuhyun tersenyum melihat sang Adik yang sudah tertidur dipelukannya. “Kau ini~”, gumam Kyuhyun lalu membawa tubuh sang Adik ke dalam gendongannya, lalu masuk ke dalam rumah mereka.

OoOoO

Ketiga lelaki tampan yang selalu menjadi sorotan setiap mata itu kini sedang menyatap sarapan paginya di sebuah kedai yang tak dari tempat pengenapan sederhana mereka, ditemani oleh seorang wanita yang juga sebanding dengan mereka, berada tepat disamping Lee Donghae –salah satu lelaki tampan itu.

“Kau yakin akan memasukkan gadis itu pada agensimu?”, Donghae mulai bertanya setelah makanan yang dipesannya telah habis beberapa waktu yang lalu. “Huh? Soal itu? Jangan tanyakan padaku. Tanyakan saja pada lelaki yang berada di sampingku ini?”, Siwon menunjuk Hyukjae yang berada tak jauh darinya dengan lirikan matanya lalu kembali menyantap makanannya yang masih tersisa.

“Hehe.. Kenapa? Jika kalian tak setuju gadis itu menjadi didikan agensi kita. Aku bisa menjadikannya asistenku”, Hyukjae menatap kedua teman yang sedang menatapnya heran. Wanita yang bersama Donghae terkekeh mendengar jawaban Hyukjae, sungguh berbeda dengan kedua lelaki itu. “Apakau menyukai gadis itu?”, tanya Haesung –wanita itu dengan hati-hati.

“Apa? Kenapa kau bisa menyimpulkannya seperti itu, Chagi~ya?”, Donghae segera menatap wanita yang ternyata kekasihnya itu, hal yang telah diketahui oleh publik sejak beberapa minggu lalu –karena Donghae yang bertekad untuk menyatakannya pada publik secara langsung.

“Jika Hyukjae tak memiliki perasaan seperti itu. Tidak mungkin ia bersikeras agar gadis itu tetap masuk ke dalam Choi Entertainment. Pasti Hyukjae ingin terus bersama gadis itu, bukan?”, tanya Haesung pada Hyukjae yang langsung dibalas dengan acungan kedua jempol olehnya. “Kau hebat”, puji Hyukjae sedangkan Haesung hanya tersenyum mendengarnya.

“Hah~. Jika itu soal perasaan, aku tak bisa ikut campur. Aku serahkan segalanya padamu, Hyung. Tapi kau harus menanggung konsekuensinya sendiri. Oke?”, Hyukjae menggaungguk semangat mendengar ucapan Siwon. “Tenang saja. Serahkan segalanya pada Lee Hyukjae”, Hyukjae menepuk dadanya sekilas lalu kembali melanjutkan perkataannya. “Aku sudah menghubungi gadis itu. Mungkin –ah itu orangnya”, Hyukjae menunjuk seorang gadis yang baru saja masuk ke dalam kedai dengan tangan yang menggandeng gadis lain di belakangnya.

“Annyeong hasimnika. Lee Sunghee imnida”, sapa gadis bernama Sunghee tersebut lalu menarik tangan gadis yang berada dibelakangnya dan membisikkan sesuatu yang membuat gadis itu membungkukkan badannya, “Annyeong hasimnika. Cho Jaehee imnida”.

“Annyeong..”, sapa mereka pada kedua gadis tersebut, sedangkan Siwon masih menatap tak percaya pada salah satu gadis itu. Dia yang sama sekali tak berminat dengan niat Hyukjae, harus menghapus segalanya setelah mendengar suara lembut yang terdengar seperti bisikan di depannya. “Annyeong”, sapa Siwon tiba-tiba membuat ketiga orang yang duduk bersama Siwon menatap heran padanya.

“Silahkan duduk”, Haesung menunjuk sisi kursi yang masih kosong –berada di antara Hyukjae dan Siwon.

“Ah ye..”, Sunghee menganggukkan kepalanya lalu menarik tangan Jaehee agar mengikutinya. Sunghee membalikkan tubuhnya agar berhadapan dengan Jaehee disaat Jaehee masih berdiam diri di sana. “Aku pulang saja, ne?”, bisik Jaehee pada Sunghee yang masih dapat didengar oleh keempat orang lainnya.

“Eoh? Kenapa kau harus pulang? Aku yakin kekasihku sangat senang bertemu dengan kalian” tanya Donghae yang dijawab dengan anggukan antusias dari Haesung, Sunghee menatap Jaehee dengan tatapan memohonnya dan hal itu mau tak mau membuat Jaehee menyanggupi permintaan itu karena merasa tak enak kepada sahabatnya, ini adalah kesempatan terbesar untuk Sunghee dan ia tak ingin membuat sahabatnya sedih karena keegoisan.

Beberapa menit kemudian, mereka mulai larut dengan perbincangan mereka tentang kedudukan Sunghee di Cho Entertainment. Hyukjae dan Donghae yang berperan sebagai juri dalam audisi itu menjelaskan secara detail bagaimana bakat yang dimiliki Sunghee. Sunghee yang mulanya bersedih dan kecewa mendengar penjelasan kedua lelaki itu mulai mendapatkan titik kebahagiaan setelah Haesung menawarkannya menjadi asisten Haesung yang bekerja sebagai manager Donghae dan hal itu juga disetujui oleh Siwon dengan syarat Sunghee melakukan itu setelah pendidikannya selesai –sekitar 3 bulan lagi.

Berbeda halnya dengan Sunghee yang sedang semangat mendengarkan ucapan-ucapan yang terlontar dari bibir mereka, Jaehee lebih memilih menikmati secangkir eskrim dengan berbagai toping di depannya. Sebenarnya ia ingin segera pergi dari tempat ini karena ia merasa sejak tadi ia terus diperhatikan oleh lelaki yang berada di sampingnya ini, namun hal itu harus ia urungkan setelah melihat bagaimana antusiasme Sunghee untuk masuk ke dalam Choi Entertainment.

Satu jam telah berlalu dan makanan yang tersaji juga telah habis, mereka mulai berdiri dari kursi yang mereka tempati, berjalan keluar dari kedai sederhana namun memiliki masakan dengan cita rasa terbaik itu.

“Bagaimana jika kalian ikut dengan kami saja? Aku ingin berkunjung ke rumah kalian”, pinta Haesung yang baru saja sampai di samping pintu mobil Audi A5 milik Donghae. Permintaan Haesung tersebut membuat Sunghee tersenyum lebar mendengarnya, Haesung sepertinya sangat nyaman dengan kedua gadis itu.

“Maaf, aku tidak bisa”, ucap Jaehee tiba-tiba setelah sejak satu jam lalu Jaehee hanya membalas ucapan mereka dengan senyumannya.

“Jae~a”, Sunghee menatap penuh harap pada Jaehee, semoga tatapan yang dilakukannya saat pertama bertemu dengan keempat orang ini kembali membuat Jaehee luluh. Namun sepertinya hal itu hanya sia-sia, karena Jaehee menggelengkan kepalanya sambil tersebut pada mereka. “Aku tidak bisa, Sunghee~a. Jika kau ingin pulang bersama mereka, aku bisa pulang sendiri. Aku permisi”, ujar Jaehee berpamitan pada mereka lalu berjalan sendiri meninggalkan kedai tersebut.

“Ada apa dengan Jaehee, Sunghee~ssi?”, tanya Siwon yang juga menjadi pertanyaan yang ingin dilontarkan Donghae, Haesung, dan Hyukjae. “Dia memang selalu bersikap seperti itu pada orang asing. Aku tak tahu lebih pastinya karena dia lebih sering menutup diri pada orang lain termasuk juga aku”, jawab Sunghee yang dibalas dengan anggukan mengerti mereka. Sedangkan lelaki bernama Siwon itu masih berpikir hingga ia sudah masuk ke dalam mobilnya.

“Sunghee~ssi, apa kau bisa mengantarkan aku ke rumahnya?”, tanya Siwon setelah beberapa menit mereka larut dalam keheningan dan tentu saja hal itu membuat Hyukjae dan Sunghee heran.

OoOoO

Sebuah mobil berwarna hitam dengan merek dagang asli Korea Selatan itu terparkir di sebuah jalanan sepi yang hanya dapat dilewati satu mobil saja. Kedua lelaki yang berada di mobil tersebut segera keluar dari mobil yang mereka kemudikan atas intruksi dari gadis yang ikut bersama mereka.

“Di mana rumahnya?”, tanya Hyukjae yang merasa heran karena di sana hanya ada sebuah bangunan sederhana yang terlihat seperti sebuah balai terbuka di antara tumbuhan-tumbuhan dan bangunan kokoh yang tersebentuk seperti benteng tersebut.

“Lewat sini,” Sunghee menunjukkan sebuah jalan setapak yang menanjak –tak jauh dari mereka. Hyukjae menganggukkan kepalanya lalu berjalan mengikuti Sunghee dari belakang. Begitu pun dengan Siwon, lelaki yang sejak tadi fokus melihat lingkungan sekitar desa itu sangat penasaran dengan penduduk di sini.

“Apa masih jauh?”, Hyukjae kembali bertanya karena sejak 7 menit mereka berjalan –terhitung dari tempat mobil mereka parkir- mereka belum sampai rumah Jaehee juga.

“Masih ada dua belokan lagi”, jawab Sunghee tanpa menoleh pada Hyukjae dan Siwon yang berada di belakangnya. “Kalian terlalu senang hidup di kota. Begini saja sudah lelah. Kami bahkan berjalan kaki menuju sekolah”, lanjutnya sambil tersenyum remeh melihat Hyukjae yang kecapaian.

“Ini rumah Jae~”, Hyukjae yang ingin membalas ejekan dari Sunghee segera tak melanjutkan ucapannya setelah Sunghee menunjukkan sebuah rumah sederhana dan masih tradisional milik keluarga Jaehee. Kedua lelaki itu saling menatap, antara percaya atau tidak, jika rumah tradisional Korea Selatan tersebut masih dijadikan sebagai desain rumah mereka di zaman modern seperti ini.

“Keluarga Jae memang sangat sederhana. Kalian duduklah di sini. Aku akan memanggilnya”, Sunghee menunjuk lantai berbahan kayu yang berada di depan rumah Jaehee. Sementara Siwon dan Hyukjae menikmati setiap sudut rumah yang berada di sekitarnya, Sunghee sedang berusaha untuk memanggil penghuni rumah tersebut. Hingga beberapa saat kemudian, seorang wanita paruh baya yang masih cantik itu membukakan pintu kayu tersebut dan menyambut sapaan dari Sunghee.

“Apa Jae ada di dalam, Ahjumma?”, tanya Sunghee hati-hati karena ia merasa ada yang tidak beres saat ini. “Eoh? Bukankah kalian pergi bersama? Tadi pagi Jae meminta izin untuk menemanimu pergi”, benar apa tebakan Sunghee sebelumnya, Jaehee pasti menyembunyikan sesuatu darinya. Lalu apa yang harus dikatakannya pada wanita yang telah ia anggap seperti ibunya ini?

“Apa ahjumma salah mendengar yah?”, Sunghee segera mengangkat tangannya membuat sebuah gerakan cepat untuk menyangkal pertanyaan Ibu Jaehee. “Tidak, Ahjumma. Tadi memang kami pergi bersama. Tapi, setelah itu Jae berpamitan untuk pulang sendiri”, sanggahnya.

“Eum~, Ahjumma mengerti. Mungkin dia sedang melepas rindu bersama Oppanya?”, gumam Ibu Jaehee sambil tersenyum lalu sorot matanya menyipit melihat dua lelaki muda berwajah tampan yang sedang menatapnya dan juga Sunghee.

“Siapa mereka, Sunghee~a?”, Sunghee yang masih terkejut setelah mendengar bahwa kakak Jaehee telah kembali tersentak kaget lalu segera menetralisir perasaanya dan menatap kedua lelaki yang telah berdiri sejak wanita paruh baya itu bertanya pada Sunghee.

“Annyeong hasimnika, Ahjumma. Nama saya Siwon. Maaf jika kami mengganggu waktu anda”, ucap Siwon dengan sopannya lalu membungkukkan tubuhnya sebagai salam penghormatan diikuti oleh Hyukjae setelahnya. “Ah ye, Annyeong hasimnika. Tidak perlu sungkan seperti itu”, Ibu Jaehee tersenyum hangat pada mereka membuat Siwon dan Hyukjae bernapas lega karena was-was jika wanita itu tak menyukai kedatangannya.

“Apa kita berdua bisa berbicara sebentar, Ahjumma? Ada hal penting yang ingin saya sampaikan. Itu pun jika ahjumma mengizinkan”, tanya Siwon begitu saja yang tentu membuat ketiga orang tersebut menatap heran pada Siwon hingga beberapa detik kemudian wanita yang telah cukup berusia itu kembali tersenyum ramah dan membukakan pintu rumahnya tersebut. “Ah, begitu. Silahkan masuk”, Ibu Jaehee masuk ke dalam rumahnya terlebih dahulu diikuti Siwon setelah lelaki bertubuh tinggi itu berbicara sebentar pada Hyukjae dan Sunghee.

“Ada apa dengannya?”, tanya Sunghee yang hanya dibalas angkatan bahu dari Hyukjae yang juga sedang bingung dengan sikap Siwon yang tiba-tiba itu.

.
.
.

~TO BE CONTINUED~

.
.
.

A/N: Untuk kejelasan marga disesuaikan dengan cerita. Maaf jika alur cerita dan castnya terlalu dipaksakan. Saya hanya dapat membuat ini untuk menumpahkan imajinasi saya.
Saya masih belajar jadi tidak perlu segan-segan untuk berkomentar. Bebas untuk mengomentari cerita, tapi tidak untuk cast. Mind to review?

.Terimakasih.

.
.
.

Sign,

Park Jaehee

FF // THE MUSIC OF LOVE // CHAPTER 1

The Music of Love
.
Fitri Wulandari
.
Cast: Jaehee, Sunghee, Sunghyo, Siwon, Hyukjae and other cast. Cast bertambah sesuai alur cerita.
.
Genre: Romance, hurt/comfort and family.
.
Rated: Teen
.
Length: Chaptered
.
Disclaimer: All cast belong God.
.
Warning: TYPO(s) everywhere, EyD tidak sesuai.
.
Summary: Ketika cita-cita dan keinginan dihubungkan dengan cinta dan keluarga. Menjangkau cita-cita dengan dorongan cinta atau menghempaskan cita-cita begitu saja demi keluarga. Mana yang akan kau pilih?.

.
.
.

~HAPPY READING~

.
.
.

Suasana tempat yang biasanya terdengar begitu damai kini tiba-tiba menjadi riuh setelah beberapa waktu yang lalu sebuah mobil Audy A4 terparkir di halaman depan sebuah sekolah sederhana di tepi kota Seoul tersebut. Yah~ bagaimana tidak, hampir semua tahu jika orang yang keluar dari bagian kursi belakang mobil tersebut adalah seorang pemilik agensi permusikan yang cukup terkenal di Korea Selatan. Lelaki bertubuh tinggi dengan bentuk tubuh yang atletis tersebut memiliki ketenaran yang hampir sama dengan artis-artis yang berada dalam naungan agensinya.

Keberhasilan Choi Entertainment dalam dunia permusikan memang tak dapat diragukan lagi. Hampir semua artis yang masuk dalam managemen tersebut dikenal baik di Korea Selatan maupun mancanegara. Apa lagi setelah kedudukan direktur utama itu diserahkan kepada anak dari pemilik agensi tersebut –Choi Siwon sehingga kemajuan Choi Entertainment berkembang pesat. Bukan hanya kualitas artis tersebut yang menjadi penilaian. Namun entah bagaimana, lelaki tampan tersebut mempunyai daya tarik tersendiri hingga membuat orang lain tak ragu lagi memberi nilai tambah untuk agensi yang telah berdiri sekitar 16 tahun lalu ini.

Lelaki yang merupakan lulusan dari *London Bussines School tersebut berjalan menyusuri koridor sekolah diikuti sang asisten yang berada di belakangnya, membuat murid-murid yang masih belajar tersebut mengalihkan pandangan mereka pada lelaki tersebut, bahkan tak sedikit para siswi yang berteriak histeris untuk mengekspresikan perasaan mereka saat ini. Yah! Kapan lagi bertemu dengan lelaki tampan dan terkenal tersebut selain saat ini?

Kondisi kelas yang tiba-tiba ramai dan waktu efektif belajar yang akan berakhir beberapa menit lagi ini membuat para pengajar mau tak mau mengakhiri proses pembelajaran mereka. Hal itu membuat para murid kembali bersorak gembira dan segera keluar dari kelas mereka untuk mencari tahu apa maksud direktur utama itu datang ke sekolah mereka.

Benar saja tak berapa lama bel tersebut berbunyi cukup keras, menandakan bahwa proses belajar tersebut memang benar-benar telah berakhir. Akan tetapi ada yang berbeda kali ini, sebuah suara yang samar terdengar dari pengeras suara di sekolah tersebut setelah bunyi bel sekolah berhenti, membuat sebagian siswa mengurungkan niat mereka untuk kembali ke rumah lalu menunggu kabar apa yang akan segera disampaikan.

Kepada seluruh siswa maupun siswi Ehwa Senior High School segera berkumpul di aula sekolah karena ada pengumuman penting yang akan disampaikan. Terima kasih.

Pengumuman yang baru saja disampaikan dari pengeras suara tersebut membuat para siswa mendesah kecewa. Pengumuman seperti apa yang membuat kita harus berkumpul di sana?. Mungkin itulah kata-kata yang cocok untuk menyampaikan bagaimana ekspresi mereka saat ini. Walaupun begitu, hal itu tak sedikit pun menyurutkan rasa penasaran mereka. Sehingga mau tak mau mereka berjalan menuju aula sekolah.

“Check.. Check.. Check..” Suara dari pengeras suara yang berada di aula tersebut menyambut kedatangan para siswa. Menempati bagian sisi-sisi aula yang ternyata sudah hampir terpenuhi oleh sebagian siswa, menunggu informasi penting apa yang akan disampaikan.

Riuh teriakan para murid perempuan dari sekolah yang dapat kita singkat dengan ESHS tersebut membuat para lelaki yang juga ikut masuk menutup telinga mereka cepat-cepat. Kedatangan seseorang yang membuat suasana gaduh sekolah beberapa saat lalu kini terjadi kembali. Direktur muda tersebut saat ini sedang berada di panggung yang berada di bagian depan aula dengan pakaian yang tak sedikit pun mengurangi kadar ketampanannya

“Annyeonghaseyo…” sapa seorang lelaki paruh baya dengan pakaian khas guru dari ESHS mengawali kegiatan tersebut. “Saya sebagai guru seni di sekolah ini tidak akan berbicara banyak untuk saat. Seperti yang kalian tahu, bahwa lelaki yang berada di samping saya ini adalah seorang direktur dari sebuah agensi musik yang sangat kita kenal saat ini. Untuk itu, saya mohon kepada para siswa maupun siswi dari Ehwa Senior High School mendengarkan baik-baik apa yang akan disampaikan olehnya beliau nanti. Choi~ssi, silahkan” lanjut guru tersebut lalu mempersilakan direktur muda tersebut untuk menyampaikan informasinya.

Samar-samar terdengar bahwa lelaki bernama Choi Siwon tersebut menyampaikan ucapan terima kasih pada lelaki paruh baya tersebut lalu berdiri tepat di belakang mic yang telah disiapkan oleh pihak sekolah. “Annyeonghaseyo, yeoreobun” sapa Siwon kepada para murid yang berada di dalam aula tersebut dan tentu saja dibalas dengan suara yang cukup kompak, “Annyeonghaseyo”.

“Maaf jika kedatangan saya saat ini mengganggu aktivitas belajar kalian hari ini” ucap Siwon yang dijawab dengan teriak ‘tidak’ dari para murid membuat lelaki berlesung pipi tersebut menampilkan senyumannya. “Saya tidak dapat berlama-lama di sini. Oleh karena itu, saya akan segera menyampaikan informasi sepenting apa sehingga membuat kalian diharuskan untuk berkumpul di sini –“ Siwon menghela napas sejenak lalu kembali melanjutkan ucapannya, “–Seperti yang kalian tahu, bahwa sejak beberapa tahun yang lalu saya memimpin sebuah agensi musik yang saya syukuri akhirnya dapat dikenal oleh berbagai Negara. –Kali ini, saya berencana untuk kembali menunjukkan bagaimana kualitas agensi yang saya pimpin kepada dunia. Oleh karena itu, saya akan mengadakan sebuah audisi untuk mencari seorang penyanyi maupun pemain drama yang berkualitas di sini –karena dari informasi yang saya dapatkan bahwa Ehwa Senior High School dikenal sebagai sekolah yang memiliki siswa dan siswi yang berbakat dalam dunia hiburan”.

Semua siswa mendengarkan informasi itu secara seksama meskipun mereka masih dilanda kebingungan. Siwon yang sepertinya mengerti dengan kondisi tersebut kembali berbicara. “Untuk itu, bagi mereka yang berminat untuk mengikuti audisi ini. Sekaligus memiliki bakat yang memang tak dapat diragukan kembali. Silahkan untuk segera mendaftarkan diri mulai hari ini hingga esok. Dan untuk audisi tersebut, kami akan mengadakannya 2 hari setelah pendaftaran tersebut dan untuk juri dalam audisi tersebut, salah satunya adalah saya. Saya ingin melihat bagaimana respon dan bakat kalian. Terima kasih”, Siwon akhirnya mengakhiri perbincangan tersebut lalu sedikit membungkukkan badannya pada seluruh murid dan pada rekan-rekan guru yang juga berada di atas panggung, berpamitan untuk kembali ke Seoul karena ada urusan yang tak dapat ditunda.

Berbagai tanggapan muncul dari kedua belah bibir mereka. Ada yang merasa tak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengarkan dan ada pula yang merespon hal itu dengan biasa-biasa saja.

Ehwa Senior High School memang berada di tepi kota Seoul. Namun kualitas pendidik dan siswanya tak dapat diragukan kembali. Banyak murid dari sekolah tersebut yang mendapatkan piala penghargaan yang sulit didapatkan. Bakat dan semangat yang mereka miliki membuat mereka berhasil mendapatkan beberapa ajang perlombaan. Berita itu pada akhirnya dapat menembus dinding kekuasaan Choi Entertainment. Sang direktur yang terkenal perfectionist tersebut berkeinginan untuk membuktikan hal itu dan mengadakan sebuah audisi secara tiba-tiba yang hanya akan diselenggarakan untuk murid Ehwa Senior High School.

Hampir semua murid antusias menyambut kegiatan tersebut. Namun hal itu sepertinya tak berlaku untuk seorang gadis cantik yang juga merupakan salah satu siswi dari sekolah tersebut. Sejak kedatangan direktur utama agensi tersebut ke area sekolahnya, dirinya hanya menatap sesekali pada sekitarnya. Otaknya yang terbilang cukup cekatan untuk berpikir sudah memikirkan bahwa hal itu akan terjadi.

Di saat semua murid berbondong-bondong untuk datang ke aula sekolah. Gadis dengan rambut ikal sepanjang punggung itu hanya menatap enggan pada teman dekatnya yang memaksa dia untuk ikut masuk juga ke dalam aula. Bukan karena tak tertarik dengan lelaki tampan tersebut, -well perempuan mana yang tak ingin melihat lelaki setampan itu apalagi di seseorang yang sangat dikenal dikalangan remaja –umumnya, hanya saja gadis yang bernama Jaehee itu tak begitu minat dengan acara-acara yang berhubungan dengan kesenian terlebih untuk kegiatan menyanyi, untuk menggambar –mungkin dia bisa menggunakan imajinasinya dalam hal tersebut.

Berdiri bersandar pada lembar pintu aula mungkin hal yang terbaik untuknya saat ini. Meski temannya tersebut berusaha keras untuk menarik Jaehee ke dalam aula, namun keyakinan gadis itulah yang membuat ke dua temannya tersebut mendesah frustasi.

Kedua sudut bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman manis di saat ia mendengar teriakan-teriakan dari dalam aula setelah informasi penting itu disampai. Apa kalian berpikir bahwa gadis ini senang mendengar berita itu? Tidak! Satu hal yang membuat senyuman itu muncul adalah selesainya kegiatan ini, ia ingin cepat kembali ke rumahnya dan mengistirahatkan pikirannya.

Senyuman manis itu hingga saat ini belum juga pudar membuat seseorang yang baru saja keluar dari arah belakang aula yang diikuti oleh seorang lelaki berkaca mata itu tersenyum membalasnya. Entah bagaimana, lelaki bertubuh tinggi itu merasa tertarik oleh magnet yang sangat kuat –yang sepertinya berasal dari tarikan sudut bibir tersebut. Ada yang berbeda di sana, begitu manis –ditambah dengan sebuah lekukan kecil di bawah sudut bibir kirinya –seperti membentuk sebuah lesung pipi yang samar terlihat. Begitu berbeda dengan lesung pipi pada dirinya yang begitu dalam.

Siwon –lelaki tersebut sedikit terkekeh melihat bagaimana gugupnya gadis itu saat mata mereka beradu pandang. Ia teringat sesuatu ketika dirinya masih berdiri di atas panggung. Matanya sempat bertemu dengan mata ini, gadis yang menatap enggan ke dalam aula dan lebih memfokuskan matanya menatap taman yang berada di depannya. Ada apa dengan gadis itu?

Siwon terkejut saat mendengar panggilan dari seseorang yang dikenalnya. Ia merutuki tubuhnya sendiri yang tiba-tiba berhenti setelah melihat senyuman itu dan tak mengingat bahwa setelah ini ada pertemuan penting di kota. Namun hal yang lebih mengejutkan lagi, di mana gadis itu? Bukankah tadi dia masih berada di sana. Entahlah, sebagian dirinya merasa tak rela gadis itu telah pergi, tetapi Siwon tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. ‘Semoga dia ikut audisi itu’ pikirnya

OoOoO

Jaehee berjalan tergesa-gesa menuju rumahnya yang berada sekitar 200 meter dari sekolah. Ia menghiraukan begitu saja teriakan temannya. Rasanya saat ini Jaehee ingin cepat-cepat kembali ke rumah dan menenangkan pikirannya. Entah mengapa jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat saat matanya bertabrakan dengan mata itu. Dan hal itu membuat Jaehee mau tak mau meninggalkan temannya karena tak ingin bertemu dengan lelaki itu. Itu karena keengganannya terhadap musik atau karena debaran tersebut.

“Aaah..” teriak Jaehee yang tak disadarinya bahwa saat ini ia sudah berada di depan rumahnya membuat seorang wanita payuh baya yang sedang merajut di depan rumah tersebut menatap heran pada Jaehee.

“Kau kenapa, sayang?”, Jaehee terkesiap mendengar suara itu dan sontak dirinya menatap wanita yang sedang menatapnya heran. “Ti-tidak, aku baik-baik saja, Eomma. Aku permisi” jawab Jaehee lalu masuk ke dalam rumahnya setelah berpamitan kepada wanita yang diketahui sebagai ibunya.

Detak jantung Jaehee yang sudah kembali normal kini berdetak dengan cepat kembali, malu dipergoki oleh orang lain, berteriak tak jelas seperti oleh gila meskipun itu ibunya sendiri.

Menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan, berusaha agar dirinya kembali rileks. Setelah merasa normal kembali, Jaehee mulai melepas pakaiannya dan bergegas menuju kamar mandi di bagian belakang rumahnya dan berharap semua apa yang terjadi selanjutnya akan kembali seperti semula.

“Jaehee~a”, Ibu Jaehee berteriak memanggil anaknya tersebut dari arah dapur rumahnya. Jaehee yang kebetulan telah selesai mandi dan berganti pakaian menjadi sepasang baju santai itu segera berjalan menuju sumber suara.

“Ya, apa ada yang bisa aku bantu, Eomma?” tanya Jaehee setelah mendudukkan dirinya di lantai dengan tangan yang bertumpu di atas meja makan berkaki-kaki pendek tersebut.

“Apa kau lelah? Bisa bantu Eomma mengupas lobak ini? Eomma akan membuat kimchi”, Ibu Jaehee yang dikenal penyayang dan murah senyum itu menyerahkan beberapa buah lobak yang berada dalam sebuah baskom besar dan menyimpannya di atas meja, tepat dihadapan Jaehee.

“Eum~ tentu saja, Eomma. Dengan senang hati” jawab Jaehee dengan senyum manisnya lalu mengambil pisau yang berada di tempat yang tak jauh darinya dan memulai mengupas kulit lobak setipis mungkin –karena kebiasaan Jaehee yang telah terbiasa untuk tidak menyia-nyiakan barang apapun. “Ada acara apa, Eomma? Tumben sekali Eomma membuat kimchi sendiri, biasanya Eomma akan lebih memilih meminta bibi Jung untuk membuatnya” tanya Jaehee dengan tangan yang masih sibuk mengupas kulit lobak.

“Tidak ada, Eomma hanya ingin membuatnya saja. Apa tidak boleh?” tanya Ibu Jaehee dengan senyuman menggoda sang anak.

“Tidak, bukan begitu, Eomma. Aku hanya penasaran saja dan entah mengapa jika mengingat kata ‘kimchi lobak’ aku jadi teringat bagaimana ekspresi Oppa saat memakan ini. Hihi..” ucap Jaehee lalu terkikik geli mengingat hal itu.

“Aigoo~, kau tak boleh seperti itu. Kau dan Oppamu sama saja”, Ibu Jaehee berucap sambil berjalan keluar dari dapur karena merasa sesuatu akan segera terjadi. “Ya! Eomma~”, benar saja tak lama setelah itu terdengar protes dari anak bungsunya tersebut, “Setidaknya aku tak separah Oppa”.

OoOoO

Dua hari telah berlalu. Keadaan sekolah sungguh berbeda tak seperti biasanya, banyak mobil-mobil berkelas berjejer di halaman depan sekolah. Beberapa orang berseragam terlihat berlalu lalang keluar masuk sekolah membawa peralatan-peralatan yang penting untuk hari ini. Bahkan sebagian siswa yang bermaksud untuk mengikuti audisi tersebut telah hadir sejak beberapa waktu yang lalu meskipun audisi tersebut akan diselenggaran 2 jam kemudian.

Berbeda halnya dengan Jaehee, gadis itu masih sibuk untuk melap lantai rumahnya. Ini hari sabtu, seperti biasa sebagai anak yang patut untuk diandalkan, Jaehee lebih baik berdiam diri di rumah dan membantu sang Ibu, dibandingkan bermain atau pergi ke suatu tempat seperti temannya yang lain. Jika dirinya bosan, mungkin dia lebih memilih untuk pergi ke rumah kedua sahabatnya. Keadaan sang Ibu yang mudah terserah penyakit saat-saat ini menjadi alasan utama untuk dirinya, sebagai anak satu-satu yang berada di rumah, ia tidak mungkin membiarkan Ibunya bekerja keras begitu saja.

“Jaehee~a, bisa bantu Eomma”, samar-samar Jaehee mendengar suara sang Ibu yang memanggilnya. Jaehee yang baru saja menyelesaikan tugasnya segera bergegas menemui Ibunya di luar.

“Tolong bawa ini ke dapur!” pinta sang Ibu yang langsung ditaati oleh Jaehee, berjalan menuju dapur dengan membawa kantung belanja di kedua sisi tangannya.

“Ada acara apa, Eomma? Mengapa Eomma belanja banyak sekali? Apa ini tak berlebihan?”, Ibunya yang baru saja sampai di dapur segera mendapati rentetan pertanyaan dari Jaehee. Wanita paruh baya yang terkenal dengan kebaikannya itu segera menjawabnya dan tak lupa diakhiri dengan senyuman, “Kau pasti tak ingin kan makan itu-itu saja? Entahlah, hari ini Eomma ingin memasak banyak makanan. Mungkin karena Eomma ingin bahwa hari ini ulang tahun Oppamu”.

“Sekarang.. sekarang tanggal berapa Eomma?”, Jaehee lalu segera melihat ke kalender yang berada di kamarnya. “Omo!, Kenapa aku bisa lupa kalau hari ini ulang tahun Oppa?” teriak Jaehee di kamarnya setelah melihat tanda bulatan merah di kalender tersebut.

“Aigoo~, kenapa kau bisa lupa dengan ulang tahun kakakmu sendiri, sayang? Atau~ kau sudah memiliki orang yang lebih kau sayangi, hm?” tanya sang Ibu dengan wajah yang berseri melihat Jaehee telah kembali ke dapur.

“Aish~, Kenapa Eomma berbicara seperti itu? Tentu tak ada yang lebih aku sayangi selain Eomma dan Oppa”, jawab Jaehee yang sedang mengeluarkan barang-barang yang berada di dalam kantung belanja lalu berjalan mendekati Ibunya, memeluk tubuh wanita paruh baya tersebut dari belakang. “Eum~, mungkin karena Oppa sudah lama pergi dari sini. Aku merindukannya”, lanjut Jaehee dengan tangan yang masih memeluk tubuh ibunya. “Ah~, setelah ini aku akan pergi ke rumah bibi Kim, aku ingin meminjam telepon rumahnya sebentar”, ucap Jaehee tiba-tiba lalu menegakkan tubuhnya dan melepas pelukan tersebut.

“Eoh? Untuk apa? Kau tidak ke sekolahmu? Eomma tadi melihat Sunghee dan teman lainnya pergi ke sekolah”, tanya Ibu Jaehee dengan mata yang memandangi Jaehee yang berjalan menuju kamarnya.

“Tentu saja aku ingin menghubungi Oppa”, Jaehee menjawab pertanyaan tersebut dengan sedikit berteriak di kamarnya. Namun tak lama kemudian Jaehee telah keluar dari kamarnya dengan pakaian rapih dan rambut ikal yang diikat kuda, memperlihatkan leher jenjangnya. “Eoh, Ke sekolah? Aku malas mengikuti acara yang tak ada manfaatnya seperti itu. Eung~ Aku pergi dulu, Eomma. Annyeong~” ucap Jaehee lalu berjalan menuju pintu di bagian depan rumahnya meninggalkan sang Ibu yang tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat sikap sang anak. “Annyeong”, jawabnya.

OoOoO

Hari ini benar-benar menyebalkan. Itulah ungkapan yang pantas untuk menjelaskan bagaimana perasaan Jaehee saat ini. Dengan rasa bahagianya Jaehee berjalan menuju salah satu tetangganya untuk meminjam telepon mereka sebentar bermaksud untuk menghubungi sang kakak dan mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Namun harapannya pupus begitu saja setelah beberapa kali ia mencoba menghubunginya, nomornya tetap tak bisa dihubungi. Suara operator dari ponsel tersebut terus menyapa panggilan Jaehee.

Dengan perasaan kecewa yang mendalam, Jaehee berjalan keluar dari rumah tersebut setelah mengucapkan salam pamit dan terima kasih kepada tetangga tersebut sebelumnya. Entahlah, ia tak tahu harus pergi kemana saat ini. Yang jelas, Jaehee tak ingin pulang ke rumah sekarang. Biasanya di saat seperti ini ia akan pergi menemui Sunghee untuk sekedar bercerita atau membuat sesuatu yang tak jelas –yang menurut mereka itu menyenangkan. Akan tetapi jika mengingat bahwa saat ini Sunghee sedang mengikuti audisi tersebut, Jaehee enggan untuk menemui Sunghee. Gadis itu pasti akan memaksanya untuk mengikuti audisi ‘menjijikan’ itu.

“Aish~ menyebalkan. Apa benar aku harus menemui saat ini? Anak itu pasti semakin cerewet jika sedang antusias begini”, keluh Jaehee dengan kaki yang terus berjalan meskipun tak tahu harus pergi ke mana. “A!, lebih baik aku pergi ke taman di dekat sekolah. Menyebalkan sekali kalau aku harus mendengar suara mereka” ucap Jaehee lalu membelokkan arah jalannya menuju jalan ke sekolahnya yang memang cukup jauh untuk saat ini –mengingat sebelumnya Jaehee tak berniat untuk pergi ke sekolah.

Hembusan angin taman yang cukup kencang menyambut Jaehee yang baru saja datang ke sana. Tak ada siapapun di sana. Mungkin semua murid yang biasanya menikmati taman di sini sedang bersemangat menunggu antrian mereka untuk mengikuti audisi tersebut.

“Hah~ segarnya”, ucap Jaehee yang sedang merentangkan kedua tangannya untuk merasakan nyamannya taman itu. “Setidaknya ini lebih baik”, lanjutnya lalu menempatkan dirinya untuk duduk di atas hamparan rumput yang hijau.

Suasana taman yang segar dan nyaman membuat Jaehee merasa enggan untuk meninggalkan tempat ini. Rasanya apa yang dirasakannya hari ini dan hari-hari sebelumnya terbawa angin begitu saja. Suara-suara yang berasal dari sekolahnya tak membuat konsentrasi Jaehee yang sedang menikmati keindahan taman tersebut hilang begitu saja. Bahkan senyuman manis miliknya masih berkembang di sana.

Tiba-tiba sesuatu hal yang selalu membuat gadis itu menangis merasuk dalam pikiran dan angannya. Pikirannya yang bebas saat ini membuat semua ingatan dalam dirinya berputar bagaikan slide film yang terus tayang berurutan di sana. Hal yang selalu ia coba untuk tutup-tutupi dari seluruh temannya, orang sekitarnya, kakaknya bahkan ibunya sekalipun.

“Hiks…” isakan tangis yang terus ia tahan sebelumnya akhirnya lolos juga. Inilah yang selalu ia rasakan jika mengingat hal itu. Begitu banyak harapan yang muncul dalam pikirannya. Menginginkan hidup yang nyaman dan bahagia seperti orang lain merupakan hal yang paling diharapkannya termasuk memiliki dan melihat seseorang yang juga penting dalam hidupnya. Dia… Jaehee tak pernah ingin membahasnya jika mengingat sang Ibu akan menangis karena…

OoOoO

Nomor peserta telah beralih menjadi nomor 44 namun hingga saat ini orang yang paling ditunggu-tunggu oleh seseorang berkemeja biru laut yang duduk di balik meja panjang itu tak kunjung terpanggil. Rasa penasaran dan keinginan yang kuat itu semakin timbul dalam dirinya membuat bibirnya yang indah itu refleks mengucapkan kata-kata yang membuat orang yang dimintanya bantuannya tersebut itu mengernyit –heran.

“Untuk apa Sajangnim?” tanya orang yang berada di sampingnya tersebut.

“Aku hanya ingin tahu saja. Apa itu tak boleh?”, lelaki bernama Choi Siwon itu balik bertanya meskipun pandangan matanya tetap melihat ke arah peserta audisi.

“Pesertanya cukup banyak Sajangnim. Kita bisa membagi waktu audisi menjadi 2 atau 3 hari jika Sajangnim ingin”, ucap wanita berkaca mata yang diketahui sebagai asistennya yang bernama Min Sunghyo tersebut. “Aku tak butuh jawabanmu, cepat ambilkan itu untukku”, jawab Siwon sakratis membuat Sunghyo segera membungkuk sekilas lalu mengambil sesuatu yang diminta oleh direkturnya tersebut. Tak lama lelaki tersebut kembali dengan setumpukan kertas di atas tangannya lalu menyerahkannya pada Siwon.

“Terima kasih” ucap Siwon lalu tangan dan matanya segera disibukkan dengan memeriksa secara detail foto dan profil yang berada di sana. Sunghyo yang membalas ucapan terima kasih itu setelahnya menatap heran pada lelaki yang selalu dikenal dengan kharismanya tersebut lalu kembali fokus melihat peserta audisi yang ternyata lelah berganti sejak beberapa detik yang lalu.

Tangan dan jemari Siwon terus bergerak memeriksa kertas tersebut hingga lembar terakhir lalu kembali memeriksa tumpukkan kertas tersebut untuk meyakinkan bahwa yang dilihat oleh dirinya sebelumnya adalah kesalahan.

“Kau kenapa?”, tanya lelaki yang dikenal dengan dance manchinenya tersebut –Lee Hyukjae, salah satu artis yang berada dalam naungan agensi Siwon yang kini menjadi salah satu juri audisi tersebut.

“Tak ada. Aku hanya sedang mencari sesuatu”, jawab Siwon lalu menyerahkan tumpukkan kertas tersebut pada asistennya.

“Kau sepertinya menyembunyikan sesuatu dariku, Siwon~a”, ucap Hyukjae membuat tubuh Siwon mendadak kaku. Lelaki ini memang selalu tahu bagaimana Siwon karena lelaki ini memang teman dekat Siwon sejak kecil. Namun bedanya, di saat Siwon melanjutkan pendidikannya ke London, Hyukjae lebih memilih untuk masuk ke dalam agensi musik yang pada saat itu masih dipimpin oleh Ayah Siwon.

“Aku tak bisa mengatakan hal itu padamu saat ini, Hyung”, bisik Siwon pada Hyukjae yang kini sedang menatap seorang gadis yang sedang mengikuti audisi tersebut.

“Aku serahkan ini kepadamu dan yang lainnya. Aku percaya pada kalian. Aku ada keperluan sebentar. Annyeong”, pamit Siwon pada orang-orang penting yang berada dalam ruangan audis itu.

“Tunggu!”, tiba-tiba ucapan Hyukjae membuat Siwon menghentikan langkahnya lalu berjalan menuju kursi Hyukjae. “Ada apa? Aku berjanji akan mengatakannya nanti”, ucap Siwon setelah dirinya berada di samping Hyukjae kembali.

“Tidak! bukan itu”, Hyukjae menarik tangan Siwon sehingga membuat Siwon harus membungkuk untuk mengikuti maksud Hyukjae. “Aku ingin gadis ini masuk ke agensimu”, bisik Hyukjae tepat di samping telinga Siwon.

“Apa? Kau serius!”, Siwon menatap Hyukjae tak percaya, sedangkan Hyukjae hanya menampilkan gummy smilenya lalu kembali fokus pada peserta audisi.

OoOoO

Siwon –lelaki bertubuh tinggi dengan potongan rambut pendek berwarna hitam pekat itu berjalan menyusuri koridor sekolah dengan matanya fokus menatap layar ponsel yang berada di tangannya, jarinya bergerak untuk mengetikkan sebuah pesan singkat kepada seseorang dan setelah itu ia memasukkan ponselnya tersebut ke dalam saku celana biru tua yang begitu senada dengan kemeja biru laut yang di pakainya.

“Ck. Dia ingin aku memasukkan gadis itu ke dalam Choi Entertainment. Yang benar saja? Bukankah dia melihat sendiri bagaimana bakatnya?”, gumam Siwon dengan pandangan mata yang tertuju pada setiap sisi yang berada di area sekolah sambil menikmati suasana sekolah yang begitu nyaman karena berada di tempat yang cukup banyak ditanami pohon-pohon yang besar dan terawat.

“Eoh? Kemana ini?”, tanya Siwon entah kepada siapa saat dirinya menemukan sebuah jalan di ujung koridor sekolah yang jika dilihat dari arah –berada dibagian belakang sekolah. Dari kejauhan, Siwon sudah merasakan hembusan angin yang membuat semakin tertarik pada tempat yang belum diketahuinya tersebut. Beberapa langkah kemudian, akhirnya Siwon menemukan hamparan rumput hijau yang sangat segar.

“Hah~”, Siwon merasa bernapas dengan bebas di sana. Ini tempat yang jauh lebih indah dan nyaman jika dibandingkan dengan hiruk-pikuk kehidupan di Seoul.

“Hiks”, samar-samar Siwon mendengar isakkan tangis yang sepertinya seorang gadis. Dia merasa sedikit takut, akan tetapi ia mencoba untuk menepis pemikirannya itu. Di siang hari seperti ini tak mungkin ada hantu bukan?

Pandangan matanya tertuju pada tubuh seseorang yang hingga saat ini masih tertunduk sambil memeluk kedua tangis. Siwon semakin yakin jika suara tangis yang ia dengar adalah berasal dari gadis ini saat dirinya telah berjarak beberapa langkah saja dari gadis tersebut.

“Annyeong..”, sapa Siwon dengan tangan yang mulai berani untuk menepuk pelan bahu gadis tersebut. Namun hingga beberapa menit kemudian, gadis tersebut tak sedikit pun menjawab sapaan Siwon meskipun tangisannya kini mulai merada.

“Kau kenapa?”, tanya Siwon setelah dirinya duduk di samping gadis tersebut lalu menangkupkan kedua tangannya di atas lutut yang sengaja ia tekuk.

Siwon terkejut saat melihat gadis yang berada di sampingnya tersebut adalah gadis yang bertemu dengannya saat pengumuman audisi tersebut. Gadis yang membuatnya gusar sejak beberapa jam lalu. Namun entah apa yang dirasakannya saat ini, apakah ia harus senang atau sedih karena akhirnya ia dapat bertemu dengan gadis itu lagi meskipun dengan keadaan menangis tersedu-sedu?

Situasi tersebut juga dirasakan oleh Jaehee, ia terkejut saat melihat lelaki itu berada di sampingnya kini. Ia mengira jika lelaki itu adalah teman satu sekolah dengannya. Dan entah mengapa, saat ini tubuh Jaehee terasa kaku, lidahnya kelu meskipun dalam hatinya menginginkan lelaki itu pergi dari hadapannya.

“Kenapa kau berada di sini?”, tanya Siwon dengan mata yang tak lepas dari wajah gadis itu.

“Lalu kenapa kau berada di sini?”, Jaehee balik bertanya pada Siwon namun matanya masih menatap kosong hamparan rumput hijau yang berada di depannya.

“Aku di sini, karena kau tak ada di sana”, ucap Siwon yang membuat Jaehee mau tak mau melihat kea rah Siwon. “Eoh?”, dahi Jaehee berkerut setelah mendengar ucapan Siwon beberapa saat yang lalu tersebut.

“Kau cantik dan aku yakin suaramu –“, tiba-tiba sebuah suara mengintrusi percakapan mereka, membuat ke dua orang tersebut tak melanjutkan hal tersebut dan lebih memilih menatap lelaki yang sedang berdiri tak jauh dari tempat Jaehee berada.

“Oppa..”, lirih Jaehee
.
.
.

~TO BE CONTINUED~

.
.
.

A/N: Untuk kejelasan marga disesuaikan dengan cerita. Maaf jika alur cerita dan castnya terlalu dipaksakan. Saya sedang kelepek-kelepek dengan Hyukjae tapi tidak mungkin mengeser Siwon di posisi pertama (berlebihan, padahal hanya karena mimpi) jadi saya mengharuskan Hyukjae berada di sini.
Saya masih belajar jadi tidak perlu segan-segan untuk berkomentar. Bebas untuk mengomentari cerita, tapi tidak untuk cast.

.Terimakasih.

.
.
.

Sign,

Park Jaehee